Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ojo Dipikir Marahi Mumet

4 September 2022   18:30 Diperbarui: 4 September 2022   18:33 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Survey dimulai.
"Tempe pinten, Mbak? "
"Halaah, tetap.. Dua ribu, tahu dua ribu limaratus.., " jawab si penjual.
Mbak Menik tersenyum lega. Diraihnya dua tempe dan satu tahu. Perasaan agak beda, pikirnya. Oh ya, irisannya agak kecil. Meski sedikit Mbak Menik bisa merasa. Tapi tak apa-apalah.
Setelah membayar, bergegas ia menuju penjual telor.

"Telor pinten Bu? "
"28.000 sekilo.., " jawab si penjual.
Walah.. Katanya turun.. Masih mahal ternyata.
"Sekilo? " tanya penjual lagi.
"Seperempat saja, " kata Mbak Menik tersenyum.
Penjual ikut tersenyum , sambil mulai menimbang telor.

"Ayam pinten? " tanya Mbak Menik lagi. Kebetulan penjual telor juga berjualan ayam dan aneka bumbu.
"Tiga puluh tiga.."
Penjual menyodorkan telor pada Mbak Menik
"Ayamnya berapa? " tanya si penjual.
"Besok saja, " jawab Mbak Menik tersenyum. Manis..

Tujuan akhir ke pedagang sayur.
"Sop- sopan lima ribu, " kata Mbak Menik sambil menyodorkan uang sepuluh ribuan.
"Yang lima ribu lombok sama tomat, " tambahnya. Ya, apapun lauknya sambel harus ada. Karena itu stok lombok dan tomat tidak boleh kosong di tempat bumbu.

Dengan sigap pedagang sayur memasukkan aneka sayur untuk sop. Kubis, wortel, kentang, buncis, seledri, brambang daun, dan terakhir memasukkan lombok dan tomat.

"Wortelnya kok cuma dua? Biasanya tiga?" protes Mbak Menik.
Pedagang sayur tertawa renyah. Ia sudah mendapat banyak protes pagi ini.
" BBM naik Mbak... Alamat naik semua ini, " katanya sambil memberikan kresek berisi sop- sopan.

"Wah, alamat kalau sudah naik lupa turun ini, " kata pembeli di sebelahnya.
"Lha iya ta.. Semua kalau sudah naik ya sulit turunnya," jawab pedagang sayur.
Pembeli pada tertawa. Mbak Menik juga. Meski agak masam kali ini.

Waduh, sudah tempenya kecil, sayur sopnya sedikit pula, alamat makan juga dikurangi..
Gak apa-apa wes.. yang penting beras jangan ikut naik. Malah susah itu, hibur Mbak Menik pada dirinya sendiri.

"Ya, nasib wong cilik ya.. Manut ae wes..," kata pembeli yang lain lagi.
"Lha gak manut terus mau apa? Gak usah dipikir.. Marahi mumet.., " kata penjual sayur sambil tertawa.
"Iya wes, dijalani bareng saja, " timpal Mbak Menik disambut tawa renyah yang lain. Dengan sigap pembeli yang lain memilih sayuran. 

Mbak Menik menerima kresek dan segera menuju parkiran pasar.

Setelah membayar parkir, mesin dihidupkan, dan Vario mulai berjalan pelan. Angin bertiup perlahan.Hari ini tidak ada acara putar-putar cariangin. Semua harus dihemat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun