Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gusti Allah Iku Sugih, Sebuah Nasihat Kebajikan dari Ibuk

31 Juli 2022   06:59 Diperbarui: 31 Juli 2022   07:26 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: The Asian Parent


Gusti Allah iku sugih. Kata-kata  itu tiba-tiba kembali terngiang dalam benak saya. Ketika membaca tantangan menulis tentang kebajikan di Kompasiana saya langsung ingat dengan nasehat ibuk saya ini.

Sebuah nasehat yang sangat sederhana, namun menggambarkan kepasrahan dan kesabaran yang luar biasa. Pasrah dalam arti menerima hasil apapun dari Sang Kuasa ketika kita sudah berusaha secara maksimal, dan sabar atas apapun yang diberikan Tuhan pada kita karena Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik.Berikut sedikit kisah saya berkaitan dengan nasehat tersebut.

*****

Ketika duduk di bangku SMA kelas 3 tiba-tiba saja kondisi ekonomi keluarga kami memburuk. Betapa tidak? Bapak yang menjadi tulang punggung keluarga tiba- tiba sakit, sementara ibuk adalah ibu rumah tangga yang sesekali membantu bapak saya mengerjakan jahitan.

Otomatis tidak ada pemasukan dalam keluarga sementara kami tiga bersaudara masih duduk di SMA dan SMP. Mulai butuh biaya yang agak banyak.

Sakitnya bapak dalam waktu yang agak lama membuat kami harus putar otak bagaimana cara memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Ibuk lalu mulai usaha menggoreng kerupuk, diplastik lalu dititipkan di warung-warung. Bisa dibayangkan seberapa hasilnya, apalagi kami membuatnya dalam skala kecil karena ketiadaan modal. Warung yang kami titipi pun hanya 4-5 warung.

Begitu inginnya membantu perekonomian keluarga sayapun memberanikan diri menerima les matematika untuk anak SD.
Les matematika? Mula-mula seperti itu niatnya. Tapi ternyata yang dipelajari saat les adalah semua mapel. Bahkan termasuk bahasa daerah, kesenian, juga teori penjas . Tak apalah, asal ada uang masuk pikir saya.

Mulailah saya setiap sore mengajar anak-anak kecil di rumah. Ada yang mengerjakan PR bahkan ada pula yang masih belajar membaca. Malam hari masih ada satu dua anak ke rumah untuk mengerjakan PR yang dirasa sulit.

Harapan mulai timbul. Diam-diam saya menghitung, kalau yang les 8-10 anak, pemasukan saya sekian, buat ibuk sekian dan buat sangu sekolah sekian.
Ah, rasanya mulai optimis menatap hari-hari ke depan. Bapak juga terlihat senang melihat semangat saya.

Sejak saya memberi les, memang suasana rumah jadinya agak ramai, tapi saya senang karena bapak, ibuk dan saudara saya tidak keberatan. Dan yang penting saya harus pandai pandai membagi waktu karena saya juga masih sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun