Saya mendapatkan kiriman novel ini dari Kompasianer Mbak Widz  bulan Juli kemarin. Ketika banyak Kompasianer mereview novel ini saya ingin segera pesan. Tapi karena di sebuah event menulis yang diadakan oleh KPB diberitahukan bahwa salah satu  hadiah untuk pemenang adalah mendapat novel ini, maka saya menunggu pengumumannya dulu.
Event KPB saat itu adalah membuat tulisan dengan tema dendam, dan Alhamdulillah saya berhasil menjadi salah satu pemenang lomba tersebut. Â Artinya saya bisa mendapatkan novel Kapak Algojo dan Perawan Vestal ini.
Novel sampai di tangan saya pada tanggal 21 Juli, dan tak sabar saya langsung membuka halaman demi halamannya.
Luar biasa. Itu kesan saya setelah membaca novel ini. Novel yang dibuat secara keroyokan oleh 33 penulis ini mampu mempertahankan ritme cerita yang begitu bagus dari awal hingga akhir. Dalam novel yang digagas oleh komunitas blog Secangkir Kopi Bersama ini karakter penulis seakan melebur jadi satu bersama-sama membangun sebuah konflik cerita yang menarik dengan akhir yang tak terduga. Meski di beberapa bab karakter tersebut masih tampak, tapi bisa tertutup oleh alur cerita yang sangat bagus.
Novel ini bercerita tentang dendam Daeng Marradia atau Craen Mark pada keluarga Segara. Penyebab dendam adalah  Karmila Daeng Macora gadis pujaan sekaligus yang 'digadang-gadang' menjadi perawan Vestal oleh Daeng Marradia, diambil oleh Bayu Daeng Saloko dan dijadikan istrinya. Karmila dan Bayu Saloko adalah orang tua dari Segara.Â
Novel dibuka dengan adegan seorang anak berumur kira- kira empat tahun yang harus melihat kematian bapaknya yang dibunuh dengan sebuah kapak algojo. Tidak hanya itu, ibu dari anak ini diculik oleh si pembunuh.
Sebelum meninggalkan anak kecil ini sang pembunuh berkata bahwa si anak, Segara dibiarkan hidup untuk membalas dendam kelak ketika ia sudah mempunyai kekuatan. Sebuah pembukaan cerita yang sangat mantap sekaligus mengerikan..
Cerita lalu berlanjut dengan masa dewasa Segara, yang dengan dendam membara berusaha mencari sang pembunuh ayah dan penculik ibunya.Â
Dalam perjalanan mencari pembunuh ini Segara mengalami berbagai cerita yang rumit sekaligus menyedihkan yang akhirnya bisa mempertemukan dia dengan ibu dan adiknya.
Perawan Vestal adalah pendeta wanita dari dewi perapian Romawi . Perawan Vestal bertugas menjaga nyala api Dewi Vesta, yang menjaga Roma dari bahaya.
Ada sekitar 4-6 wanita yang bertugas sebagai perawan Vestal ini dan mereka telah mengalami masa pingitan sejak berumur enam sampai tujuh tahun dan harus menjaga kemurnian dirinya hingga 30 tahun ke depan.
Widz Stoop menerangkan perawan Vestal ini dengan mengaitkannya dengan lagu the Whiter Shade of Pale dari Procol Harum. Aih, itu lagu kesukaan saya.
Lalu apa hubungan antara Perawan Vestal, pembunuh, Segara dan  keluarganya? Mengapa mereka terlibat dalam dendam yang tak berkesudahan? Sepertinya membaca novel ini akan terasa lebih mengasyikkan daripada 'diceritani'.
Setting tempat dari Berlin, Paris, Jakarta, Purwosari, Singosari dan Jeneponto membuat novel ini semakin hidup. Apalagi di sana-sini ada sentuhan sejarah. Â Adat dan budaya Makassar yang begitu kental membuat novel ini semakin berisi.
Bagi penggemar novel action, romance dengan sentuhan sejarah dan budaya novel ini sangat recommended.
Akhirnya satu pelajaran penting yang bisa diambil dari novel Kapak Algojo dan Perawan Vestal ini adalah dendam yang tak berkesudahan hanya akan membawa kita pada penderitaan.Â
Ya, seperti sebuah nasehat  bijak yang diungkapkan Korrie ( Karmila) dalam novel ini bahwa dendam ibarat pisau bermata dua. Satu mata akan melukai diri sendiri dan mata lainnya akan menyakiti orang lain.
Semoga bermanfaat dan salam Kompasiana...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H