Mungkin jika ada salah satu siswa atau alumni IPDN yang membaca judul tulisan ini akan langsung marah dan tidak terima, kemudian saya dipukul rame-rame. Jangan sampai lah seperti ini. Saya kan bukan junior di IPDN yang bebas dan seenaknya disiksa oleh senior layaknya binatang.
IPDN adalah lembaga pendidikan kedinasan tempat pembentukan calon aparatur negara. Keberadaan IPDN memiliki nilai positif jika sistem pendidikannya dijalankan dengan benar, tidak seperti sekarang atau yang lalu-lalu. Bukan bermaksud untuk merendahkan lembaga pendidikan ini, namun kasus kekerasan dalam pembinaan saat pendidikan di IPDN sudah banyak terungkap ke media sehingga image di mata masyarakat menjadi jelek.
Mantan Presiden Susilo bambang Yudhoyono pernah berkata, “Faktor utama yang membuat lulusan IPDN dihormati oleh masyarakat sebagai pemimpin adalah kemampuan yang dimiliki, kewibawaan, dan daya persuasi. Bukan dengan kekuatan yang otoriter, apalagi dengan kekerasan.” Nah berarti, seorang Presiden pun tahu di IPDN terjadi kekerasan dan menyorotinya. Ditaruh mana muka pimpinan IPDN kala itu.
Pendidikan di IPDN yang sarat akan kekerasan pasti bukan karena kenakalan beberapa siswa senior saja, tetapi kekerasan sudah menjadi tradisi turun temurun yang sulit diubah. Bukan hanya kekerasan, bahkan sampai meninggal dunia. Entah karena apa saya tidak akan menjelaskan, namun masyarakat pasti sudah tahu. IPDN bukan melahirkan praja, namun preman adanya.
Di saat isu panas tentang pembubaran IPDN, eh kemarin ada kasus praja IPDN yang memukul taruna Akmil. Beritanya menjadi headline di beberapa media massa. Sungguh keterlaluan memang. Untung saja diselesaikan menggunakan jalan damai, kalau tidak, mungkin besok lulusan Akmil yang sudah aktif di TNI membom IPDN, malah makin susah.
Ya begitulah setidaknya di mata masyarakat secara umum. Sekali lagi saya tidak bermaksud menjatuhkan IPDN, tetapi hanya mengingatkan. IPDN adalah bagian dari institusi pemerintah yang bilamana dipandang jelek oleh masyarakat, maka pemerintah pun juga demikian. Banyak lembaga pendidikan kedinasan yang menghasilkan lulusan berkualitas tanpa adanya kekerasan di saat proses pendidikan. Kekerasan bukan jaminan siswa akan menjadi baik. Selain itu, negara tidak membutuhkan aparatur yang kuat, tetapi cerdas. Cerdas dalam berfikir untuk berbuat sesuatu yang dapat memajukan Bangsa Indonesia.
Sumber gambar: yusufarbi.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H