Ada beberapa jalur dalam PPDB. Ada jalur prestasi baik akademik maupun non akademik, afirmasi, mutasi dan yang paling banyak porsinya adalah jalur zonasi (50%).
Sesuai namanya penerimaan siswa lewat jalur prestasi mempertimbangkan berbagai sertifikat siswa dari hasil lomba (non akademik) maupun prestasi dari nilai rapor (akademik). Sedangkan jalur zonasi yang dilihat adalah murni dari jarak rumah siswa ke sekolah. Dengan kata lain penerimaan siswa lewat jalur zonasi sama sekali tidak memperhatikan nilai siswa.
Nah, inilah yang akan saya bahas dalam tulisan ini. Setelah dilaksanakan selama sekian tahun secara bertahap, PPDB jalur zonasi membawa banyak perubahan.Â
Dampak positifnya semakin banyak masyarakat sekitar sekolah yang bisa diterima, biaya transportasi sekolah yang semakin ringan termasuk juga home visit yang semakin mudah dilakukan sekolah.
Kerja kelompok antar siswa di luar jam sekolah juga lebih mudah dilakukan karena rumah mereka berdekatan
Namun selain hal positif di atas, ada juga hal negatif yang didapat dengan pelaksanaan PPDB zonasi, dan salah satunya adalah menurunnya motivasi siswa untuk belajar.
Bisa dimaklumi. Untuk apa mendapatkan nilai yang tinggi? Bukankah saat PPDB yang dilihat hanya jarak? Bagi siswa yang malas dan kebetulan rumahnya dekat dengan sekolah, sistem ini adalah berkah. Benar, seperti siswa yang saya contohkan di awal tulisan ini.
Kehadiran sistem zonasi merupakan 'musibah' bagi siswa yang pintar, namun tinggal jauh dari sekolah yang diinginkan. Siswa semacam ini biasanya membidik sekolah lewat jalur prestasi akademik, tapi inipun tidak mudah. Di samping prosentase jalur ini tidak begitu besar, persaingan nilai rapor juga berat.Â
Sistem pemberian nilai rapor antara sekolah satu dengan yang lain yang menjadi penyebabnya. Ada sekolah yang 'murah' dalam memberikan nilai, ada pula yang 'mahal'. Dan melihat syarat PPDB jalur akademik yang banyak memperhatikan nilai rapor semester 1-5, ada trend sekolah berlomba-lomba memberikan nilai yang tinggi di rapor.Â