Mohon tunggu...
Yulia Mbolik
Yulia Mbolik Mohon Tunggu... Jurnalis - Indonesia

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gula Air, Gula Lempeng, "Mutiara Pagar Terselatan Indonesia"

24 September 2019   22:47 Diperbarui: 25 September 2019   15:35 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedikit menengok ke pulau paling selatan di Indonesia, maka kita akan menjumpai satu pulau yang terkenal akan keindahan pantai dan kekayaan sumber daya alam yang patut di perhitungkan yaitu Pulau Rote.

Tempat yang menyimpan sejuta potensi, sumber daya alam yang tiada habis nya jika di bahas, sudah terkenal sekali akan gugusan gelombang air laut nya di seantero pelosok, dan  sering di kunjungi peselancar dunia untuk memacuh adrenalinnya, tetapi mari sedikit menggeser arah pandang dan menaruh sedikit perhatian pada  sebuah potensi alam yang kini mulai terkikis oleh moderenisasi, sangat tidak bijaksana jika dibiarkan begitu saja.

Terutama sumber daya alam nya, yang menjadi mata pencaharian masyarakat jika memasuki musim paceklik, kebanyakan masyarakat sangat memanfaatkan momen ini sebagai tambahan penghasilan mereka. 

Dari awal bulan juli hingga bulan november para lelaki mulai turun ke kawasan ladang mereka, sekitar pukul 05.00 Wita dan mulai menyadap Nira Lontar yang biasa disebut "Tuak", oleh masyarakat Pulau Rote, ketika petang hari mereka akan pergi kembali menggambil air hasil dari sadapan dan membuat sadapan baru lagi untuk kemudian diambil pada pagi nya, jika angin bertiup sangat keras malah semakin membuat air nira semakin banyak dan kualitas nya semakin bagus.

Mengenal Pohon Lontar dan Hasil Pengelolahan

Pohon Lontar atau (Borassus flabellifer) memang sangat banyak di temui pada kawasan Pulau Rote tumbuh subur di tanah tandus pada lingkungan tropis Pulau Rote, rasa yang di hasilkan dari sadapan pohon lontar sangat manis, baunya harum, biasa diolah air nira nya untuk di jadikan sebagai gula air, gula lempeng, atau biasa nya di haluskan sehingga menjadi butiran-butiran seperti pasir yang dinamai dengan gula semut. 

Proses pembuatan nya dengan cara memasak air nira pada tungku-tungku api yang telah di dibuat menggunakan tanah liat, memasak nya juga dibutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 3-4 jam proses pemasakan, dari 4 periuk (tempat memasak air nira) yang dipakai untuk memasak menghasilkan 1 jerigen gula air, sedangkan jika ingin di buat menjadi gula lempeng, setelah dimasak lalu di keringkan agar gula tersebut menjadi padat dan siap dipakai. 

Selain itu bisa dimanfaatkan kembali menjadi cuka atau kecap. Masyarakat pulau Rote sangat menggantungkan hidup nya dengan memproduksi hasil dari sadapan pohon lontar, selain dari hasil sawah. Karena kebanyakan wisatawan baik lokal maupun asing yang setiap kali berkunjung selalu menyempatkan diri untuk membelinya di pasar ibu kota kabupaten maupun pasar mingguan di kecamatan untuk dijadikan buah tangan ketika hendak kembali ke asal mereka masing-masing. 

Harga dari hasil memasak air nira yang di buat menjadi gula air setiap jerigen nya seharga Rp71.000-100.000 tergantung dengan kualitas nya, dan harga gula lempeng biasanya Rp10.000-20.000 per-bungkusan nya. 

Makanya masyarakat Pulau Rote sangat menaruh harapan hidupnya pada hasil dari pemanfaatan pohon lontar, sudah ratusan tahun pula masyarakat Pulau Rote memanfaatkan air nira sebagai minuman pokok, seperti sudah terjadi keterikatan antara gaya hidup para masyarakat mengonsumsi hasil dari sadapan air nira. 

Selain itu masyarakat Pulau Rote memanfaatkan hasil dari pohon lontar untuk dijadikan tempat untuk menaruh sirih pinang, kertas, anyaman untuk di pakai contoh nya topi khas Pulau Rote yang disebut Ti'i Langga, serta alat musik yang telah terkenal baik dalam negeri maupun di luar negeri yaitu Sasando.

Adapun manfaat dari mengonsumsi hasil olahan air nira menurut hasil studi penelitian dari Rosdiati Napitupulu dari Pusat Penelitian Biologi (LIPI), mengatakan nira dari pohon lontar bisa digunakan untuk menghasilkan olahan yang bernilai tinggi seperti etanol, asam asesat, gliserin, dan nata de nira pengganti nata de coco. Karena produk nata yang diolah dari nira lontar, lebih cepat membentuk biomassa di bandingkan dengan yang terbuat dari kelapa.

Selain itu masyarakat Pulau Rote juga memanfaatkan bagian pohon lontar yang di gunakan untuk pengobatan berbagai jenis penyakit, akar nya yang terdiri dari ekstrak akar muda dapat membantu melancarkan air seni serta di pakai untuk obat cacing, air hasil rebusan akar muda (decontion) bisa di pakai untuk mengobati masalah pernapasan.

Buahnya yang telah tua untuk obat kulit (dermatitis), bunga dari pohon lontar yaitu abu mayang (spadix) untuk mengobati orang yang terkena penyakit lever, serta arang yang dihasilkan dari batang pohon lontar sebagai obat sakit gigi, dan bisa juga sebagai obat pembersih mulut, jika di rebus kulit batang nya dan kemudian di tambah dengan sedikit garam. 

Sayangnya semua kini telah berubah, di karenakan para pemuda tidak mau meneruskan pekerjaan yang menurut mereka tidak mengubah apapun, mereka lebih suka merantau ke kota untuk bekerja dan menimbah ilmu, padahal jika di geluti lebih serius, maka dampak nya sangat besar dan dapat mengubah perekonomian masyarakat dan mengubah pandangan semua orang. 

Untuk itu perlu adanya kerja sama antara pemerintah dan para masyarakat guna membangkitkan kembali sentral-sentral pengelolahan dari air sadapan nira, serta melibatkan kerjasama pihak ketiga guna menyukseskan produk unggulan dari hasil bumi di Pulau Rote Pagar Terselatan di Indonesia.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun