Mohon tunggu...
Yulia Sujarwo
Yulia Sujarwo Mohon Tunggu... Freelancer - History Enthusiast, host youtube channel @HistoricalInsight

history is my passion

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dari Berkebaya Hingga Plesiran ke Dieng, Momen Lebaran 2023 Paling Khidmat Seumur Hidup

10 Mei 2023   12:55 Diperbarui: 11 Mei 2023   07:19 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Momen lebaran mungkin tidak sama di tiap tahunnya. pasti ada yang berbeda pada masing-masing tahunnya. Jika kebanyakan orang memilih berkumpul dengan keluarga besar, justru pada lebaran 2023 ini saya sedikit menghindar dan lebih fokus untuk nguri-uri budaya leluhur dan mbolang alias plesiran ke Dieng dengan motor bersama seorang kawan baik. Penasaran ceritanya?  Nanti dulu, saya ceritakan satu persatu dulu.

Hari pertama lebaran tentunya berkumpul dengan keluarga karena sudah menjadi kewajiban dan tradisi. Sebagai manusia yang masih belajar menjadi baik, hari pertama setelah sholat Ied bersama dengan  seorang kawan di daerah Pakualaman Yogyakarta, saya langsung  pergi ke rumah keluarga dari Bapak dan Ibu.  Sebagai generasi milenia yang belum menikah, tentu momen ini menjadi ajang "uji nyali" karena pasti mendapatkan pertanyaan yang kadang membuat hati ini resah dan bersedih hati. Kapan nikah? Kenapa nggak nikah? 

Oh, My God! Setiap tahun, saya harus mendapat lontaran pertanyaan itu. Jujur saja, pertanyaan -pertanyaan itu bagi saya bagaikan peluru-peluru kecil dari lontaran senapan yang harus saya terima, tangkis, bahkan  saya mengimajinasikannya seperti saya sedang menggenggam peluru itu dengan erat, meleburkannya menjadi abu, lalu menghempaskannya ke udara sambil tersenyum.

Hidup di Indonesia ini, harap dimaklumi saja, ketika pola keluarga Negeri Timur ini masih konservatif dan mengedepankan ide menikah merupakan tujuan utama hidup dan sebuah problem solver dalam kehidupan. Terkadang, perbedaan prinsip hidup saja tidak mau menerima apalagi masalah yang lain.

Bagi saya, tujuan hidup tidaklah menyoal tentang pernikahan tetapi tentang menjadi manusia yang selalu belajar menjadi baik dan bermanfaat bagi sesama makhluk Tuhan. Jadi ya, saya hanya menjawab "Injih, injih" saja sambil haha-hihi  dan menyantap opor ayam. Sayapun tidak takut menulis pengalaman momen lebaran ini dengan jujur dan dibaca oleh kedua belah pihak keluarga saya . Justru dengan tulisan ini, hati saya menjadi plong karena kejujuran adalah nomor satu bagi saya.

Setelah roaming dan menghabiskan energi untuk berkumpul dengan banyak orang, sayapun langsung tancap gas motor pergi ke rumah seorang teman. Sesampainya di sana, tak lupa  sungkem dengan ibu teman saya ini dan "haha hihi" melepas penat. Di sana, saya malah menemukan momen lebaran yang "hangat" dan lebih ramah. " Family is more than blood. Families are made of those who you welcome in, share "silent unspeakable memories" with, express vulnerability with, work to climb the highs and lows of life with, and who you love with all your heart."

Malam harinya, saya bersama temanku fokus menyiapkan syawalan di Pura Pakualam karena kami mendapat ajakan syawalan esok hari dari salah seorang kawan baik kami. Syawalan ini adalah acara resmi dan tamu wajib memakai dress code  yang sudah ditentukan, yaitu busana Jawa yang anggun (kebaya) dan sanggulan. Nah, tidak hanya itu. Ada sedikit drama tambahan terjadi, singkat ceritanya, badan saya melar  pasca pandemi Covid-19 dan kebaya saya tak ada yang muat. Jadi, saya harus meminjam kebaya dari salah seorang teman yang juga merupakan penari Kraton Yogyakarta. (Buat Mbak Sari kalau baca blog tulisan ini, saya hanya bisa mengucapkan "Maturnuwun, Mbak. You saved my life. Hehehe" )

Keesokan harinya, hari kedua Lebaran. Pagi-pagi sekali kami berdandan ala "ndara putri ", dimulai dari menata rambut menjadi cantik dan anggun. Sanggulannya pun rapi dan bagus banget. Makasi mbak Tutik, "njenengan ancen keren". Make upnya pun sederhana tapi justru itu cantik natural. Make up artisnya pun kakak teman saya itu sendiri. (Mbak Ayu, maturnuwun banget, kamu keren sekali. You made us so beautifull. Next time lagi ya mbak)

Setelah selesai berdandan kami pun menuju Pura Pakualaman dan mengikuti acara syawalan dengan khidmat. Berjalan pelan-pelan ala "Putri Solo". Sungguh momen paling berkesan, kami pun tak henti-hentinya senyam senyum sepanjang acara tersebut sambil motret-motret prosesi acara. Dengan adanya acara syawalan ini, kami pun malah ketagihan ingin berkebaya 

" Wearing traditional clothes is a way of letting the world know who I am without having to say it.  And we are proud of it!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun