Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kantong Plastik di Sekitar Kita

23 Februari 2021   12:16 Diperbarui: 23 Februari 2021   12:47 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belanja, Sumber gambar: Republika

"Ayo,  Nduk,  nderek."

Begitu mendengar kata-kata mbah putri itu biasanya saya langsung lari mengambil anting dan siap untuk menemani berbelanja. 

Anting adalah tas yang terbuat dari anyaman yang biasanya dibawa ke pasar.  Berbeda dengan tas plastik kresek yang sekali pakai biasanya dibuang, anting bisa dipakai terus menerus.  Kalau kotor tinggal cuci, keringkan lalu pakai lagi.

Senang sekali ikut mbah putri ke pasar. Mbah punya teman banyak karena bawaannya supel.  Biasanya kami akan berlama-lama di lapak ikan asin karena yang menjual teman akrab mbah.  Terakhir,  sesudah semua yang diperlukan didapat,  pasti saya mendapat jatah jajan pasar. Lupis, cenil, bledhus..  Hmm istimewa rasanya. 

Sampai di rumah saya ikut mengeluarkan belanjaan mbah untuk mengambil jajan yang menjadi jatah saya.  Hampir semua belanjaan mbah putri dibungkus menggunakan daun pisang meskipun kecil. Bisa dimaklumi karena saat itu daun pisang mudah diperoleh.

Dalam budaya orang Jawa, tidak elok kalau menerima sesuatu tanpa bungkus dari penjual.  Apalagi jika yang membeli punya anak perempuan.  Nanti bakal tidak mendapat 'peningset' katanya (apa hubungannya?). Jadi meski yang dibeli hanya satu potong tempe harus ada daun pisang meski kecil untuk pembungkusnya.

Begitu semua belanjaan dikeluarkan, anting digantung kembali untuk dipakai belanja esok hari.  Ada yang unik dengan bungkus daun pisangnya.  Bungkus daun pisang tidak dibuang tapi dicuci dan dijadikan alas setrika supaya setrika tidak mudah gosong karena terlalu panas.  

Mbah kakung saya adalah penjahit sehingga tiap hari pasti menyeterika baju-baju jahitan.

Bagaimana dengan belanjaan saya sekarang? Yang saya beli sama,  sayur,  tempe, tahu,  ikan atau ayam dan bumbu-bumbu, kadang jajan juga,  tapi yang sangat berbeda adalah bungkusnya.  Semua full bungkus plastik atau tas kresek. Tentu saja karena saat ini daun pisang sudah sulit diperoleh. 

Pindah dari satu penjual ke penjual lain berarti ada satu tambahan tas kresek kecil.  Misal saya beli sayuran di pedagang A dan tempe di pedagang B, pasti pedagang B tidak mau memasukkan tempenya begitu saja ke kresek yang berisi sayuran meski masih ada tempat.  

Tidak boleh itu, kata pedagang tersebut, dan pasti akan dibungkus sendiri.  Saya pernah membeli telor di satu pedagang,  lalu kopi sachet di pedagang lain. Itupun dikresek sendiri. Jadi telor dikresek,  kopipun dikresek.  Waktu saya minta kopinya saja tanpa kresek penjual ngotot memberi kresek.

Suatu saat sepulang belanja saya iseng  menghitung kresek dalam belanjaan saya.  Dari sayur (1), tempe(1), tahu(1), telor(1), lombok tomat(1), bawang putih(1), bawang merah(1). Kopi dan gula (1), udang (2), penjual ikan segar selalu memberikan kresek dobel,  supaya tidak amis.  

Oh ya,  ditambah satu kresek besar untuk menampung semuanya.  Total jadi 10 ! Luar biasa! Ini dari satu kali belanja.  Bagaimana jika dalam satu minggu saya belanja tiga kali?  

Dalam setahun akan terpakai kresek sebanyak 3x10x52= 30x52=1560. Itu cuma satu keluarga,  bagaimana jika satu RT?  Satu RW.  Tentunya angka tersebut akan semakin membengkak. Akhirnya tempat pembuangan sampah makin penuh dengan sampah plastik. 

Pengalaman saya di atas hanya sebagian kecil saja tentang sampah plastik.  Belum lagi kalau kita belanja makanan atau minuman dalam kemasan.  

Berapa banyak lagi sampah plastik yang kita hasilkan.  Setiap kali ada event misal karnaval,  cfd atau acara-acara pengumpulan massa selalu sampah plastik berceceran di mana-mana sebagai imbasnya. 

Jika hal ini dibiarkan terus menerus saya yakin kedudukan Indonesia sebagai salah satu produsen sampah plastik terbesar di dunia akan terus bertahan. 

Dilansir dari Kompas.id, menurut Mckinsey and Co and Ocean Concervancy, Indonesia adalah Negara penghasil sampah plastic terbesar nomor dua di dunia setelah China. Dalam satu hari produksi sampah plastic Indonesia bisa mencapai 175.000 ton, sehingga dalam satu tahun bisa mencapai 63,9 ton.

Memang pernah ada usaha pengurangan penggunaan tas plastik terutama saat belanja di supermarket.  Biasanya kita akan ditanya pakai kresek atau tidak?  Kalau pakai akan dikenakan biaya tambahan.  

Tapi itu beberapa bulan yang lalu. Sekarang saya tidak pernah lagi ditanya perlu kresek atau tidak.  Yang penting semua belanjaan langsung masuk kantong plastik, bayar dan ambil. 

Sebenarnya pembuatan tas plastik pada mulanya bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan.  Sekitar tahun 1959 Sten Gustaf Thulin (Swedia) pertama kali membuat kantong plastik. 

Tujuan utamanya adalah mengurangi penggunaan kantong kertas,karena semakin banyak kertas dibuat, semakin banyak pula pohon yang ditebang.  

Namun rupanya pemakaian tas plastik menjadi kebablasan dan akhirnya justru membahayakan lingkungan karena sampah plastik tidak bisa diuraikan.

Foto Sten Gustaf Thulin (Swedia), Sumber: Kumparan
Foto Sten Gustaf Thulin (Swedia), Sumber: Kumparan
Kiranya  tas plastik harus benar-benar kita gunakan secara bijaksana jika kita ingin ikut andil dalam pengurangan sampah plastik. Beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk mengurangi sampah plastik terutama tas plastik (kresek) adalah:

1.Saat belanja di pasar kita berani mengatakan tidak perlu jika diberi tas secara berlebihan. Sekiranya bisa dijadikan satu dalam tas tidak perlu minta kresek tambahan.

2. Gunakan tas khusus untuk belanja. Zaman dulu orang menggunakan anting, sekarang tentunya tidak lagi.  Tapi kita bisa memakai tas yang bisa terus dipakai sehingga tidak tiap hari harus ganti tas plastik untuk belanja. Ke supermarket pun sebaiknya membawa tas sendiri.

3. Lipat rapi bekas bekas kresek yang masih bisa dipakai siapa tahu bermanfaat,  baik untuk bungkus lagi atau barangkali untuk kerajinan anak-anak di sekolah.  Kadang sekolah memberikan tugas membuat bunga dari kresek,  membuat ecobrick dan kerajinan berbahan kresek yang lain.

So, mari kita kurangi penggunaan kantong plastik sebagai wujud rasa cinta pada lingkungan sekitar kita.

Tulisan ini dibuat berkaitan dengan Hari Peduli Sampah Nasional yang diperingati tanggal 21  Pebruari 2021 .

Sumber bacaan :Kompas.id dan Kumparan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun