Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Berbagi dan Memperat Silaturahmi Lewat Budaya Takjilan

15 April 2021   15:00 Diperbarui: 15 April 2021   15:04 1298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembagian takjil di jalan, Sumber gambar: Dompet Sejuta Harapan

"Assalamu'alaikum Bulik,  mau mengambil takjil.., "

Tiga anak laki-laki sudah berdiri di depan rumah dengan mengenakan busana muslim lengkap dengan kopyahnya.  Ya,  hari ini adalah giliran saya memberikan takjil di langgar dekat rumah. 

Budaya takjilan atau memberikan takjil sudah sejak lama berlangsung di kampung saya. Hanya bedanya dulu tidak ada penjadwalan jadi siapapun dan kapanpun bisa memberikan sumbangan.  Akibatnya makanan berlimpah ruah sampai mubazir karena sebagian tidak termakan.  Untuk menghindari terjadinya hal tersebut akhirnya sekarang dibuat jadwal.  Satu keluarga mendapat giliran sepuluh hari sekali,  sementara dalam satu hari ada 5 keluarga yang memberikan sumbangan takjil.

Yang kita sumbangkan bebas  sesuai kemampuan.  Ada yang menyumbang buah,  gorengan,  minuman bahkan jika ada rezeki berlebih ada yang menyumbangkan nasi beberapa kotak. Apapun itu yang jelas  sumbangan takjil selalu diterima dengan gembira.

Biasanya sumbangan takjil di langgar dibagi dua. Sebagian untuk berbuka, sebagian yang lain untuk taddarus Al Qur'an.

Arti takjil

Takjil  berasal dari bahasa Arab disebut 'ta'jiilul fithr' artinya menyegerakan berbuka puasa. Akan tetapi makna tersebut kemudian mengalami pergeseran.  Takjil sekarang dimaknai sebagai hidangan ringan untuk berbuka puasa, biasanya berupa kuliner khas daerah. 

Takjil dikenalkan oleh wali songo saat penyebaran Islam di Indonesia. Untuk menarik perhatian masyarakat Jawa saat itu walisongo berusaha memasukkan unsur kuliner khas daerah dalam penyebaran ajaran Islam.  Kuliner khas saat itu adalah kolak.  Karena itu kolak sering dijadikan menu takjil.

Menurut beberapa sumber kolak berasal dari kata kholik artinya pencipta.  Jadi manusia diingatkan untuk selalu mendekat pada penciptanya. 

Seiring dengan perkembangan zaman, hidangan yang identik dengan takjil sudah meluas, tidak hanya kolak tapi bisa juga cendol,  dawet atau yang lainnya.

Pemberian takjil bisa diberikan lewat masjid, langgar, atau langsung diberikan di jalan-jalan. Pemberian takjil di jalan-jalan diutamakan bagi para pengemudi sepeda motor, becak atau pejalan kaki yang kebetulan lewat.  

Pembagian takjil di jalan, Sumber gambar: Dompet Sejuta Harapan
Pembagian takjil di jalan, Sumber gambar: Dompet Sejuta Harapan
Berkaitan dengan budaya takjilan ini ada beberapa masjid yang terkenal karena setiap hari menyediakan takjil dan buka dalam jumlah yang besar, contohnya :  Masjid Jogokariyan dan Masjid Gedhe (Jogjakarta),  Masjid Raya (Bandung), Masjid Jami'(Medan) , Masjid Muhammad (Bali), Masjid Al Markaz Al Islami (Makassar) ,Masjid Istiqlal (Jakarta) dan Masjid Cheng ho (Surabaya) . Masjid-masjid tersebut sebelum pandemi bisa menyediakan takjil untuk 500-1000 jamaah. Bahkan Istiqlal menyediakan nasi kotak sebanyak 5000 buah setiap hari.

Hikmah Budaya Takjilan

Ada beberapa hikmah yang terkandung dalam budaya takjilan ini. Di antaranya adalah :

1. Mengajak kita saling peduli dan berbagi. Yang mempunyai kelebihan rezeki bisa memberikan sumbangan takjil, dan bisa dimanfaatkan oleh orang lain yang membutuhkan.

2. Mempererat silaturahmi. 

Saat makan hidangan takjil bersama kita bisa saling mengenal antara satu dengan yang lain.  Bahkan bagi para pengambil takjil di kampungpun bisa merasakan manfaatnya dengan lebih mengenal warga kampung satu persatu. 

3. Mendapat balasan pahala dari Allah swt.

Dalam agama diterangkan bahwa orang yang memberikan buka akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang yang berpuasa tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: "Barang siapa yang memberi buka orang yang berpuasa, niscaya dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sama sekali." (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Demikian sedikit ulasan saya tentang budaya takjilan yang selalu dilakukan di bulan Ramadhan.  Meski di awal pandemi tahun lalu budaya ini sempat tersendat , tahun ini sudah mulai dilaksanakan kembali.

 Mudah mudahan kondisi semakin membaik sehingga budaya takjilan bisa selaku kita laksanakan setiap tahun.

Referensi : Brilio, UAD

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun