Bu Any menata kertas yang dikumpulkan anak-anak di mejanya. Â Kertas laporan masing-masing pokja. Â Ada pokja taman, Â pokja masjid, Â pokja toga, Â pokja kamar mandi, Â pokja masjid... Total ada sembilan pokja. Â Ya, Â kerja masing masing pokja harus digalakkan karena pekan depan adalah penjurian lomba lingkungan sekolah tingkat kota.Â
Menjadi wakasis di sebuah SMP unggulan memang sangat melelahkan. Â Banyak masalah yang harus ditangani. Â Tentang tata tertib, Â sopan santun siswa, Â kegiatan ekstra, Â masih ditambah dengan jika ada event lomba seperti ini. Pulang melebihi jadwal adalah sesuatu yang biasa.
Jam sudah menunjukkan pukul 18.00. Bu Any segera berkemas untuk segera pulang. Â Beberapa kali puterinya mengirim pesan whatsapp memintanya segera pulang. Â Ya jelaslah, Â ia sudah sejak pukul 07.00 ada di sekolah.Â
SMP Harapan Jaya tempat Bu Any mengabdi adalah SMP yang terbaik di kota. Â Banyak prestasi diperoleh baik akademis maupun non akademis. Â Menjadi juara adalah sebuah tradisi. Â Untuk lomba lingkungan ini tahun kemarin SMP Harapan Jaya mendapatkan juara tiga. Â Targetnya tahun ini harus mendapat juara dua atau satu. Â Sedikit ambisius, Â tapi tak apa. Â SMP Harapan Jaya punya budaya berprestasi. Baik guru, Â siswa maupun lembaganya.
Seminggu ini Bu Any dan tim benar -benar sibuk dengan berbagai persiapan lomba. Tentu saja sebagai ujung tombak pelaksanaannya  adalah pengurus OSIS dan masing masing pokja.  Pokja kamar mandi membersihkan sekitar kamar mandi dan menyiapkan semua perangkatnya,  meliputi sabun cuci tangan,  serbet gantung (sebelum pandemi masih boleh menggunakan serbet bergantian),  bakiak juga disiapkan rapi di rak.Â
Pokja toga tidak mau kalah. Â Tiap tanaman diberi keterangan pada potnya. Â Keterangan yang berisi nama ilmiah dan manfaat tanaman tersebut. Demikian juga pokja tanaman hias, Â menata tanaman mencabuti tanaman liar dan rumput2 yang tumbuh di sekitarnya. Pokja yang lain bekerja sesuai tugas masing-masing. Â Sementara itu yang bertugas menyambut tamu juri berlatih menyanyi juga yel yel penyambutan.Â
Tak terasa sudah H-1 penyambutan dewan juri. Â Sore ini lapangan begitu sepi. Semua siswa dan guru sudah meninggalkan sekolah. Â Latihan hari ini benar benar menguras tenaga demi penampilan maksimal besok. Sebelum pulang Bu Any dan tim melakukan rapat terakhir. Â Intinya semua sudah siap dan besok penyambutan akan dilakukan pukul 09.00.
Sayup-sayup azan Maghrib berkumandang. Bu Any bergegas meninggalkan sekolah. Lampu-lampu  lorong  sudah mulai dihidupkan.Â
Di bawah keremangan sinar lampu bangunan SMP Harapan Jaya tampak tegar berdiri.  Gedungnya yang tinggi dengan arsitek khas bangunan peninggalan Belanda  memberikan kesan suram dan angker.
Bu Any mempercepat langkahnya. Â Di tempat parkir tampak sosok anak perempuan berseragam berdiri sambil berkali-kali melihat arlojinya dengan gelisah.
"Lho, Â belum pulang? " Bu Any bertanya heran.
Hari sudah mulai gelap.  Rambut anak itu sedikit  acak acakan, mungkin karena kerja bakti sore ini.Â
Anak itu terkejut. Â Segera ia salim pada gurunya.
"Menunggu jemputan, Â Bu, " jawabnya.
"Tanganmu dingin sekali Nduk?" tanya Bu Any prihatin.
"Mona kelas berapa? " lanjut Bu Any setelah melihat nama yang tertempel di seragam anak itu.
"Kelas 9E, Â Bu, orang tua saya masih dalam perjalanan, "
"Oke, Â saya temani..,"kata Bu Any.
Mona cepat cepat menolak.Â
"Jangan Ibu..., sudah terlalu malam. Â Tapi kalau tidak keberatan saya boleh menunjukkan sesuatu? "
"Apa itu? " tanya Bu Any penasaran.
Mona segera mengajak Bu Any kembali memasuki halaman sekolah. Â Di bagian belakang kelas 9 yang paling pojok ada lokasi yang sering terabaikan. Â Posisinya yang agak sulit membuat tidak pernah dijangkau saat bersih-bersih sekolah.
Betapa terkejutnya Bu Any. Â Sampah plastik berserakan juga kertas-kertas. Â Rupanya anak anak membuangnya lewat jendela.Â
"Astaga..! " desis Bu Any . Â Ia sama sekali tak menduga akan mendapati hal seperti ini. Â Padahal di halaman depan sudah dikondisikan sedemikian rupa sehingga lingkungan tampak asri dan bersih.
Mona di sebelahnya tampak murung. Â "Itulah Bu, teman-teman sering membuang sampah di sini.., Â mereka peduli pada sampah dan kebersihan saat mau lomba saja. Â Sesudahnya, Â sampah dibuang sembarangan.. ,"
"Kelihatannya hari ini lupa tidak dibersihkan.., "lanjutnya.
Bu Any benar benar merasa kecolongan. Â Kesadaran hanya muncul saat lomba saja? Â Betapa menyedihkan. Â Mental macam apa itu?Â
"Mohon maaf Ibu, Â orang tua saya sudah datang, "
Cepat cepat Mona meraih tangan Bu Any untuk salim.Â
"Tanganmu dingin sekali, Â sampai di rumah minum anget ya.., " kata Bu Any perhatian.
Mona tersenyum sambil sejenak menatap Bu Any.
"Terima kasih Bu, "
Bergegas Mona meninggalkan Bu Any sendiri.
Bu Any menghela nafas. Tugas ke depan adalah menumbuhkan kesadaran pada anak-anak tentang menjaga kebersihan lingkungan. Kapanpun itu. Â Tidak harus menunggu ada event lomba baru muncul kesadaran terhadap lingkungan.
Tiba-tiba suara Pak Yon penjaga sekolah membuyarkan lamunannya.
"Dereng kundur ,Bu? "
"Mau pulang Pak Yon, Â barusan bicara sama siswa ini tadi, "
Pak Yon menatap Bu Any heran.
"Siswa? Jam segini? "
"Iya, Pak, Â barusan orang tuanya datang menjemput, "
Bu Any segera berpamitan pulang. Pak Yon masih terheran-heran. Â Sepanjang Maghrib ia berada di pos dekat pintu masuk dan tak ada seorangpun siswa di sana. Â Apalagi yang dijemput orang tua.Â
Hari ini Bu Any mungkin terlalu lelah, harusnya ia ingat, di SMP Harapan Jaya kelas 9 hanya ada empat kelas, jadi sampai 9D saja. Tidak ada  kelas 9E.
Arti kata :
Dereng kundur  : Belum pulang
Wakasis : wakil kepala sekolah bagian kesiswaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H