Hotel ini memang sangat menarik. Nuansa lampau sangat terasa, hingga tak salah jika sejak tahun 2016 hotel ini dimasukkan sebagai cagar budaya oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang.
Syarat sebuah bangunan dapat dijadikan cagar budaya di antaranya memiliki usia lebih dari 50 tahun, masa jaya juga lebih dari 50 tahun dan memiliki nilai sejarah, dan Hotel Pelangi telah memenuhi semua itu.
Hotel yang dibangun pada tahun 1860 ini semula bernama Hotel Lapidoth, sesuai nama pendirinya yaitu Abraham Lapidoth, seorang pengusaha Belanda yang tinggal di Malang.
Lapidoth membangun hotel ini karena melihat prospek yang bagus dari Malang sebagai tempat wisata, dan benar saja di masa itu Hotel Lapidoth ternyata mendapat banyak kunjungan wisatawan.
Seiring berjalannya waktu di tahun 1870 dimana di Indonesia sedang dilakukan tanam paksa, di Malang sedang digalakkan penanaman kopi dan tebu.Â
Malang semakin mendapat banyak kunjungan dari pengusaha dan pekerja, dan nama hotel berubah menjadi Hotel Malang.
Pada tahun 1908 setelah Abraham Lapidoth meninggal, hotel ini berpindah pengelolaannya pada pemerintah Hindia Belanda. Nama hotel berubah menjadi Hotel Palace.
Pada tahun 1942 ketika Jepang menduduki Indonesia, termasuk juga Kota Malang nama hotel berubah lagi menjadi Hotel Asoma.
Tiga tahun kemudian, yaitu tahun 1945 ketika Jepang kalah, hotel kembali beralih nama menjadi Hotel Palace.Â
Di masa agresi militer pertama tahun 1947 ketika Malang dibumi hanguskan, Hotel Palace mengalami imbasnya dan mengalami kerusakan di bagian menara kembarnya.