Mohon tunggu...
Yuliyanti
Yuliyanti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yuli adja

Yuliyanti adalah seorang Ibu Rumah Tangga memiliki kesibukan mengurus bisnis keluarga. Sebagai penulis pemula telah meloloskan 7 antologi. Penulis bisa ditemui di IG: yuliyanti_yuli_adja Bergabung di Kompasiana 20, Oktober 2020

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tidak Buru-buru Resign, Mampu Menghantar ke Gerbang Kesuksesan

17 Maret 2021   20:47 Diperbarui: 19 Maret 2021   06:01 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyaknya artikel menarik tentang 'resign' atau mengundurkan diri dari pekerjaan yang digeluti sedang viral di dunia maya. Semua itu membuat diri tertantang untuk menulis dengan tema yang sama.

Baiklah, saya akan berbagi cerita, tentang kisah sejati penulis.

Kejadian ini terjadinya beberapa dekade lalu. Sebelum menekuni dunia usaha pun penulis seperti saat ini, saya hanya seorang gadis biasa dalam keterbatasan ilmu pendidikan.

Pendidikan yang bisa dibanggakan hanya sebatas Sekolah Dasar (SD). Sebagai anak sulung dari empat bersaudara, saya ingin membantu meringankan beban orang tua.

Nah, bekerja jadi tujuan utama kala itu. Namun, siapa yang mau menerima karyawan dengan lulusan terendah  seperti saya?

Sejak lulus SD saya tidak melanjutkan sekolah. Faktor ekonomi orang tua yang menjadi bahan pertimbangan kami.

Sambil menunggu rezeki turun dari langit, rupa sebuah pekerjaan yang menjanjikan pun membuat kehidupan jauh lebih mapan. Saya membantu orang tua jual gorengan keliling di kampung. Sambil membatik (Batik Tulis Tembayat) home industri di daerah saya. Dari hasil pekerjaan itu takbisa mengubah ekonomi keluarga lebih baik.

Setelah beberapa tahun berlalu, ada saudara yang menawarkan sebuah pekerjaan yang jauh lebih menguntungkan untuk saya dan keluarga. Sebuah toko bangunan membutuhkan beberapa karyawati bagian penjualan. Rupanya Allah mengabulkan salah satu doa di antara beberapa pujian.

Dalam bayangan saya kala itu, sebagai karyawati hanya akan sibuk menulis saja. Salah satu hasrat ingin bekerja di bagian tulis-menulis pun terkabul. Tanpa menunggu banyak pertimbangan,  tawaran diterima. Bagi saya, seorang gadis kerja di toko material bukanlah hal yang tabu.

Keesokan harinya, saya diantar Bapak ke rumah saudara. Lalu, beserta beberapa kawan di antar kerabat menuju tempat toko material yang berjarak -+30 km. 

Sesampainya di sana, hal pertama melayangkan pandang beraneka ragam-barang bersanding satu sama lain. Pernak-pernik yang belum pernah saya ketahui membuat pusing. 'Barang segini banyak kapan hafal di luar kepala?' gumam saya waktu itu.

Setelah bertemu dengan pemilik toko, lanjut mendapat pengarahan, akhirnya hari itu bekerja. Pada Era 90 an, merupakan toko terbesar di kota Klaten. Sebelum memulai aktifitas kerja, seorang wanita (Mbak Tatik) karyawati bagian order barang menunjukan tempat istirahat untuk kami.

Sebuah kamar di lantai dua, dengan satu pintu pun jendela sebagai sirkulasi udara sebagai tempat tibur kami. Dinding bercat putih terang turut menghiasi ruangan melepas penat, bermunajat kala hati gundah.

Hari berganti hari bahkan akhir pekan pun  terlewati. Pada hari sabtu, untuk pertama kalinya terima gaji. Gajian pertama saya waktu itu sebelas ribu rupiah. Hati pun riang, mendapatkan upah hasil tetesan keringat sendiri. Pun saya tabung sedikit demi sedikit untuk Ibu.

Bulan demi bulan pun telah terlewati. Walau sebenarnya saya kurang nyaman bekerja di sana. Apalagi saat karyawan pria sebagian tidak masuk atau sedang tidak di toko, takjarang bila harus menyiapkan pesanan, mengangkat barang sekalipun tidak terlalu berat. Terkandang membuat hati jemu.

Mendapat pekerjaan lebih baik dari toko besi menjadi impian setiap orang, termasuk saya.

Suatu hari saya pulang, bertemu dengan keluarga hal paling membahagiakan. Pada suatu malam tanpa awan, langit pun berbintang, bercengkerama dengan keluarga selalu menyenangkan. Tanpa sengaja saya bilang kepada Bapak.

"Pak, seandainya saya mengundurkan diri dari toko besi, lalu cari kerja di tempat lain, apa diperbolehkan?"

"Nduk, ada apa?

"Kenapa mau pindah kerja?"

Lalu saya  pun menjawab.

"Saya tidak kerasan. Bayaran tidak naik, dari dulu sebelas ribu terus. Iya, memang dapat makan sekali, tidur pun disiapin tempatnya. Tapi....

Belum sempat memberitahu alasan lain, Bapak pun memotong kata-kata saya.

"Nduk, kamu jangan buru-buru keluar dari pekerjaanmu, mungkin memang itu rezekimu. Tetaplah semangat, anggaplah kamu sekolah di sana.  Dekatkanlah dirimu pada Allah. Insyaa Allah, kau akan memetik buah kesabaran Nduk. Ingatlah, satu pesan Bapak, jangan keluar dari pekerjaan itu!"

Keesokan harinya saya berangkat kerja, nasihat Bapak selalu terngiang dalam ingatan. Mulai saat itu, apapun keadaan yang saya lalui di toko, takpernah sekalipun berkeluh kesah. Hanya perlu menjalani dengan ikhlas hati. Selebihnya, biar tangan Allah yang memerankan peran-Nya.

Saya bekerja di toko material itu hingga Juni tahun 2000 dalam bayang sedu sedan. Karena tepat di hari kelahiran saya, kado terindah menghantarkan saya ke gerbang kesuksesan. Rupanya Allah, menjawab doa Bapak, kenapa saya tidak boleh 'Resign' kala itu.

Para pembaca yang berbahagia, nantikan keseruan tulisan saya  berikutnya yang pasti jauh lebih seru.

Tulisan ke 58. Klaten 17, Maret 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun