Suasana jalan tidak begitu ramai pagi itu. Jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh. Berempat kami naik sepeda motor berputar-putar sekitar kota Malang.
Sehari menjelang Ramadhan adik saya dan keluarganya datang ke Malang. Di samping ada agenda mengunjungi teman -temannya, yang tak kalah penting adalah nyekar ke makam ibuk dan bapak.
Kami berboncengan dua-dua. Jalan Kawi yang biasanya dipadati kendaraan tampak sepi. Sepeda motor kami melaju bebas, dan Kajoetangan menjadi tujuan utamanya.
Di dekat jembatan penyeberangan Kajoetangan sepeda motor kami parkir, dan kami berjalan sepanjang trotoar.
Suasana tak begitu ramai. Tentu saja. Hari itu bertepatan dengan hari raya Nyepi dan besoknya awal Ramadhan.
Sepagi itu tentunya masih banyak yang beristirahat di rumah.
Udara terasa begitu segar. Matahari bersinar lembut. Kami berjalan sambil mengamati toko-toko di sepanjang Kajoetangan.
Lama sekali tidak merasakan hawa Kajoetangan bersama adik. Padahal Kajoetangan menyimpan ribuan kenangan bagi kami.
Kami pernah tinggal di daerah Kajoetangan sekitar tahun 1990 selama dua tahun. Jadi daerah daerah kampung Kajoetangan juga toko-toko yang berderet di sepanjang jalan terasa begitu akrab bagi kami.