Matahari bersinar redup . Beberapa hari ini kota Malang senantiasa dipayungi mendung. Mobil grab yang kami tumpangi tiba di sebuah gang. Tampak terpal biru terpasang di depan rumah tak jauh dari pintu masuk gang.
Kami terus berjalan. Ya, rombongan kami berempat termasuk yang paling akhir takziyah hari ini.
Suasana duka langsung terasa. Beberapa pelayat membawa baki berisi beras dengan tutup taplak kecil atau tas kresek berisi sembako datang dan pergi. Empunya rumah yang sedang berduka menyambut kedatangan kami dengan mata sembab.Kehilangan orang tercinta di usia yang demikian muda adalah sebuah pukulan berat. Apalagi dengan seorang anak kecil dan bayi yang masih dalam kandungan.
Lidah kami terasa begitu kelu melihat air mata teman yang tak henti menetes. Dengan terbata- bata ia bercerita betapa tiba-tiba saja suaminya divonis kanker dan langsung stadium lanjut. Padahal selama ini gaya hidup sehat dilakukan. Olah raga rajin, junk food juga tidak pernah. Tapi kematian selalu punya jalan untuk menjemput siapapun yang sudah tiba masanya.
Oh, betapa tidak berdayanya manusia. Jika Sang Khalik sudah menghendaki, badan yang sehat, usia yang begitu muda bukan halangan. Kematian tidak perlu menunggu tua, karena yang muda juga banyak yang mati. Kematian datang karena memang dia sudah saatnya datang. Kemanapun kita bersembunyi, jika kematian itu sudah saatnya menghampiri tak seorangpun bisa melarikan diri.
"Di mana saja kamu berada, kematian pasti akan menghampirimu, meski kamu berlindung di dalam sebuah benteng yang sangat tinggi dan kukuh." - (Q.S An-Nisa': 78).
Kematian adalah sebuah nasehat yang diam. Tanpa banyak kata ia mengungkapkan hakekat perjalanan hidup manusia bahwa kita pasti akan ke sana. Betapa hari demi hari berlalu dan tak terasa kita sedang berjalan mendekatinya.Lewat diamnya kematian membuka mata hati kita bahwa sebenarnya kita tak punya apa apa.
Jika saatnya tiba, semua yang kita cintai harus kita tinggalkan. Sesimpel itu. Bahkan semua kesibukan dan urusan kita. Kematian tak pernah mempedulikan semua itu.
Di sela tangisnya beberapa kali teman kami mengelus perutnya seolah menghibur bayi yang menggeliat di dalamnya. Kami memandang dalam diam. Kata-kata kami seolah habis. Ya, dalam kondisi semacam ini kata-kata tiba-tiba tak punya banyak makna.
Kini hanya iman yang bicara bahwa Tuhan sedang mengatur perjalanan hidup manusia dengan sepenuh kuasa dan kasih sayang Nya.
Sebuah catatan takziyah hari ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H