Mohon tunggu...
Yulia Sujarwo
Yulia Sujarwo Mohon Tunggu... Freelancer - History Enthusiast, host youtube channel @HistoricalInsight

history is my passion

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

International Conference Sound of Borobudur, Menggaungkan "Borobudur sebagai Pusat Musik Dunia"

2 Juli 2021   12:52 Diperbarui: 2 Juli 2021   14:44 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Music gives a soul to the universe, wings to the mind, flight to the imagination, and life to everything." -- Plato

Halo sobat budaya, siapa sih yang tidak mengenal musik? Pastinya kalian suka musik, walaupun berbeda-beda jenisnya. Tak sedikit juga mereka yang bisa memainkan alat musik dengan indah dan menjiwai begitu dalam. Tahukah kalian, kalau musik itu adalah salah satu bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam elemen kehidupan masyarakat sejak zaman kuno. 

Musik juga menjadi warna-warni tersendiri yang dapat menghipnotis orang yang mendengarkannya dan bahkan mepengaruhi isi hati para penikmatnya. Banyak orang juga mengatakan bahwa musik itu adalah bahasa universal karena dengan musik, semua manusia di seluruh dunia ini bisa saling berkomunikasi hingga menyentuh seluruh kalangan lapisan masyarakat

Ngomong-ngomong tentang musik nih ada event keren banget yang baru saja saya ikuti via daring nih yaitu International Conference Sound of Borobudur.

Wah, dari kata-katanya saja sudah wow banget apalagi acaranya. Jadi begini ceritanya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan Yayasan Padma Sada Svargantara sebagai inisiator Sound of Borobudur Movement dan Kompas Group menggelar Konferensi Internasional Sound of Borobudur  "Music Over  Nations: Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik" di Magelang, Jawa Tengah, dan via daring, pada hari Kamis 26 Juni 2021. Sebelum lebih jauh, saya menceritakan konferensi keren ini, alangkah baiknya kita menengok sebentar sejarah tentang Borobudur terlebih dahulu.

Flyer konferensi. Dok : kemenparekraf
Flyer konferensi. Dok : kemenparekraf
Menurut catatan sejarah, Borobudur itu adalah salah satu warisan nenek moyang kita yang maha kaya akan ilmu pengetahuan. Bisa dibilang, Borobudur ini adalah epic magnificent monument yang telah diwariskan sejak 1300 tahun yang lalu. Borobudur ini juga tercatat sebagai salah satu wonderful Indonesia yang mendapat perhatian khusus dari pemerintah karena menjadi salah satu keajaiban dunia yang menyimpan 1.460 relief. 

Visual panel relief tersebut tak hanya sekedar cerita saja loh tapi juga mengandung penuh makna, tentang ajaran nilai hidup, moral, pengetahuan, agama, sejarah, budaya, kepemimpinan, dan tentunya seni, termasuk seni musik. Jadi pada intinya, korelasinya konferensi internasional ini dengan Borobudur yaitu tentang menggaungkan Borobudur Sebagai Pusat Musik Dunia.

Awal mula Sound Of  Borobudur tercipta berawal dari sekelompok musisi yang mencoba membunyikan catatan peradaban nusantara melalui seni, khususnya musik. Mereka mendapati adanya alat-alat musik di pahatan dalam panel-panel relief candi Borobudur, sedikitnya terpahat 45 jenis alat musik yang sebarannya pada hari ini meliputi 34 provinsi di Indonesia, dan minimal 40-an negara di seluruh dunia. 

Bahkan, mereka menemukan banyak relief yang menggambarkan suatu ansambel musik yang bermain bersama dalam satu panel. Lengkap dan modern, memenuhi segenap persyaratan sebagai musik modern: ada cordophone (alat musik yang bunyinya berasal dari getaran dawai yang dipetik, digesek dan ditekan), ideophone (alat musik yang bunyinya berasal dari alat musik itu sendiri) , membranophone (alat musik yang bunyinya berasal getaran yang terbuat dari kayu atau kulit dengan cara dipukul) dan aerophone (alat musik yang bunyinya berasal dari getaran udara dengan cara ditiup).

Wah hebat bukan? Jadi sejak abad ke 8, leluhur kita ini adalah bangsa yang sudah mengenal komposisi, aransemen, progresi, dan segenap aspek musikal yang cukup modern. Bisa dibilang nenek moyang kita dulu tidak ketinggalan  peradaban khususnya di bidang musik malah bangsa kita ini lebih mendahului bangsa Eropa yang mana menyatakan kemajuan peradaban melalui sistem orkestra pada musik ansambel diabad 14.

Tentang Konferensi

International Conference Sound of Borobudur ini merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan konferensi internasional lima destinasi super prioritas yang akan diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sepanjang bulan Juni--November 2021. 

Kegiatan semacam ini akan diadakan pula di empat destinasi super prioritas yang lain, yaitu Danau Toba, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang. Dengan adanya acara ini juga diharapkan akan dapat menggali potensi pengembangan destinasi-destinasi tersebut sebagai daya tarik wisata dan budaya berkelas dunia.

Konferensi ini bertujuan menemukan rumusan bersama secara ilmiah dan inovatif, terkait bagaimana membangun sebuah gerakan bersama di tingkat dunia untuk menggali serta menghidupkan kembali jejak persaudaraan lintas bangsa yang diwariskan oleh leluhur kita di masa lalu melalui musik, seperti yang telah digambarkan dengan sangat epic dalam pahatan pada relief candi Borobudur.

Konferensi Internasional ini tentu saja dihadiri oleh Bapak Sandiaga Salahuddin Uno selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Dalam pidatonya di acara International Conference Sound Of Borobudur tersebut beliau mengatakan,

"Masyarakat Jawa kuno telah mengenal berbagai macam seni pertunjukan, mulai dari seni drama, tari, sastra, hingga musik. Singkatnya, pada tahun 700--800, seni musik telah melekat pada kegiatan ritual upacara, budaya, dan hiburan masyarakat sebagai media ekspresi, komunikasi, dan diplomasi."

Bapak Sandiaga Uno pun juga mengatakan dengan penuh semangat bahwa saat ini adalah momen yang tepat untuk menggali sumber pengetahuan dari candi Borobudur yang menggaungkan nilai-nilai univeral yang terdapat pada reliefnya. Ternyata, nilai toleransi, menghargai keberagaman, persahabatan antar bangsa telah dijunjung leluhur kita. Kita perlu belajar dari sini. Tegasnya demikian.

Bapak Sandiaga Uno. Dok: pribadi via screenshoot
Bapak Sandiaga Uno. Dok: pribadi via screenshoot
Tak hanya Bapak Sandiaga Uno saja yang membuka International Conference Sound of Borobudur tapi juga ada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang mengikuti konferensi via daring. Beliau berharap agar pentas seni yang mengolaborasikan sejumlah musisi dapat cepat terwujud seperti halnya yang terdapat pada relief-relief candi Borobudur.

"Cerita ini dapat kita angkat menjadi story telling menarik kemudian diceritakan dalam berbagai tulisan, video, televisi, media sosial, yang kelak akan menjadi satu cerita di publik yang menegaskan bahwa sejarah bermusik juga berawal dari Borobudur." Ucapnya.

Sambutan dilanjutkan oleh Purwa Tjaraka selaku Pengampu Utama Yayasan Padma Sada Svargantara. Beliau juga mengatakan bahwa  banyak studi yang membuktikan adanya hubungan yang erat antara tinggi rendahnya peradaban suatu suku bangsa dan kompleksitas musiknya.

Beliau juga mengatakan sudah saatnya fakta peradaban tentang Borobudur ini diperkenalkan sebagai aset bangsa yang tidak hanya membanggakan sebagai klaim, tetapi juga menyiratkan dan memberi pelajaran bahwa bangsa ini dulu berkumpul, bersatu, bermain musik bersama, dan dipastikan punya rasa toleransi antarsuku dan antar-agama.

Salah satu statement yang paling saya sukai dari Purwa Tjaraka dalam International Conference Sound Of  Borobudur tersebut adalah

"Musik tidak memilah-milah suku atau agama. Semua suku bangsa di dunia ini menjadikan musik sebagai kebutuhan hidup yang sudah bersatu dengan jiwa dan raga."

Saya pribadi setuju banget dengan pernyataan Purwa Tjaraka yang satu ini, so far I know, musik juga bisa memberi ketenangan jiwa yang mempengaruhi kesehatan fisik dan tubuh. Musik juga bisa mengurangi stres dan memberi manfaat kesehatan oleh karena itu musik adalah kebutuhan hidup. Banyak sejarahwan bilang juga kalau sejak zaman purbakala, musik sudah dikenal sebagai terapi dan penyembuhan. Rapalan mantra, tarian, tetabuhan dan instrumen -- instrumen musik biasanya dipakai pada masyarakat kuno sebagai bagian dari tata cara pengobatan. Music is absolutely healer.

Acara Inti Konferensi

Konferensi Internasional Sound of Borobudur "Music Over Nations: Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik" dibagi menjadi dua sesi secara hybrid yaitu baik offline dan daring. Sesi Pertama diselenggarakan mulai pukul 9 pagi. Sesi pertama ini bertopik "Merangkai kembali keterhubungan antarbangsa melalui alat musik yang terpahat di relief candi Borobudur".

Narasumber pada sesi ini di antaranya Profesor Emerita Margaret Kartomi AM, FAHA, Dr. Phil, Guru Besar di Sir Zelman Cowen School of Music and Performance, Monash University, Australia. Beliau memaparkan aspek etnomusikologi diharapkan dapat menunjukan jejak sejarah di masa lalu mengenai keterhubungan antar bangsa melalui musik, khususnya terkait dengan relief alat musik di candi Borobudur. 

Pemaparan Profesor Emerita Margaret Kartomi juga menjadi favorit saya karena saya jadi lebih tahu tentang sejarah alat musik Nusantara lebih mendalam. Beliau juga memaparkan bahwa cerita relief  Borobudur adalah dokumen langka yang memberitahu kita tentang berbagai instrumen dimainkan di seluruh wilayah nusantara. Menurut Profesor Emerita Margaret Kartomi, kemungkina besar musik juga dimainkan untuk membersihkan desa atau istana dari roh jahat pada zaman dahulu kala. Masa kini kita lebih  mengenal acara tersebut dengan nama "bersih desa".

Relief. Dok. Prof. Margaret via screensoot
Relief. Dok. Prof. Margaret via screensoot
Selain Profesor Emerita Margaret Kartomi AM, FAHA, Dr. Phil yang mejadi pembicara konferensi internasional sesi pertama itu ada juga Addie MS, beliau sudah terkenal di blantika musik Indonesia dan sang maestro musik ini adalah pendiri Twilite Orchestra, pianis, pencipta lagu, komponis, arranger, dan produser music.

Dalam sesi ini, beliau mengangkat topik "Bagaimana musik dapat dibawa ke posisi strategis sebagai bahasa pemersatu dan analogi perbedaan sebagai kekayaan yang membentuk harmoni.

Relief. Dok: Prof.Margaret via screenshoot
Relief. Dok: Prof.Margaret via screenshoot
Pembicara sesi pertama selanjutnya adalah Tantowi Yahya, Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh untuk Selandia Baru, Samoa, Tonga, Cook Islands, dan Niue serta Duta Besar Keliling untuk Wilayah Pasifik. 

Pada sesi ini,  Tantowi Yahya memberikan pemaparan dari aspek hubungan internasional diharapkan mampu memetakan bagaimana Music over Nations bisa menjadi sarana diplomasi budaya dan alat komunikasi antarbangsa. Statement yang saya sukai dari beliau adalah music is my instrument to diplomacy.

Pada sesi kedua bertopik "Membangun sound destination sebagai destinasi baru, mengimplementasikan Borobudur sebagai sebuah warisan yang harus dikerjakan", hadir sebagai pembicara di antaranya Prof  Dr M Baiquni MA, pakar geografi pembangunan, pendiri Sustainable Tourism Action Research Society dari Univeritas UGM. 

Pembicara kedua yaitu Dr Muhammad Amin SSn MSn MA selaku Direktur Industri Musik, Seni Pertunjukan, dan Penerbitan Kemenparekraf RI. Pembicara ketiga yaitu Moe Chiba dari perwakilan dari UNESCO dan pembicara terakhir yaitu Sulaeman Shehdek dari Visit Indonesia Tourism Officer (VITO) Singapore.

Sesi kedua konferensi internasional tersebut saya juga banyak belajar dari perwakilan UNESO yaitu tentang Suistanable Tourism In Borobudur. Moe Chiba memaparkan jika akan mengadakan festival musik di Borobudur maka ada hal-hal yang harus diperhatikan agar tidak merusak Borobudur itu sendiri yaitu festival musik Borobudur tidak menggunakan infrastruktur berat di sekitar Borobudur, yang kedua yaitu  meningkatkan pemahaman situs heritage yang lebih mendalam dan berkualitas.

Poin ketiga yaitu dapat diakes bagi penyandang disabilitas dan yang keempat adalah dapat memberikan pekerjaan baru bagi masyarakat lokal, jika acara atau panggung musik berada dan tersebar di desa-desa sekitar Candi Borobudur.

Selain narasumber-narasumber yang keren itu, International Conference Sound Of  Borobudur juga menghadirkan pertunjukan musik orkestra yang dimainkan dengan indah dan syahdu oleh sejumlah musisi. Di antaranya Dewa Budjana dan Trie Utami yang berkolaborasi dengan musisi nusantara lainnya (Vicky Sianipar, Ivan Nestor, Samuel Glenn, Moris, dan Nur Kholis) yang memainkan alat-alat musik yang terpahat pada relief Candi Borobudur seperti suling, luthe, ghanta, simbal, cangka, gendang, dan saron.

Hal istimewa yang lain yaitu, Sounds of  Borobudur juga mendapat dukungan partisipasi aktif dari seniman dan musisi dari 10 negara, diantaranya Laos, Vietnam, Filipina, Myanmar, Taiwan, Jepang, China, Amerika, Spanyol, dan Italia.

Kesan saya setelah mengikuti International Conference Sound Of  Borobudur ini, saya mendapat pengetahuan yang sangat bermanfaat sekali dan bahkan saya menonton ulang acara ini di youtube. Buat kalian yang tidak mengikuti konferensi internasional ini bisa menonton di kanal youtube ya.

The last but not least, terima kasih untuk Kemenparekraf, Yayasan Padma Sada Svargantara, dan Kompas Group yang telah menggelar konferensi internasional sekeren ini. Saya juga berterima kasih kepada Kompasiana Jogja yang telah memberikan kesempatan saya untuk mengikuti konferensi ini via daring. Salam Wonderful Indonesia selalu Istimewa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun