"Uhm, Nala. Aku mau minta maaf buat apa yang terjadi setahun lalu. Aku sama sekali nggak bermaksud buat ninggalin kamu. Tapi aku harus ngurusin Ayah dan kerjaanku saat itu lagi sibuk banget. Aku tahu ini terlambat dan nggak mungkin juga buat kita melanjutkan hubungan. Aku dengar kamu juga udah jadian sama tetanggamu."
Nala memandang lama wajah Ken. Wanita itu bisa melihat gurat penuh serius di sana. Nala tahu ia tak bisa membendung lagi isi hatinya. Wanita itu menggeleng dan untuk kali pertama ia menatap lekat wajah lelaki di hadapannya itu.
"Aku udah putus sama Kak Arka. Maksudku, tetanggaku."
Ken membuka mulutnya, tak percaya. Setahunya, Nala pasti akan menjaga hal yang ia anggap berharga. Tapi ini?
"Sebenarnya ini juga salahku, Ken. Aku terlalu egois dan nggak melihat dari sudut pandangmu. Aku harusnya ngertiin kamu," ujar Nala dengan lirih.
Ken meletakkan gelas plastik yang sedari tadi ia pegang di meja, mengabaikan Dwina yang kini membuka acara utama. Lelaki itu melangkah dan mendekati Nala, menatap dalam sepasang mata almond wanita terkasihnya.
"Serius? Aku nggak ngerti itu kabar baik atau buruk. Yang aku tahu, aku masih sayang kamu, Nala. Mungkin kamu pikir aku bohong, tapi selama ini aku selalu hubungin kamu. Berusaha jelasin kenapa aku menghilang."
Nala menangkap pancaran penuh kasih yang bercampur dengan keseriusan dalam wajah Ken. Wanita itu merasakan yang hilang sudah kembali. Namun, masih ada keraguan yang menyelimuti hati Nala. Kalau dulu hubungan mereka sempat kandas, apa masih ada harapan buat mengubah itu semua?
"Sorry, Ken tapi-"
"Aku ngerti, Nal. Pasti kamu belum bisa terima aku lagi. Tapi kita masih bisa kan temenan baik? Ya, syukur kalau nantinya kita bisa nikah."
Nala membulatkan matanya mendengar kalimat terakhir Ken. "Ih, dasar nggak tahu diri. Belum juga aku bilang iya, udah bilang itu aja."