Mohon tunggu...
Yulia Sujarwo
Yulia Sujarwo Mohon Tunggu... Freelancer - History Enthusiast, host youtube channel @HistoricalInsight

history is my passion

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyelami Lebih Dalam Makna Simbolis Kaca Patri di Lawang Sewu

27 Februari 2017   10:12 Diperbarui: 1 Maret 2017   20:00 6427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepasang mata redup dan menatap resah

Mimpi-mimpinya hilang begitu saja

Perempuan Belanda  berdiri di sudut ruang

Diam membisu penuh dengan hujatan realita hidupnya

Jiwa cantik itu tertahan dalam kesakitan

Dia hanya bisa menatap kaca patri berharap ada cahaya yang membawanya ke atas

Pertama kali saya mendalami tentang sejarah kolonial Belanda, salah satu perhatian saya tertuju pada bangunan yang megah dan cantik di kota Semarang yaitu Lawang Sewu. Bangunan ini lebih terkenal akan cerita seramnya oleh masyarakat daripada cerita Lawang Sewu itu sendiri di masa lalu. Lawang Sewu ini juga semakin terkenal karena pernah menjadi tempat syuting “uji nyali” salah satu stasiun televisi swasta.

Lawang sewu dinamakan demikian oleh masyarakat setempat karena mempunyai banyak pintu. Nama Lawang Sewu berasal dari bahasa Jawa dengan kata “Lawang” yang berarti pintu dan “Sewu” yang berarti seribu, jadi secara istilah Lawang Sewu berarti Bangunan yang memiliki pintu sebanyak seribu. Namun nama tersebut berbanding lain dengan kenyataannya karena Lawang Sewu tidak mempunyai pintu sebanyak itu.

Bangunan Lawang Sewu ini dulunya merupakan kantor Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Kantor ini dibangun karena berkembangnya jalur jaringan kereta yang sangat pesat kala itu. Kemudian mengakibatkan bertambahnya tenaga teknis dan administrasi yang tidak sedikit seiring berkembangnya administrasi perkantoran. Sebelumnya kantor tersebut berada di Stasiun Semarang. Selain sudah tidak memadai lagi kantornya, dan juga lokasi tersebut kurang sehat karena berada di kawasan rawa-rawa.

Pendirian bangunan baru pun akhirnya segera dilaksanakan kala itu dan NIS mempercayakan rancangan gedung kantor pusat NIS yang baru di Semarang kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Quendag. Mereka berdua merupakan arsitek dari Amsterdam. Seluruh proses perancangan dilakukan di negeri Belanda, kemudian gambar-gambar tersebut dibawa ke Kota Semarang. Pembangunan kantor ini dimulai pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Lokasinya terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.

Salah satu spot menarik di Lawang Sewu ini adalah terletak pada kaca patri di gedung A. Pembuatan kaca patri di gedung ini dibuat oleh seniman kaca asal Belanda bernama J.L. Schouten dari studio seni kaca T. Prinsenhof di kota Delf. Kaca patri ini sampai sekarang selalu menyedot perhatian pengunjung dan para photografer untuk mengambil gambarnya. Jika berkunjung pada pagi hari, kaca patri ini tampak indah lagi karena cahaya yang masuk melalui warna dari lukisan kaca patri ini mempunyai sensasi sendiri. Namun jika berkunjung pada petang dan malam hari maka sudah bermakna lain tentang kaca patri ini. Saya lebih suka menghindari berkunjung ke Lawang Sewu pada malam hari walaupun kelihatan indah namun saya memilih melihat dari luar saja.

Kaca patri ini tidak sekedar kaca patri biasa, namun dibalik keindahannya mengandung banyak sekali maknanya di setiap gambar. Berikut makna detail dari kaca patri Lawang Sewu ini.

Kaca patri sebelah kiri atas melambangkan kemakmuran dan keindahan alam tanah Jawa, kekayaan flora dan fauna serta perpaduan seni budaya barat dan timur yang kesemuanya melindungi perjalanan kereta api. Kemudian kaca patri sebelah kanan atas melambangkan yang berarti tentang kota Semarang dan Batavia pada masa itu yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Belanda.

Seperti yang kita ketahui dan menurut sejarah bahwa tanah Jawa ini sangat subur dan kaya akan flora dan fauna. Inilah yang membuat mereka datang kesini. Kemudian mereka membuat jalur kereta api sebagai sarana transportasi dan logistik. Perlu diketahui di sini, Lawang Sewu juga menjadi saksi perkembangan pesat mengenai jalur kereta api. Sebelumnya Pada tahun 1873 jalur kereta api pertama di Indonesia antara Semarang – Solo – Yogya, termasuk lintasan cabang Kedungjati – Ambarawa. Keseluruhan jalur itu sepanjang 206 kilometer. Sungguh jalur yang panjang kala itu dan merupakan salah satu prestasi kolonial Belanda saat itu. Pada tahun-tahun berikutnya jaringan itu berkembang dengan pesat dan semakin besar. Pada 1893 dibangun lagi jalur Yogya-Brosot, disusul jalur Jogyakarta – Ambarawa lewat Magelang dan Secang. Terakhir dibangun jalur Gundih – Surabaya sepanjang 245 kilometer. Menarik sekali prestasi mereka dalam pembuatan jalur kereta api hingga sampai sekarang kita masih bisa melihat dan memakainya.

Kaca patri bagian tengah atas  menggambarkan Kota Maritim yaitu Batavia dan Semarang, kedua kota yang merupakan bandar – bandar besar, dan sebagai pusat aktifitas maritim untuk mendukung kesejahteraan kota Amsterdam. Hal ini juga kita bisa lihat dari sejarah sebelum kolonial masuk, bandar Semarang tersebut sudah ramai sejak zaman dahulu kalalebih tepatnya sejak zaman Mataram Kuno.

Kaca patri bagian tengah bawah menggambar adanya roda terbang yang mempunyai sayap dan dua orang wanita yang terdapat di kaca patri ini menggambarkan sosok figur Dewi Fortuna dan Dewi Venus. Dewi fortuna yang memberikan keberuntungan dan sosok Dewi Venus, dewi yang digambarkan sebagai perempuan cantik yang penuh rasa cinta dan kasih sayang. Kedua dewi tersebut mempunyai ikatan kepada bumi pertiwi untuk memberikan kejayaaan pada kereta api.

Jika mengamati dan mempelajari ornamen-ornamen atau simbol pada bangunan Belanda ini juga tidak akan habisnya. Tidak hanya Lawang Sewu, beberapa bangunan Belanda seperti bank, kantor pemerintahan pun terselip banyak simbol. Mungkin pemerintah Kolonial Belanda ini amat menyukai bangunan yang mempunyai simbol. Melalui contoh kaca patri ini, jelas terbukti adanya pemberian ciri lokal pada arsitektur kolonial lewat ornamen pada awal abad ke- 20. Ternyata banyak arsitek pada masa kolonial (terutama yang merancang bangunan pada akhir abad ke 19 dan awal abad 20), bekerja sama dengan seniman-seniman (terutama pemahat dan pelukis) kelas dunia pada zamannya.

Gambar detail kaca patri kiri dan kanan atas

ls10-1-1-58b395a93f23bddd0435cf5a.jpg
ls10-1-1-58b395a93f23bddd0435cf5a.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun