Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingnya Kerjasama Berbagai Pihak untuk Menekan Angka Putus Sekolah di Indonesia

6 Mei 2023   20:40 Diperbarui: 6 Mei 2023   20:41 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi home visit guru, sumber gambar: Kemenag Sumatera Selatan

Cerita Tentang Banu

Banu menatap langit langit kamarnya dengan gelisah. Dibiarkan saja HPnya yang bergetar dari tadi. Panggilan ke tiga dari ibu wali kelas, dan ia sungguh tak ingin atau lebih tepatnya tak berani menjawabnya.

Sejak kemarin Bu Ani, wali kelasnya mengirim pesan. Sudah tiga hari Banu tidak masuk tanpa keterangan. Padahal aturannya izin atau sakit harus ada surat. Jika sakit lebih dari dua hari harus ada surat keterangan dokter.

Sakit? Bukan. Badannya sehat-sehat saja. Hanya mungkin kepalanya yang terasa penuh. Betapa tidak, sudah lebih dari satu minggu ibuk sakit . Demam panas menggigil. 

Entah mengapa ibuk sering sakit akhir-akhir ini. Perkiraan semua saudara ibuk kecapekan. Tidak salah juga sih ..
Ibuk pencari nafkah setiap hari sejak bapak pergi entah kemana.

Yang Banu tahu sejak ia kelas 4 SD bapak tidak pernah pulang dan ibuk jadi penyangga ekonomi keluarga mereka. Meski hanya bertiga, tapi rupanya berat menjadi penyangga ekonomi satu-satunya. Buktinya Mbak Tari kakak Banu tidak bisa melanjutkan ke SMA.

 Menjual gorengan itu yang dilakukan ibuk setiap hari. Ibuk berjualan gorengan mulai jam 4 sampai jam 8 malam. Dengan ditemani Mbak Tari tentu saja.

Sebenarnya Banu ingin membantu ibuk , tapi Mbak Tari selalu melarang.

"Tidak usah Banu, biar Mbak saja yang tidak sekolah.. kamu anak laki-laki harus sekolah," kata Mbak Tari. Ya, usia mereka hanya terpaut tiga tahun. Banu sudah duduk di kelas delapan. Berarti seandainya sekolah Mbak Tari sekarang duduk di kelas dua SMA.

Godaan untuk berhenti sekolah dan bekerja membantu ekonomi keluarga demikian kuat. Apalagi setelah Banu diajak Lik No, tetangganya menjadi tukang parkir di sekitar pasar. Banu kian merasakan betapa mudah mencari uang tanpa perlu sekolah tinggi.

Cerita Tentang Dewi

Ilustrasi berkenalan lewat medsos, sumber gambar: Tribun Jateng
Ilustrasi berkenalan lewat medsos, sumber gambar: Tribun Jateng

Dewi menatap layar HPnya dengan gembira. Aha, ada janji lagi untuk bertemu Dion. Dion adalah kenalannya lewat sebuah media sosial. Perkenalan antara keduanya terjadi saat pandemi dan berlanjut hingga sekarang dan ditandai dengan beberapa kali copy darat.

Senang? Tentu saja. Dari beberapa kali copy darat ternyata Dewi tahu bahwa Dion sangat perhatian meski rentang usia mereka demikian jauh. Dewi berada di kelas  sembilan sementara Dion berusia sekitar dua puluhan. 

Dion sangat royal. Suka membelikan Dewi apa saja. Barang barang kecil namun terasa manis. Aksesoris HP, bros ataupun mengisikan paket data buat Dewi. 

Dewi yang berasal dari keluarga biasa saja merasa bahwa kehadiran Dion ibarat malaikat yang bisa memberikan keinginan-keinginannya.

 'Kebaikan' Dion membuat Dewi ingin membalas dengan melakukan apa saja yang penting Dion tidak kecewa. Termasuk berkali-kali mengadakan pertemuan hingga akhirnya membuat sekolahnya terganggu.

Ya,  Dewi akhirnya sering tidak masuk sekolah. Jika di masa daring sekolah bisa dilakukan dengan agak santai, di masa luring tidak lagi. Akibatnya orang tua Dewi sering mendapat teguran atau panggilan dari sekolah  karena anaknya sering tidak masuk sekolah.

Berbagai cara dilakukan orang tua agar Dewi mau kembali sekolah. Namun hasilnya sepertinya nihil. Apalagi teman teman Dewi di dunia maya sangat mendukung hubungan di antara keduanya.

Sampai akhirnya Dewi benar benar tidak mau masuk sekolah, dan bertekad mengejar mimpinya bersama Dion. 

Di atas adalah beberapa cerita tentang penyebab siswa putus sekolah. Betapa beragam masalah yang dihadapi siswa sehingga mereka ingin berhenti saja dari sekolah. 

Ada masalah ekonomi, masalah keluarga juga lingkungan pertemanan yang kurang kondusif sehingga siswa malas untuk melanjutkan sekolah.

Ada berbagai masalah penyebab putus sekolah, sumber gambar: Radar Malang
Ada berbagai masalah penyebab putus sekolah, sumber gambar: Radar Malang

Berbagai masalah yang timbul diperparah dengan pandemi yang membuat terpuruknya ekonomi sebagian besar masyarakat sehingga berdampak pada aspek kehidupan yang lain.

