Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Artikel Utama

Ketika Saya "Dipaksa" Belajar Kimia

30 Juni 2021   21:54 Diperbarui: 2 Juli 2021   03:00 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak seperti siswa sekarang yang mendapatkan pelajaran kimia sejak SMP (masuk dalam IPA), saya mendapatkan pelajaran kimia sejak kelas satu SMA.

Saat pertama kali mendapat pelajaran ini rasanya benar-benar "wah". Mengenal nama-nama unsur atau senyawa kimia sesuatu sekali rasanya.

Kalau biasanya kami mengatakan air, sekarang H2O, asam sulfat menjadi H2SO4, asam lambung menjadi HCl. Pokoknya begitu memakai istilah-istilah ini kami merasa beberapa digit lebih pintar dari sebelumnya.

Sampai nama bu guru pun kami otak-atik sendiri (ini contoh yang tidak baik). Bu guru kami namanya Bu Cusna. Beliau sangat pandai sehingga membuat kami kagum pada beliau. Sampai kami membuat gurauan bahwa beliau memang dilahirkan untuk menjadi guru kimia. 

Lihat saja namanya penuh unsur kimia "Cu (tembaga) + S (belerang) +Na (natrium)". Dasar anak SMA, usil sekali.

Saat mempelajari sistem periodik unsur saya dan teman-teman berusaha membuat jembatan keledai. Tapi karena banyak isengnya akhirnya yang bisa kami buat hanya untuk gas mulia yang terdiri dari He, Ne, Ar, Kr, Xe dan Rn. 

Apa jembatan keledainya? Nenek Ari Kurang Seksi.

Sistem Periodik Unsur | Sumber gambar: Guru Belajarku
Sistem Periodik Unsur | Sumber gambar: Guru Belajarku

"Lho, Rn-nya apa? Masa Raden?" tanya seorang teman. 

Berhubung kami orang Malang, kami tidak memakai Raden tapi Rek. Akhirnya menjadi He, "Nenek Ari Kurang Seksi Rek" (He.. He.."mekso" kalau kata orang Malang). 

Tapi rasa senang saya pada kimia semakin lama semakin memudar. Terlebih ketika materinya makin sulit dan saya tak berani bertanya. 

Biasalah, malu bertanya karena takut dianggap bodoh oleh teman yang lain. Apalagi teman saya banyak yang les di luar. Materi yang diterangkan di sekolah biasanya mereka lebih dahulu paham. Sehingga saya dan beberapa teman yang kurang paham pura-pura paham karena gengsi. Duh...

Karena malas bertanya, seiring berjalannya waktu di kelas dua rasa cinta saya pada kimia pun memudar. Kimia benar-benar terasa sulit saat itu. 

Tapi di awal kelas tiga ada sebuah kejadian penting yang mengubah perasaan saya pada kimia. 

Saya mempunyai seorang teman sebutlah namanya Dani. Ia sangat pendiam dan jago kimia. 

Bayangkan, ulangan kimia saja rata-rata perolehan nilai kami hanya 70 atau 80, sedangkan Dani tidak pernah lepas dari nilai 100. 

Dani adalah narasumber bagi kami jika kami mengalami kesulitan. Ia selalu menerangkan dengan jelas, seolah tidak ada materi yang tidak dipahaminya.

Selidik punya selidik ternyata kakak Dani kuliah di jurusan kimia. Tentunya Dani banyak diajari oleh kakaknya di samping karena memang otaknya sangat encer, begitu dugaan kami.

Ilustrasi belajar kimia | Sumber gambar: shutterstock
Ilustrasi belajar kimia | Sumber gambar: shutterstock
Nah, suatu saat Dani mendapat tugas mewakili sekolah mengikuti lomba kimia di IKIP Malang. Oleh guru kimia, Dani diminta mencari teman pendamping, karena akan ada tiga orang dari setiap regu yang akan dikirim.

Dani segera memilih pendamping. Satu orang teman laki-laki dan ternyata satunya adalah saya.

Saya benar-benar surprise, padahal kemampuan kimia saya sangat tidak meyakinkan. Sungguh, saya takut sekali saat itu.

Guru kimia langsung setuju dengan pilihan Dani dan pulang sekolah oleh Dani saya langsung dipinjami dua diktat kimia milik kakaknya.

Mau menolak rasanya gengsi, akhirnya buku saya bawa pulang dan tiap malam saya pelajari.

Di depan Dani saya selalu jaim. Saya selalu berusaha tidak tampak bodoh. Saya tidak mau mengecewakan kepercayaannya, lebih-lebih guru saya. 

Episode baru dimulai. Bagi saya tidak ada hari tanpa belajar kimia. Tiap hari selalu saya sisihkan waktu setengah atau satu jam belajar kimia. 

Lambat laun ternyata saya bisa merasakan bahwa ternyata kimia tidak sesulit yang saya bayangkan. Akhirnya saya benar-benar menyukai kimia dan nilai kimia saya pun terdongkrak naik.

Meski tidak menang dalam lomba kimia, kecintaan saya pada kimia tidak berubah bahkan nilai ujian akhir saya yang terbagus adalah kimia. 

Sayangnya di saat kuliah saya tidak bertemu lagi dengan kimia. Saya pikir, saya bisa mengambil kimia sebagai mata kuliah minor, ternyata yang keluar bukan kimia tapi mekanika.

Dari suka kemudian tidak suka dan akhirnya suka lagi, itulah kisah antara saya dan kimia. 

Dan dari semua pengalaman itu saya belajar bahwa kesabaran dan ketelatenan bisa mengubah sesuatu yang sulit menjadi lebih mudah dan menyenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun