Mohon tunggu...
Sam
Sam Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Padi tumbuh tak berisik. -Tan Malaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tradisi Petik Laut, Cara Lain Bersyukur Nelayan Pasuruan

6 Maret 2016   21:51 Diperbarui: 4 April 2017   16:54 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Pelarungan sesajen dalam acara Petik Laut. (Sumber: BPBD Kota Pasuruan) "][/caption]Petik Laut adalah tradisi turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat pesisir Kota Pasuruan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas rahmat yang diberikan selama setahun terakhir. Tradisi ini merupakan rangkaian upacara tradisional dengan memberikan sesajen yang telah diberi doa kemudian dilarung ke laut lepas di bagian utara Kota Pasuruan.  

Awalnya tradisi ini hanya dilakukan oleh kelompok nelayan yang bermukim di wilayah pesisir, namun lambat laun tradisi ini berubah menjadi acara besar berskala kota yang diikuti oleh masyarakat umum. Masyarakat antusias mengikuti acara ini dengan harapan juga mendapatkan berkah dari Tuhan melalui doa-doa yang dibacakan selama acara berlangsung.

Sedikit penjelasan mengenai Kota Pasuruan. Pasuruan adalah sebuah kota yang terletak di daerah pesisir utara Jawa Timur. Wilayah pesisir Pasuruan banyak dihuni oleh Suku Madura yang sebagian bekerja sebagai nelayan. Masyarakat Pasuruan kental dengan nilai-nilai Islami yang dipadukan dengan kebudayaan Jawa. Hal ini tak lepas dari peran seorang ulama terkenal bernama KH. Abdul Hamid, yang menjadikan Pasuruan sebagai kota santri.

Saat ini, Petik Laut telah menjadi kegiatan tahunan Kota Pasuruan yang selanjutnya dirayakan untuk memperingati HUT Kota Pasuruan setiap bulan Maret. Kota Pasuruan tahun 2016 ini memasuki usia 330 tahun. Sejarahnya, kata Pasuruan berasal dari “pasuruhan” yaitu pada masa Kerajaan Kalingga ada utusan yang diperintahkan menuju ke daerah timur Pulau Jawa. Sumber lain mengatakan bahwa Pasuruan berasal dari kata “pasar uang” pada waktu zaman penjajahan Belanda. Waktu itu Belanda mengadakan sayembara dengan hadiah banyak uang untuk menangkap Untung Suropati, salah satu pahlawan nasional.

Tahun 2016, acara Petik Laut berlangsung mulai kemarin, tanggal 5 Maret 2016 dilanjutkan dengan acara inti yaitu pelepasan atau pelarungan sesajen yang telah dipersiapkan ke Laut Jawa. Sesajen terdiri dari kepala sapi dan nasi tumpeng beserta lauk-pauknya. Kapal yang digunakan dalam Petik Laut juga dihias sedemikian rupa sehingga terlihat bagus seperti festival pawai perahu hias.

Petik Laut diawali dengan rangkaian acara yang terdiri dari pawai budaya di jalan sekitar pesisir dan pertunjukan seni lainnya seperti pencak silat dan tari-tarian. Seluruh kegiatan ini mempunyai tujuan yang sama yaitu melestarikan budaya daerah dan memperkenalkan budaya daerah kepada masyarakat yang belum tahu, terutama generasi muda. Mengingat generasi muda saat ini sulit untuk diajak mengenal budaya daerah karena sudah terpengaruh oleh budaya asing.

Banyak manfaat yang diperoleh dari adanya acara ini. Dari sisi nelayan sebagai penyelenggara, mereka berkesempatan untuk membersihkan kapal dan perahu yang digunakan untuk acara, dengan begitu secara tidak sadar mereka telah merawat dan membenahi kapalnya jika terjadi kerusakan. Dari sisi masyarakat sebagai pengunjung, hiburan gratis bisa ditonton dalam acara ini, hal ini bisa menjadi sarana rekreasi keluarga untuk menambah kedekatan dan kerukunan di dalamnya.

Dalam pandangan saya, ada suatu nilai filosofis yang terdapat pada acara ini, terlepas dari kaitan hal gaib atau makhluk penunggu Laut Jawa, sesajen yang diberikan bukanlah untuk hal-hal demikian. Jika dinalar secara logika, kepala sapi dibuang ke laut karena tidak memiliki banyak manfaat, namun bagian lain dari sapi yang telah disembelih bisa dinikmati oleh masyarakat dalam acara syukuran. Kemudian mengenai nasi tumpeng, bukan berarti tradisi ini menghambur-hamburkan rezeki, namun sebaliknya dengan nasi tumpeng yang dibuang ke laut diharapkan bisa dimakan oleh ikan sehingga ikan menjadi tumbuh besar dan ditangkap kembali oleh nelayan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Ada proses saling memberi dan saling menguntungkan, yang bisa disebut sebagai simbiosis mutualisme.

Dengan adanya acara Petik Laut, Kota Pasuruan memiliki potensi wisata yang bisa menarik banyak wisatawan. Tinggal bagaimana cara untuk mempromosikan acara kepada masyarakat daerah lain agar mengunjungi Pasuruan untuk menyaksikan Petik Laut. Sebelum itu, pembenahan serta perbaikan pelaksanaan acara mutlak dilakukan oleh pemerintah kota guna menaikkan nilai jual serta kualitas acara. Dengan begitu, penghasilan Kota Pasuruan akan bertambah dalam sektor pariwisata.

Selamat ulang tahun kotaku, jadilah tua dengan penuh kenangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun