Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Artikel Utama

Ketika Kota Kami Ditinggal Mudik

1 Mei 2022   17:22 Diperbarui: 2 Mei 2022   07:03 2907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menuju Simpang Balapan (Dokumentasi pribadi)

Seperti halnya Jalan Ijen dan Simpang Balapan, Jalan Semeru juga tak banyak dilalui kendaraan.  Padahal dalam kesehariannya jalan ini tak pernah sepi dari kendaraan pribadi maupun umum.  

Sampai di Jalan Kahuripan tiba-tiba saya ingin mampir ke Pasar Bunga. Sepeda saya belokkan ke kanan, akhirnya sampai di Pasar Bunga.  

Pasar Bunga (Dokumentasi pribadi)
Pasar Bunga (Dokumentasi pribadi)
Suasana Pasar Bunga tidak seramai biasanya.  Hanya beberapa orang yang tampak membeli bunga.  Bisa jadi mereka yang tidak punya acara mudik seperti saya.

Saya berhenti di sebuah kios bunga,  memilih beberapa dan pot yang rencananya akan saya letakkan di depan rumah.  Bunga pinka kata mbak yang menjual.  Cantik, sesuai dengan warnanya yang pink menyala.

Mbak penjual bunga (Dokumentasi pribadi)
Mbak penjual bunga (Dokumentasi pribadi)

"Ibu tidak mudik?" tanya Mbak Penjual Bunga.
"Besok Mbak, mudiknya, ke Kayutangan."

Si Mbak tertawa ramah. 

"Saya juga tidak mudik Bu," katanya sambil menyerahkan tas kresek besar berisikan bunga dan pot.

Dari Pasar Bunga saya langsung pulang lewat jalan yang lain. Tak ubahnya jalan yang tadi saya lalui,  di Jalan Arjuno, Kelud dan Kawi juga tak banyak pengendara.  

Rupanya kondisi pandemi yang sudah semakin teratasi membuat orang sudah tidak ragu untuk melakukan tradisi mudik kembali. 

Bisa dimaklumi,  sudah dua tahun ada larangan mudik.  Tentunya pelonggaran terhadap aturan mudik adalah kesempatan yang akan digunakan sebaik-baiknya bagi para pemudik untuk bertemu kembali dengan keluarga tercinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun