Mohon tunggu...
Yulia Hafizah
Yulia Hafizah Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Pegiat Ekonomi Ummat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keteladanan Nabi Ibrahim 'Alaihissalam

1 Juli 2022   08:14 Diperbarui: 1 Juli 2022   08:18 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketiga, beliau adalah tipikal orang yang “being religious” dalam beragama, dan bukan “having religion”. Maksudnya, beliau senantiasa mencari, meneliti, dan kemudian mengevaluasi terhadap keyakinan yang dimilikinya, sampai kemudian diperoleh keyakinan yang benar-benar mantap, dan tidak terbantahkan.

Potret ini dapat dilihat pada Q.S. Al-An’am: 76-78, di mana Nabi Ibrahim digambarkan sedang mencari Tuhannya. Pertama-tama Ibrahim memandang bintang, kemudian bulan, dan seterusnya matahari sebagai Tuhan, tetapi nalar sehatnya menolak semua itu, karena tidak pantas disebut sebagai Tuhan, benda-benda tersebut lenyap sampai waktu yang sudah ditentukan. Namun, pada akhirnya Ibrahim berhasil menemukan Tuhan yang dicarinya sebagaimana disebut pada ayat ke-79 surat Al-An’am dan merupakan bagian dari doa iftitah yang dibaca dalam shalat.  

Meneladani Nabi Ibrahim 'alaihissalam  

Sikap kritis, berpegang teguh pada prinsip, dan senantiasa memeriksa (mengevaluasi) terhadap setiap bagian dari kehidupan yang dijalani adalah di antara ketauladanan dari Nabi Ibrahim yang dapat ditiru. Berkata ahli hikmah: “Hidup yang tidak pernah diperiksa adalah hidup yang tidak layak untuk dijalani.”

Kelebihan manusia atas makhluk lainnya adalah kepemilikannya terhadap akal yang harus terus dipergunakan untuk memeriksa, menilai, dan mengevaluasi setiap fase dari kehidupan, lebih-lebih masalah keberagamaan yang merupakan bagian penting yang sangat mewarnai kehidupan kita.

Pemanfaatan yang optimal terhadap potensi akal untuk mencari kebenaran inilah yang insya-Allâh akan menyelamatkan kita di dunia dan akhirat kelak. Sebaliknya pengabaian terhadap potensi akal sebagaimana dijelaskan oleh Alquran sebagai penyebab dari seseorang menjadi penghuni neraka. Dalam Q.S. Al-Mulk: 10 dinyatakan: “Berkata ahli neraka, sekiranya kami dahulu (ketika di dunia) mendengarkan dan menggunakan akal kami, niscaya kami bukan bagian dari penghuni neraka sa’ir.”

Akhirnya, dengan momentum Dzulhijjah 1443 H ini, seyogianya kita mengingat kembali peran strategis nabi Ibrahim sebagai bapak agama, yang ketaulanannya dapat diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Wassalam    

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun