Hari ini bertepatan dengan ulang tahunmu, izinkan aku kembali menulis untukmu. Goresan tentang isi hatiku. Bukan tentangmu. Bukan pula tentang kita.Â
Aku sungguh tak punya nyali untuk menorehkan secuil kisah tentangmu. Karena, sama saja mempertaruhkan kembali seluruh ingatan.
Menghidupkan waktu demi waktu yang sudah usang. Kenapa? Karena kita sama-sama tidak ingin bertanggung jawab atas narasinya.
Bertepatan dengan senja yang makin merona, aku pun meramu kata. Sederet tulisan dengan banyak tanda koma, supaya kamu tidak bosan membacanya.
Konon, ketika kamu membaca tulisanku penuh tanda titik, bisa mengakibatkan kebekuan indera. Dirimu tidak akan kuat. Iya, kan?
Ceritaku untukmu adalah tentang perjalanan hidupku selama beberapa tahun terakhir ini.Â
Tentang aku yang terpaksa singgah di satu kota dalam kesendirian. Tanpa adanya sebuah jemari yang bisa kugenggam, membersamai dalam menapak samudera kehidupan.
Ketika sebuah pekerjaan menuntutku tetap bergerak, aku harus mampu berkemas dengan pesat, rela menempuh jarak jauh serta bertindak cepat.Â
Semua itu membuatku banyak belajar bahwa hidup terus berjalan tanpa berhenti, kecuali tangan Allah yang menghentikan.
Yang menarik dari perjalanan hidup ini adalah, aku menjadi lebih mengenal diriku sendiri.
Tersebab, semakin ke sini, makin menyadari tentang hati, pikiran adalah susunan kawanan watak atau sifat yang begitu labil.