Setelah pembahasan masalah disiplin tiba-tiba seorang siswa bertanya, "Bu, pacaran itu boleh tidak? "
Saya tersenyum meski sedikit terkejut mendapat pertanyaan tak terduga itu.
"Cieeee.., "
Beberapa siswa spontan tertawa sementara yang lain berbisik-bisik.
Si penanya, sebutlah namanya Deni tidak peduli dengan tanggapan temannya. Ia memandang saya dengan sedikit tersenyum.
"Tergantung bagaimana kamu mengartikan pacaran itu apa, " jawab saya. Agak geli juga rasanya. Anak- anak sekarang begitu terbuka. Tidak malu menanyakan hal-hal yang agak pribadi.
.
"Maksudnya bagaimana Bu? " tanya Deni dengan sorot mata ingin tahu. Saya belum menjawab, tiba-tiba siswa yang lain berkomentar
"Deni sudah punya pacar Bu.., " kata Lana sang ketua kelas yang langsung ditanggapi dengan tawa yang lain.
"Iya Bu.. Kelas sebelah, "
Kelas semakin ramai. Deni tetap tak bergeming dan menunggu jawaban saya. Ah, saya jadi ingat laporan beberapa guru yang mengatakan bahwa Deni sering tidak segera pulang saat bel pulang. Ia selalu pulang lebih lambat dari teman-temannya.
"Maksudnya begini, tergantung kalian mengartikan pacaran itu apa. Kalau sekedar simpati, belajar dan diskusi bareng tanpa melakukan hal-hal yang lain yang melanggar norma Ibu pikir tidak apa-apa, "
"Yang tidak boleh itu jika kalian sampai hanya berdua-dua saja, sampai tidak mau berteman dengan yang lain.., " tambah saya.
"Deni pulangnya sore terus Bu.. , " sahut Wiwin, anak terusil di kelas saya.
"Lho... Aku kan diskusi matematika.., " kilah Deni. Anak-anak tertawa melihat wajah Deni yang memerah.Â
Saya ikut tertawa.
Mendengar alasan yang dipakai adalah matematika, saya langsung bertanya pada anak-anak, "Kalian mau tahu pandangan matematika tentang pacaran?"
Anak anak langsung terkejut." Memang ada pandangan matematika terhadap pacaran? " tanya Wiwin penasaran. Saya tersenyum kecil.