Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

[RTC] Sebuah Ingatan tentang Bapak

10 November 2021   17:44 Diperbarui: 10 November 2021   18:46 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak, Sumber gambar: Instagram effendyyusa

Bapak tersenyum melihatku belajar menulis di sebelah mesin jahitnya. Duduk di sebelah bapak yang sedang menjahit sambil bertanya tentang apa saja adalah hal yang paling kusuka. Mungkin karena aku anak perempuan Bapak satu satunya.

"Pak, apa bedanya bumi dan dunia?" tanyaku suatu saat. Ketika itu aku masih duduk di kelas dua SD. Ketika itu Ibu guru di sekolah menunjukkan sebuah globe. Bu guru kadang menyebut globe itu dengan bumi, kadang bola dunia.

Bapak tertawa. Mungkin bapak mengalami kesulitan bagaimana cara menjelaskan sesuai dengan alur berpikir anak kecil.
"Kok angel ya Nduk..? "kata bapak sambil mengelus kepalaku.

Semenjak itu tiap kali aku duduk menemani papak menjahit , bapak selalu memintaku membuat karangan di sebuah buku tulis. Mungkin supaya aku tidak terlalu banyak bertanya.
"Membuat cerita tentang apa, Pak? " tanyaku.
"Apa saja, kamu kan sering baca Bobo? " kata bapak lagi.

Akupun mulai menulis. Tentang apa saja, dan kebanyakan adalah dongeng. Aku selalu bersemangat melakukan tugas dari bapak. Melihat bapak tersenyum adalah kebahagiaan tersendiri bagiku.

Sore hari menjelang maghrib ketika acara bermain di lapangan bersama teman-teman sudah selesai, tiba saatnya bagiku membantu bapak membereskan jahitan. Biasanya bapak memintaku memasang kancing, membersihkan sisa sisa benang di jahitan, menjahit dengan tangan dan pekerjaan ringan lainnya.

Sambil menyelesaikan jahitan kami ngobrol dan mendengarkan lagu dari tape recorder. Ada instrumen lembut dari Richard Clayderman, Paul Mauriat atau Jean Claude Borelly yang mengalun di antara kami. Dan ternyata alunan musik itu selalu membuat kenangan yang manis di antara kami. Bahkan saat bepergian kemanapun jika ada instrumen itu pasti hatiku berbisik.., "Ah Bapak.., "

Menjelang naik kelas 3 SD bapak agak khawatir karena badanku yang cenderung gemuk. Bapak berinisiatif mengikutkan aku kursus menari Bali. Mengapa tari Bali? Karena kebetulan di sebelah rumah ada pendatang yang juga guru tari Bali.

Hari-hariku mulai diisi dengan latihan tari dan tari. Mula-mula peserta kursus lumayan banyak, tapi lama-kelamaan habis tinggal aku sendiri. Bapak benar-benar tidak mengizinkan aku keluar kursus.
"Latihan yang bener, " pesan bapak sungguh-sungguh.

Tiap hari ada jam khusus latihan menari sendiri kira-kira satu jam. Wajib itu, jika tidak bapak pasti menunggu dengan sabar sampai aku mau menari.

Ketika semakin mahir, aku mulai sering diajak pentas oleh guru tariku. Gembira sekali rasanya. Apalagi melihat tatapan bangga bapak padaku.

Menari Bali, Sumber gambar: Mantabz
Menari Bali, Sumber gambar: Mantabz
Jika ada acara pentas bapak paling ribet. Mencari sewa baju tari sampai mencari bunga kamboja ke makam-makam untuk hiasan rambut.

Dengan bekal sering menari aku mulai berani tampil di depan umum dalam berbagai acara. Bahkan saat upacara di sekolah, menjadi petugas upacara sudah menjadi hal yang biasa.


Bapak selalu menyemangatiku dalam menari maupun belajar. Bahkan untuk memperdalam matematika, sejarah dan bahasa. Bapak selalu memberi nasehat bahwa kita harus sungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu.

Nasehat itu kami terapkan sungguh-sungguh. Jika aku asyik berkutat dengan matematika, adikku mengikuti jejak bapak dengan kuliah di seni rupa dan menjadi pelukis sampai saat ini.

Bapak adalah sosok pahlawan bagi kami. Dari Bapak kami belajar banyak. Tentang kesabaran, kegigihan juga kelembutan. Kesabaran bapak selalu menginspirasiku hingga saat ini. Bapak menunjukkan betapa besar peran orang tua dalam mendorong kemajuan putra putrinya.

Ketika aku membuat tulisan ini gending tari Bali berkumandang. Tiba-tiba terbayang dalam benakku anak kecil menari dengan kipas diputar-putar. Matanya nyeledet ke kanan dan ke kiri dengan senyum bahagia. Ya, ia begitu bahagia karena ada bapaknya yang menatap dengan penuh rasa bangga di antara para penonton.

Semoga Bapak tenang dan bahagia di sana.

Arti kata:
Nyeledet : melirik
Angel : sulit

Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Rumah Pena Inspirasi Sahabat untuk memperingati Hari Pahlawan tahun 2021

Sumber gambar: Rumah Pena Inspirasi Sahabat
Sumber gambar: Rumah Pena Inspirasi Sahabat
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun