Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mozaik Indah Lebaran

26 April 2023   08:58 Diperbarui: 27 April 2023   10:57 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penumpang semakin ramai, dokumentasi pribadi 

Penumpang lain termasuk saya senyum- senyum mendengar dialog tersebut.
Ya, suasana yang demikian ramai membuat dialog-dialog lucu kadang terucap. Meski sebenarnya dialog tersebut adalah sebuah ungkapan kejengkelan.

Calon penumpang di halte, dokumentasi pribadi 
Calon penumpang di halte, dokumentasi pribadi 

Di halte-halte berikutnya penumpang sudah tak dinaikkan. Lha bagaimana bisa naik ? Lorong bus sudah penuh penumpang. Tampak banyak calon penumpang di halte menunggu dan menyambut kedatangan bus dengan antusias. Namun mereka kembali kecewa ketika bis sudah penuh dan tidak bisa naik.

Ya, hari keempat Idul Fitri bersamaan dengan limpahan arus balik. Cuti lebaran tinggal sehari. Tentunya banyak yang harus kembali ke rumah untuk persiapan aktivitas normal seperti biasanya.

Di Japanan kami segera turun dari bus besar untuk oper bus yang lebih kecil ke arah Mojosari. Kami namakan kendaraan ini bus kuning karena mayoritas berwarna kuning.

Mas pencari penumpang mendekati kami.
"Mau ke mana Mbak?"
"Mojosari,"
"Oke.. Mojosari, bus depan.. siap berangkat!" kata Si Mas bersemangat.

Kami segera naik bus kuning. Dan tak berapa lama buspun melaju menuju Mojosari. Seperti biasa dengan kecepatan tinggi. Kadang kami mengatakan ini bus tercepat di dunia. Jalannya yang begitu kencang sampai membuat kaca  jendelanya berbunyi.

Kira-kira habis Dhuhur kami sampai di Mojosari. Sambil menunggu jemputan adik, kami mampir ke warung rujak tidak jauh dari terminal Mojosari. Ya, setelah berhimpitan di kendaraan ngobrol dengan ibu penjual rujak ternyata mengasyikkan juga.

Ibu penjual rujak, dokumentasi pribadi 
Ibu penjual rujak, dokumentasi pribadi 

"Dibungkus mawon nggih, Buk," kata saya.
"Inggih, pinarak rumiyin..," kata Bu penjual ramah.

Aroma bumbu kacang, petis, cabe, pisang kluthuk yang menguar menimbulkan rasa segar. Dengan cekatan ibu penjual meracikkan pesanan kami.
Dari obrolan kami ternyata beliau sudah lama sekali berjualan rujak. Mulai saat  anaknya berumur dua tahun sampai sekarang beliau sudah bercucu enam.
Wow, pantas.. rujaknya mantap sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun