Suasana pasar sudah tak begitu ramai. Matahari semakin tinggi dan tak lama lagi saat Dhuhur akan tiba. Bergegas Pak Amir membersihkan meja dagangannya dan memastikan semua peralatan sudah rapi masuk dalam laci kecilnya.Â
Pak Amir berpamitan pada orang sekitarnya, sesama pedagang di pasar rakyat.
" Ke masjid dhisik ya..," katanya sambil bergegas meninggalkan pasar. Yang lain mengiyakan sambil terus mengerjakan kesibukan mereka.
Ketika azan Dhuhur berkumandang Pak Amir sudah siap di dalam masjid. Seperti jamaah lain, ia menunggu saat sholat Dhuhur berjamaah.Â
Pulang dari masjid waktunya ia beristirahat. Ya, nanti sore murid muridnya mengaji pasti sudah menunggunya di langgar. Dan untuk itu ia harus siap tenaga untuk mengajar anak anak kecil itu membaca firman Allah.
Selepas Maghriban di langgar, Â ganti muridnya dari golongan bapak-bapak yang akan belajar mengaji, biasanya sampai sesudah Isyak.Â
Hingga sesudah Isyak Pak Amirpun pulang. Di rumah istri dan anaknya sudah menunggu kedatangannya untuk bercengkerama bersama.
Di atas adalah kehidupan sehari-hari seorang pedagang juga merangkap ustadz di kampung saya.Â
Tampak begitu sederhana. Tapi bagi saya sangat luar biasa. Betapa tidak? Kehidupan dengan ritme yang 'datar' seperti itu bahkan sudah dijalani puluhan tahun. Mulai dari sebelum menikah hingga mempunyai beberapa cucu.
Kehidupan Pak Amir sangat menarik bagi saya. Mengapa? Betapa kehidupannya terasa demikian ayem. Damai istilah lainnya.
Ketika suatu saat saya tanyakan kenapa Pak Amir kelihatan begitu ayem? Pak Amir hanya tertawa sambil menjawab,"Hidup yang penting seimbang Mbak. Waktunya kerja ya kerja, tapi jangan lupa ibadah pada Tuhan. Dengan kata lain waktunya sholat ya sholat..,"
Membaca tantangan Ramadhan bercerita kali ini tiba-tiba mengingatkan saya pada ritme hidup Pak Amir. Work life balance.Â
Work life balance adalah sebuah istilah yang tidak asing bagi kita semua.
Work life Balance bermakna, kemampuan seseorang menyeimbangkan tanggung jawabnya dalam pekerjaan dengan hal yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.Â
Dalam hidup kemampuan melakukan work life balance amat diperlukan karena dari situlah ketenteraman akan kita dapatkan.Â
Jangan sampai kita terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan sehingga melupakan hubungan kita dengan Allah SWT.
Juga jangan sampai kita terlalu sibuk dengan urusan akhirat sehingga kita mengabaikan dunia.
Keduanya harus seimbang. Islam tidak menginginkan umatnya terlalu tenggelam dalam urusan dunia, tapi Islam juga tidak menghendaki kita mengabaikan dunia dan akhirnya menjadi miskin bahkan membebani orang lain.
Keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat tampak pada hadits: Rasulullah SAW yang artinya :Â
Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni Allah" (Hadits Riwayat Ahmad & Ibnu Asakir )
Hadits ini memberikan pelajaran bahwa penting bagi kita untuk selalu bekerja dan Allah sangat menghargai orang yang bekerja keras untuk mencari nafkah.
Namun jangan lupa bahwa kita harus tetap ingat hubungan kita dengan sang Pencipta. Kepentingan akhirat harus kita perhatikan, karena hakekatnya  manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT, dan diciptakan untuk beribadah.Â
Sebagaimana disebutkan dalam surat Adz-Dzariat ayat 56. Artinya:
 "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku".Â
Ya, dalam Islam keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat harus tetap kita perhatikan, karena di situlah ketenteraman akan kita dapatkan. Seperti contoh kehidupan Pak Amir di atas.
Semoga bermanfaat, Salam Ramadhan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H