Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pentingnya Mendeteksi Masalah Siswa Sebelum Melaksanakan Pembelajaran

15 Juli 2021   19:09 Diperbarui: 18 Juli 2021   08:33 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa belajar didampingi orang tua | Sumber: shutterstock via biz.kompas.com


Sore itu sebuah pesan WhatsApp dari siswa masuk di HP saya. 

"Assalamualaikum bu, saya Nina kelas 9.2. Mohon maaf saya besok tidak bisa mengikuti Zoom karena HP saya masih diservis."

"Waalaikumsalam wr wb. Lha ini HP siapa?" Tanya saya.

"HP ayah saya, HP lama bu. Tidak bisa dipakai untuk Zoom," jawab Nina.

Nina adalah siswa yang baru naik kelas 9 dan kebetulan saya wali kelasnya.

Dalam kegiatan awal tahun pelajaran di era pandemi ini, tiap wali kelas diminta untuk mengadakan pembelajaran via Zoom dengan para siswanya supaya bisa lebih saling mengenal.

Begitu mendapatkan pesan tersebut, saya segera menghubungi BK dan wali kelas Nina saat kelas 8 untuk mendapatkan data tentang Nina.

BK menyampaikan bahwa Nina adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Ibunya di rumah, sementara ayahnya berjualan ikan di pasar. Jumlah HP di rumah ada dua; milik Nina dan ayahnya. 

Wali kelas 8 menyampaikan bahwa di tahun pelajaran kemarin Nina sering izin tidak ikut pembelajaran karena HP-nya rusak. HP ayahnya tidak support untuk mengikuti pembelajaran sekolah.

Berbeda dengan Nina, Rania dan Desta mempunya masalah sendiri.

Rania adalah anak sulung dari dua bersaudara. Adiknya masih duduk di SD, sementara Rania kelas 9. Dalam mengikuti pembelajaran Rania sering terlambat bahkan tidak masuk. 

Setelah ditanya apa yang membuatnya seperti itu, ternyata di rumah Rania ada dua HP, yang satu dipegang ibunya untuk berjualan online dan satunya dipegang ayah Rania untuk ojek online. Lalu, kapan Rania belajar? Menunggu ibunya beres dengan orderan atau ayahnya pas pulang. Itupun harus gantian perangkat dengan adiknya. 

Dalam keseharian, adiknya justru yang lebih banyak mengalah pada Rania karena adiknya lebih cerdas. Hanya diberi sedikit petunjuk, adiknya sudah bisa belajar sendiri. Berbeda dengan Rania yang memang tergolong anak yang lambat belajar.

Bagaimana dengan Desta? Meski ia rajin mengikuti pembelajaran daring, tapi tugas jarang dikumpulkan. Mengapa? Sesudah dilakukan wawancara, ternyata Desta kesulitan dalam memahami materi bilangan pecahan.

Bagaimana tidak sulit, dalam melakukan operasi hitung bilangan bulat saja, ia masih mengalami kesulitan.

Gambaran di atas adalah beberapa contoh masalahyang timbul dalam pembelajaran daring. Dan masalah-masalah tersebut biasanya tampak setelah beberapa minggu bahkan sekian bulan setelah pembelajaran.

Masalah baru tampak ketika nilai tugas mulai banyak yang kosong. Guru mapel lapor pada wali kelas, wali kelas melapor pada BK. Baru Wali kelas dan BK melakukan investigasi untuk mengetahui duduk masalahnya.

Masalah dalam pembelajaran selalu mucul. Betapa tidak, di samping mempunyai kemampuan yang berbeda, siswa pun datang dari latar belakang keluarga yang berbeda kondisi sosial ekonominya. Dan hal ini sangat berpengaruh pada proses belajar siswa di dalam kelas.

Jika masalah seperti ini terlambat diatasi, dikhawatirkan siswa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran karena berbagai kendala akan merasa semakin terpuruk, mempunyai tugas yang menumpuk, dan akhirnya semakin malas untuk sekolah. Sehingga akan terpikir "untuk apa sekolah, jika tiap hari hanya ditagih tugas, tugas dan tugas".

Ilustrasi malas mengikuti pembelajaran | Sumber gambar: The Asian Parent
Ilustrasi malas mengikuti pembelajaran | Sumber gambar: The Asian Parent

Seandainya masalah sudah dideteksi sejak awal, siswa masih bisa diselamatkan. Entah dengan pendekatan atau memberikan perlakuan khusus. 

Pendekatan bisa dilakukan dengan mengajak bicara orang tua tentang masalah yang dihadapi siswa. Sedangkan perlakuan khusus bisa diberikan pada siswa yang terkendala oleh perangkat yang menyebabkan mereka tidak bisa mengikuti pembelajaran.

Ada bermacam cara sekolah memberikan perlakuan khusus ini. Di masa sebelum PPKM, sekolah saya meminta siswa yang tidak punya perangkat untuk datang ke sekolah agar dipinjami tab, dan di akhir pelajaran tab tersebut dikembalikan lagi ke perpustakaan.

Namun sejak PPKM ini, karena mendatangkan siswa ke sekolah sangat berisiko. Maka, pemberian modul yang dicetak bisa menjadi alternatif penyelesaian.

Bagaimana cara melakukan deteksi awal masalah siswa agar mereka lancar dalam mengikuti pembelajaran? 

Dengan melakukan asesmen diagnostik. Sesuai namanya, asesmen ini bertujuan untuk mendiagnosa permasalahan siswa, baik masalah non kognitif maupun kognitif, dan mencarikan solusinya.

Dalam contoh di atas, masalah yang dihadapi Nina dan Rania adalah masalah non kognitif, sedangkan masalah Desta adalah masalah kognitif.

Masalah non kognitif banyak berkaitan dengan kondisi siswa dan keluarganya. Bagaimana keadaan keluarganya, bagaimana kondisi rumahnya, apakah dia punya perangkat untuk mengikuti pembelajaran, apakah ada pendamping saat belajar, bagaimana perasaannya di masa pandemi ini, apakah yang menjadi harapannya di masa pandemi ini.

Mengetahui masalah non kognitif bisa dengan cara meminta siswa membuat tulisan singkat tentang dirinya, atau bisa juga guru membuat daftar pertanyaan lewat google form yang kemudian hasilnya dianalisis sekolah.

Masalah kognitif berkaitan dengan materi yang akan diajarkan. Contoh, ketika saya akan mengajarkan materi operasi bilangan pecahan. Saya akan mengecek kemampuan awal siswa saya dengan materi sebelumnya, yaitu bilangan bulat dengan memberikan tes.

Jika hasil tes bagus dengan rata-rata di atas KKM, materi bilangan pecahan akan saya lanjutkan. Dengan catatan siswa yang mendapat nilai di bawah KKM akan mendapat perhatian khusus.

Tapi jika nilai rata-rata kelas di bawah KKM, maka saya harus mundur dulu mengajak siswa belajar materi bilangan bulat sampai paham.

Asesmen diagnostik sebaiknya dilakukan secara berkala karena masalah yang terjadi pada siswa akan terus mengalami perubahan.

Bisa jadi siswa sudah bisa mengatasi masalahnya yang dulu, bisa jadi pula belum. Dan siswa yang bermasalah harus terus dipantau oleh pihak sekolah.

Tetap semangat bersekolah | Sumber gambar: Primaindisoft
Tetap semangat bersekolah | Sumber gambar: Primaindisoft
Betapa pentingnya melakukan asesmen diagnostik sebelum pembelajaran, lebih-lebih di masa pandemi ini. 

Jika sejak awal masalah pada siswa diketahui, maka penanganan dari pihak sekolah bisa cepat pula dilaksanakan. Namun jika lambat, dikhawatirkan siswa merasa frustrasi karena merasa bodoh, diabaikan, tidak bisa mengikuti pelajaran dan akhirnya semakin malas untuk masuk sekolah. 

Jangan sampai pandemi ini menjadi halangan bagi siswa untuk tetap bersemangat dalam belajar.

Sekian
Salam edukasi
Referensi:

  1. Buku-saku-Asesmen-Kognitif-Berkala, Kemdikbud
  2. https://youtu.be/FfrCCXoJJHU

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun