Pagi terasa, begitu damai. Â Belum terlihat aktivitas yang berarti di kampung Manggis. Â Selama bulan puasa keramaian dan segala aktivitas pindah ke sore hingga malam hari. Â Pak Bakri yang berjualan soto mulai keluar sekitar habis sholat ashar. Â Demikian juga para tetangga yang berprofesi sebagai penjual gorengan, Â gado-gado dan urap sayur. Semua mulai beroperasi sore hari.
 Tentu saja,  pagi hari siapa yang mau beli? Yang tetap beroperasi pagi hari adalah Pak Mus penjual sayur keliling.  Ya,  penjual favorit ibu-ibu itu sudah mangkal di depan gang sejak jam setengah delapan pagi. Sedikit lebih siang daripada hari biasanya yang pukul 6 pagi.
Tampak Mbak Jum, Â Mbak Wiwik dan Mbak Pur sedang asyik memilih belanjaan.Â
Berbagai celoteh dan komentar muncul. Â Tapi Pak Mus selalu bisa melayaninya dengan sabar.
"Walah, Â tempenya jadi kecil-kecil Pak Mus? "
"Lombok masih mahal ya? "
"Sop -sopannya kemarin tidak ada seledrinya.. "
"Ayam naik, Â telor naik, Â ya wes, Â tempe tahu saja lah.. "
Pak Mus cuma tersenyum sambil konsentrasi pada kalkulator menghitung belanjaan Mbak Pur.
"Kurang tiga ribu,  Mbak,  semua delapan  belas ribu, "kata Pak Mus