Pandemi juga membuat siswa semakin terbuka dengan dunia maya sehingga semakin rawan masuk dalam lingkungan pertemanan yang kurang baik.

 Glamournya dunia yang dipertontonkan lewat media sosial sering membuat siswa berpikir pendek dan tergoda untuk mendapatkan segala sesuatu secara instant. Akibatnya mereka merasa sekolah adalah hal yang sia-sia. 

Menurut catatan selama penulis mengajar,  sesudah pandemi jumlah siswa yang tergoda untuk putus sekolah mengalami kenaikan dibandingkan sebelum pandemi. 

Sesudah pandemi sekolah harus bekerja ekstra keras menangani siswa bolos sekolah, atau bahkan mogok tidak mau meneruskan sekolah. Wali kelas dan BK terus menangani secara intens anak-anak yang bermasalah seperti ini 

Dalam proses penanganan  tentunya diperlukan kegigihan, kesabaran juga kerjasama yang baik antara sekolah dengan orang tua siswa agar siswa mau kembali ke sekolah.

Seperti halnya masalah Banu di atas, yang dilakukan sekolah adalah melakukan home visit agar keluarga juga ikut memberikan dorongan pada Banu untuk kembali ke sekolah. 

Untungnya rumah Banu lokasinya tidak jauh dari sekolah sehingga home visit bisa dilakukan berkali-kali. 

Home visit dilakukan tidak hanya untuk mengetahui kondisi keluarga Banu, tapi juga lingkungan masyarakat sekitarnya. Betapa ternyata di sekitar Banu juga banyak yang tidak melanjutkan sekolah dan bekerja untuk menolong ekonomi keluarga.

Ilustrasi home visit guru, sumber gambar: Kemenag Sumatera Selatan
Ilustrasi home visit guru, sumber gambar: Kemenag Sumatera Selatan

Home visit yang dilakukan pada akhirnya memberikan hasil yang menggembirakan. Banu yang sudah tidak mau sekolah akhirnya mau mengikuti ujian praktik dan tulis juga menuntaskan segala tugas yang tertinggal hingga akhirnya lulus dari SMP.

Akan halnya Dewi, strategi yang sama dilakukan sekolah. Home visit dilakukan untuk mengetahui kondisi keluarga dan minta dukungan orang tua agar mendorong Dewi supaya segera mau masuk sekolah.

Namun rupanya daya tarik lingkungan pertemanan membuat Dewi tetap enggan masuk sekolah. Usaha orang tua membujuk anaknya masuk sekolah mengalami kebuntuan, dan akhirnya orang tua menyerah. 

Pada titik di mana orang tua menyerah, masalah menjadi semakin tidak jelas. Usaha sekolah untuk menarik Dewi masuk sekolah tidak memberikan hasil yang diinginkan dan akhirnya Dewi tidak mau melanjutkan sekolah.

Upaya terakhir yang di lakukan sekolah adalah mencarikan kejar paket B agar Dewi tetap bisa melanjutkan pendidikannya. 

Dua contoh di atas menunjukkan betapa pentingnya kerjasama pihak sekolah dengan orang tua agar siswa yang 'tergoda' untuk berhenti sekolah bisa kembali bersekolah.

Penting juga bagi orang tua untuk mengetahui lingkungan pertemanan siswa agar mereka tidak tergoda untuk melakukan hal-hal yang tidak baik yang pada akhirnya merugikan masa depan mereka sendiri.

Dari data BPS diketahui bahwa angka putus sekolah di jenjang SMP tercatat sebesar 1,06% pada 2022. Di tahun 2021 angka putus sekolah adalah 0,90%, berarti mengalami  peningkatan 0,16%.

Angka putus sekolah di jenjang SD juga mengalami peningkatan. Di tahun 2021 prosentasenya adalah 0,12% dan di tahun 2022 menjadi 0,13%. 

Tingginya angka putus sekolah menimbulkan banyak masalah sosial di masyarakat, seperti meningkatnya angka kenakalan dan pengangguran yang bisa menjadi pemicu berbagai masalah sosial yang lain.  

Penanganan yang tepat, kesabaran dan ketelatenan, sangat diperlukan agar siswa yang bermasalah tetap bisa meneruskan sekolah. 

 Kerjasama yang baik antara sekolah dan keluarga,  serta kepedulian masyarakat sekitar juga diperlukan dalam menangani masalah ini. Dan yang tak kalah penting adalah hadirnya negara lewat berbagai program yang bisa memberikan kemudahan akses belajar bagi para siswa.  

Siswa belajar di sekolah, sumber gambar: Liputan 6.com
Siswa belajar di sekolah, sumber gambar: Liputan 6.com
Semoga dengan kerjasama berbagai pihak, angka putus sekolah bisa semakin ditekan dan ke depannya anak Indonesia bisa belajar dengan baik sehingga bisa mewujudkan cita-cita dan harapan mereka.

Semoga bermanfaat, dan majulah pendidikan Indonesia.

Salam Edukasi..:)

, 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun