Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

"Maaf Bu Guru, Menurut Guru Les Saya Ada Cara yang Lebih Mudah"

27 Maret 2021   19:31 Diperbarui: 30 Maret 2021   10:52 2938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak murid (Sumber gambar: Primaindisoft)

Saat itu saya mengajar materi pemfaktoran bentuk Aljabar di kelas 8 SMP. Begitu mendengar kata Aljabar biasanya siswa langsung malas, membayangkan angka yang berkolaborasi dengan huruf sudah bikin para murid pusing duluan. 

"Waduh, ketemu X lagi...," komentar beberapa siswa.

Setelah penjabaran materi dan diskusi selama satu jam pelajaran, 40 menit terakhir waktunya mengerjakan soal. Ada lima soal, langsung saat itu didiskusikan dan dinilai. 

Selama proses pembelajaran dan pengerjaan soal, semua berjalan lancar, tidak ada masalah yang berarti. Dan ketika saya tanyakan pada anak anak adakah pertanyaan untuk materi hari ini. 

Salah satu siswa saya mengangkat tangan dan berkata agak ragu, "Maaf bu guru, kata guru les saya ada cara yang lebih mudah."

Wow, surprise ini. Dalam pembelajaran, saya sering mendapat pertanyaan yang aneh- aneh, tapi pertanyaan semacam ini baru kali ini terjadi.

"Oh ya? Bagaimana caranya?", tanya saya.

Arta, sebut saja demikian memandang wajah saya. Seolah takut ada kemarahan di balik kata-kata saya. Anak-anak di kelas langsung terdiam. 

Mungkin mereka khawatir saya tersinggung karena dibandingkan dengan guru lesnya oleh Arta. Padahal tidak ada alasan bagi saya untuk marah. Mendapat pertanyaan dari siswa adalah sesuatu yang menyenangkan. Sebab siswa yang bertanya menunjukkan ada proses berpikir dalam dirinya.

Saya memberika Arta spidol dan dia pun langsung ke depan untuk menjelaskan cara pengerjaan soal yang agak berbeda dengan cara yang saya terangkan sebelumnya. 

Setelah Arta selesai menerangkan, saya langsung minta anak anak memberikan applause pada Arta. Arta duduk dengan wajah berseri. Tidak ada bias ketakutan dalam wajahnya seperti sebelumnya.

Ketika saya hubungkan cara yang dipakai Arta dengan cara yang saya ajarka, siswa bisa memahami bahwa kedua cara itu intinya sama. 

Hanya saja cara yang digunakan Arta menggunakan beberapa jalan pintas dan itulah yang dinamakan "cara cepat". "Cara cepat" banyak diajarkan bimbel dan memang sangat bermanfaat untuk menghemat waktu. 

Ilustrasi anak murid (Sumber gambar: Primaindisoft)
Ilustrasi anak murid (Sumber gambar: Primaindisoft)
Pelajaran hari itu pun diakhiri dengan rasa puas karena mendapatkan ilmu yang lain selain dari yang diajarkan di kelas tentang cara memecahkan masalah.

Sejak saat itu siswa yang les di bimbel atau pun guru privat tidak sungkan lagi untuk menunjukkan "cara cepat" yang mereka dapatkan dari guru les atau bimbelnya untuk dibahas bersama di kelas.

Mengenai "cara cepat" ini saya selalu mengarahkan dari mana bisa muncul "cara cepat" seperti yang didapatkan siswa dan saya selalu kaitkan dengan konsep awal. Jadi tujuannya agar mereka tidak sekadar bisa menggunakan "cara cepat" tapi bisa tahu "cara cepat" itu asalnya dari mana. 

Jangan lupa risiko menggunakan "cara cepat" tanpa mengetahui konsep awal justru malah membuat cepat lupa. Jadi cepat bisa dan cepat lupa.

Kembali kepada masalah Arta, jika pembelajaran di kelas dibandingkan oleh siswa dengan pembelajaran yang mereka peroleh di luar kelas, justu menurut saya sesungguhnya hal tersebut adalah berkah. Ada beberapa alasan mengapa saya katakan demikian, berikut di antaranya:

1. Bisa membuka forum diskusi dalam kelas
Wawasan siswa dan juga guru akan terus bertambah. Untuk menunjukkan bahwa menyelesaikan satu masalah, kita bisa menggunakan berbagai cara. Tantangan bagi guru adalah tetap menjelaskan asal mula dari "cara cepat" yang banyak diberikan oleh bimbel, sehingga murid tidak hanya tahu "cara cepat", namun juga tahu cara awalnya.

2. Mengajak siswa berani mengemukakan pendapat dan bertanya
Dua hal ini yang perlu dibangun selama proses pembelajaran. Banyak bertanya dan mengemukakan pendapat tentu sangat membantu siswa untuk bisa belajar dengan maksimal sampai jenjang selanjutnya.

3. Mengajak siswa menghargai cara orang lain untuk memecahkan masalah
Siswa tidak boleh merasa bahwa caranya adalah yang paling benar. Bisa jadi siswa yang punya cara lain pun menghasilkan jawaban yang benar. 

Di sini sebenarnya matematika mengajarkan toleransi. Hargai perbedaan pendapat, karena berbeda dengan orang lain tidak berarti salah, dan tiap individu pasti punya alasan untuk berbeda.

Demikian sedikit tulisan saya berdasarkan pengalaman mengajar matematika di SMP. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun