Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kenangan Mendapat "Cubitan Mesra" dari Bu Guru

7 Desember 2021   13:36 Diperbarui: 7 Desember 2021   15:13 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi belajar nembang, Sumber gambar: Rahasiabelajar.com

Masa sekolah selalu menyimpan banyak cerita, dengan gayanya sendiri bapak dan ibu guru berusaha menanamkan karakter baik pada diri siswa. Seperti guru Bahasa Daerah saya ketika saya masih duduk di bangku SMP.

*****

Jarum jala sela lancip ing samodra
Nyoba ngarang basa Jawa
Para siswa raja putra Lesanpura
Ingkang setya ambeg arja...   

                                                  ( Buku Pelajaran Bahasa Daerah Untuk SMP)

Dengan penuh semangat kami mengikuti arahan ibu guru Bahasa Daerah. Ya, hari itu kami belajar nembang bersama. Beberapa kali bu guru membetulkan nada kami yang kurang pas. Belajar tembang Jawa ternyata berbeda dengan lagu biasa. Nada nadanya terasa agak sulit bagi kami, meskipun pada akhirnya dalam waktu dua jam pelajaran kami bisa menguasainya.

Bel pulang berbunyi menunjukkan saat pelajaran Bahasa Daerah sudah habis. Bu guru tersenyum puas demikian juga kami.
"Pinter kabeh, minggu ngarep nembang siji-siji, " kata beliau.
Waduh...., senyum kami langsung lenyap. Kecuali untuk teman-teman yang suaranya bagus dan suka menyanyi tentunya.

Saat SMP satu guru saya yang sangat berkesan di hati adalah guru mata pelajaran Bahasa Daerah. Namanya Bu Kenes. Dalam bahasa Jawa kenes berarti lincah. Sesuai dengan namanya orangnya agak rame dan kalau mengajar suasana kelas menjadi semarak.

Selain mengajar bahasa Daerah Bu Kenes juga pengampu seni suara. Suara beliau begitu bagus dan tinggi. Karena itu jika di bahasa daerah ada materi tembang kami selalu diajak nembang bersama-sama.

Wayang, Sumber gambar: Mediaindonesia.com
Wayang, Sumber gambar: Mediaindonesia.com
Kelebihan lain dari Bu Kenes adalah bercerita. Baik cerita dongeng atau wayang. Jago pokoknya. Di sela-sela. cerita selalu ada improvisasi dialog-dialog lucu antar pelakunya. Padahal kami tahu itu rekaan beliau. Tapi Bu Kenes bisa membuat cerita itu terasa hidup dan kami terpingkal pingkal dibuatnya.

Di sisi lain meskipun lucu Bu Kenes adalah orang yang sangat disiplin. Nah.. Ini yang membuat pelajaran bahasa daerah menjadi menyenangkan sekaligus menegangkan. Sebuah perpaduan yang aneh tapi kami sangat menikmatinya.

Setiap masuk kelas kami harus berbaris. Barisnya harus bener. Bu Kenes menunggu di depan pintu kelas sambil menatap ke arah kami. Tanpa senyum. Ya, senyumnya nanti di dalam kelas saja.

Begitu masuk dan memberi salam, kami diminta meletakkan tangan di meja. Periksa kuku!

Ya ampun, periksa kuku seperti anak TK saja, pikir kami. Padahal kami sudah duduk di kelas tiga SMP waktu itu.

Jika kuku pendek dan bersih, kami akan 'selamat'. Tapi jika tampak kotor atau sedikit panjang, sebuah cubitan akan langsung dihadiahkan pada kami. Atau kuku kami akan dipotong dengan menggunakan gunting kecil tapi dalam posisi melintang. Duh, mau tak mau sampai di rumah kuku harus dipotong.

"Saya tidak mau murid saya cantik-cantik atau ganteng ganteng tapi cacingan.., " begitu alasan beliau dengan kegiatan periksa kuku ini.

Satu hal lain yang menjadi kebiasaan Bu Kenes adalah memeriksa tanda tangan orang tua setiap akhir bab menjelang ulangan. Jadi sambil memeriksa kelengkapan catatan beliau mengecek apakah orang tua kami juga terlibat dengan pembelajaran di sekolah.

Nah, saya punya pengalaman yang tak terlupakan di sini.
Karena saya menganggap kegiatan tanda tangan orang tua ini tidak penting penting amat, saya selalu memalsukan tanda tangan ibuk (duh..)


Sebenarnya ibuk bisa tanda tangan, namun ketika mau minta tanda tangan ibuk selalu masih asyik memasak atau mencuci piring. Oh ya saat itu saya masuk siang.

Akhirnya saya meniru apa yang dilakukan beberapa teman yaitu memalsukan ttd orang tua.

Beberapa kali saya selamat dalam artian Bu Kenes percaya bahwa itu tanda tangan orang tua saya.

Sesudah tiga bab berlalu, tiba-tiba ada bisikan kecil dalam hati saya. Masa sih saya harus bohong terus? Apapun alasannya memalsukan tanda tangan adalah perbuatan yang tidak benar. Ah, saya harus berubah, pikir saya.

Siang itu sebelum berangkat sekolah saya minta ttd pada ibuk sambil menyodorkan buku catatan bahasa daerah. Ibuk yang sedang mencuci piring segera mengelap tangan dan meraih bolpoin.
"Di sini, Nduk? " tanya ibuk sambil menunjuk tempat kosong.
Saya mengangguk.
"Tulisanmu apik ya.., " komentar ibuk. Mungkin karena tangan ibuk masih berair pas tanda tangan tiba-tiba bolpoin terjatuh dan menimbulkan sedikit coretan di buku.
"Wah.. Kecoret, " kata ibuk merasa bersalah.
"Tak apa Buk, cuma sedikit, " kata saya.
Sesudah ditandatangani buku segera masuk tas, salim dan berangkat sekolah.

Jam terakhir saat pelajaran Bahasa Daerah buku catatan sudah kami siapkan di meja. Bu Kenes sudah siap untuk berkeliling. Saya begitu yakin tidak ada masalah dengan catatan saya. Ttd ibuk sudah tertera manis di sana.

Bu Kenes melihat buku saya agak lama. Ah, mungkin beliau mau memuji tulisan saya yang bagus seperti ibuk tadi, pikir saya. Namun siapa sangka, tiba tiba sebuah cubitan mesra mendarat di tangan saya.

Cekiiiit.
"Ini tanda tanganmu sendiri ya..., biasa.. memalsukan tanda tangan orang tua.., " kata Bu Kenes sambil menunjuk coretan yang ada di tanda tangan ibuk.

Saya gemetar dan tak bisa menjawab. Hiks.. Cubitan mesra itu bukan hanya terasa di tangan saya, tapi cukup membuka hati dan kesadaran saya. Gara-gara terlalu banyak bohong, saat benar-benar jujurpun orang lain tak percaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun