Malam begitu pekat. Sepotong bulan tidak bisa menembus hitamnya malam karena kehadirannya tertutup awan tebal. Beberapa hari ini hawa begitu gerah. Mungkin karena hujan yang tak kunjung datang meski langit selalu dihiasi oleh mendung menggantung.
Tarno melangkahkan kaki menuju ke rumah- rumah untuk mengambil jimpitan beras yang diletakkan di botol plastik di tiap pintu warga. Hari ini tugasnya mengambil jimpitan sekalian ronda. Sebenarnya Pardi tadi hendak menemani, tapi Tarno tidak mau. "Kamu tunggu di pos saja Di, sewaktu-waktu ada pemeriksaan," tolaknya.
Kresek hitam yang dibawanya semakin lama semakin gemuk berisi beras. Suara azan pertama menunjukkan jam sudah sampai di pukul 3 pagi. Bergegas Tarno menuju rumah Pak Paimin untuk menyetorkan hasil jimpitan hari ini.Â
 "Kok sedikit, No? " tanya Pak Paimin heran.
"Inggih, Pak, banyak yang kosong," jawab Tarno singkat lalu segera berpamitan untuk ke langgar.
Kampung Jati mulyo agak tersisih lokasinya dari kampung yang lain. Mungkin karena akses jalan ke sana agak sulit. Entah mengapa jalan aspal yang dijanjikan belum juga terealisasi.
Dari dulu hingga sekarang jalannya masih juga makadam. Itupun hasil kerjabakti para warga sendiri mengingat dulu saat hujan jalan itu sangat becek dan berlubang -lubang.
Sekali lagi ada kabar bahwa bantuan pengaspalan jalan akan segera turun. Warga sangat gembira, meski sedikit ada keraguan, jangan-jangan seperti yang lalu lalu. Cuma kabar, terus hilang.
Namun kali ini beda. Pak kepala kampung sangat bersemangat dan berkali-kali mengatakan bahwa pembangunan segera dilaksanakan. Rapat berkali-kali diadakan.Â
Dan hasil rapat terakhir diputuskan akan dibangun gapura pula di depan gang, sehingga akses jalan yang bagus masih ditambah pula dengan gapura yang cantik.Â
 Uangnya dari mana? Dari kas kampung, dibantu dengan jimpitan beras. Jimpitan beras adalah semacam tabungan beras yang dikumpulkan sedikit demi sedikit lalu dijual, dan nanti hasil penjualannya ditambahkan ke kas.