Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Saat Pagelaran Tari Tiba

2 Februari 2021   14:10 Diperbarui: 2 Februari 2021   14:44 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dictio.id

Nyeledet : gerakan mata melirik  dalam tari Bali

Suara gamelan Bali terdengar merdu mendayu.  Mbak Sinta memberikan aba-aba pada anak- anak untuk melakukan gerakan. 

"Yak...  Nyeledet kanan... kiri... , bagus..."

Kata Mbak Sinta sambil melirikkan mata ke kanan dan ke kiri.  Sesekali Mbak Sinta mengingatkan anak  anak yang gerakannya asal-asalan.  "Ayo...  semangat,  Deniar,  Sisil..., senyumnya mana.. " kata Mbak Sinta sambil terus menari.  Deniar mengikuti dengan lebih semangat begitu namanya disebut . Dengan penuh penghayatan digerakkan tubuhnya sesuai alunan irama. 

Hari ini adalah latihan terakhir untuk pementasan besok. Secara berkala sanggar Wilwatikta tempat Deniar berlatih menari mengadakan pertunjukan yang disaksikan oleh para orang tua.  Saat itu tiap siswa ingin menunjukkan tampilan terbaiknya.  Siapa yang tidak bangga mendapat applaus meriah dari para penonton?

Gamelan berakhir.  Tarian ditutup dengan sebuah gerakan salam.  Mbak Sinta tersenyum puas.

 "Bagus sekali..,  kita istirahat sebentar...  Lima belas menit lagi kita ulang sekali lagi, " kata Mbak Sinta sambil bertepuk tangan.  Anak anak segera duduk di lantai sambil meluruskan kaki.  Tubuh tubuh mereka berkeringat.  Tapi jelas sekali terpancar keceriaan di wajah mereka.

Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam.  Kelas tari ini memang diadakan seminggu dua kali tiap pukul 7 malam. Sudah setahun Deniar mengikutinya dan ternyata menurut Mbak Sinta Deniar menunjukkan bakat yang bagus. Ia selalu menari dengan penuh penghayatan. Pujian Mbak Sinta membuat Deniar makin bersemangat mengikuti latihan. 

Deniar melihat ke arah kaca depan sanggar.   Tampak mama sedang berbincang bincang dengan sesama penjemput. Setelah melambaikan tangan sejenak Deniar kembali bergabung dengan teman-temannya. 

"Deniar,  ke toilet yok, " ajak Sisil

Deniar tersenyum.  "Bilang saja minta diantar, " katanya

Sisil tertawa. Di antara teman-temannya Sisil memang paling penakut.  Tidak pernah ke kamar kecil sendiri bahkan ke bagian bagian lain dari gedung sanggarpun ia selalu minta diantar.  Ada penunggunya katanya.  Anak-anak selalu tertawa mendengar cerita Sisil.  Apa lagi cerita anak kecil yang sering berkeliaran dalam gedung.  Anak itu dulunya adalah penari,  namun entah mengapa ia meninggal selesai latihan. Dan meninggalnya di toilet pula. 

"Kamu terlalu mendengar cerita-cerita seram tentang gedung ini Sil, " kata Deniar suatu hari.

"Cerita-cerita itu memang ada, kamu saja yang tidak percaya," sergahnya. Kalau sudah seperti itu biasanya mereka segera mengalihkan pembicaraan ke hal-hal lain.  Bicara masalah hantu sering menimbulkan perasaan tidak enak di hati.

 "Ayo, " ajak Deniar pada Sisil sambil bergegas menuju toilet. Sisil mengikuti dari belakang. Di depan ruang toilet Sisil segera menuju toilet satu. Pintu toilet dua masih tertutup. "Tunggu ya Deniar, " kata Sisil.

Deniar mengangguk. Tak berapa lama gemericik air dari toilet dua berhenti.  Dari dalam toilet muncul anak seusia Deniar . Ia langsung tersenyum ke arah Deniar.  Wajahnya yang cantik tampak lucu dengan rambutnya yang berekor kuda dan berpita merah.

"Halo,  kamu Deniar kan?  Aku Sofia, " kata anak itu sambil menyodorkan tangannya.  Deniar langsung suka dengan keramahan anak ini.

"Kamu kelas tari apa? " tanya Deniar. Seingatnya di kelas tari Bali tidak ada yang bernama Sofia.

Sofia tersenyum.  "Tari Jawa, "

Deniar melihat selendang yang diikatkan di pinggang Sofia.  Sebenarnya tanpa bertanya melihat motif selendang itu dia langsung tahu bahwa Sofia dari kelas tari Jawa. 

"Tarianmu bagus sekali, " puji Sofia dengan mata berbinar.  Deniar tersenyum senang. 

"Bagaimana kau bisa tahu? "

"Aku selalu memperhatikan gerakanmu.  Senang sekali melihat orang yang menari dengan penuh penghayatan.  Sebaliknya kalau menari asal-asalan aku tidak suka...  Kasihan penciptanya, " lanjut Sofia.

"Iya juga sih.., "  Deniar merasakan kebenaran dalam kata kata Sofia.

Mbak Sinta pernah menerangkan bahwa tarian selalu mengandung tiga unsur yaitu wiraga (gerakan badan), wirasa( perasaan) dan wirama ( irama) yang ketiganya harus tampil utuh untuk menyampaikan pesan yang hendak disampaikan pencipta tari. Sebuah hal yang tidak mudah bagi seseorang untuk menciptakan sebuah tarian. Karena itu tidak adil rasanya jika kita membawakan sebuah tarian secara asal-asalan.

"Sampai jumpa besok di pementasan ya..,  aku pasti menonton, " kata Sofia membuyarkan lamunan Deniar. Sofia melambaikan tangan dan segera meninggalkan Deniar sendirian.

Tiba tiba Sisil sudah ada di sebelahnya.  "Ngomong sama siapa Deniar? " tanya Sisil heran. 

"Sofia,  anak kelas tari Jawa, kami baru kenalan, " kata Deniar sambil terus berjalan ke ruang latihan.  Tiba-tiba Sisil mencengkeram lengan Deniar erat-erat. 

"Sofia? "desis Sisil pelan.  Deniar menoleh ke Sisil dengan heran. Tampak Sisil agak pucat.

"Kenapa? " tanya Deniar heran.

"Deniar... Nama hantu anak kecil itu Sof... Sofia, " kata Sisil terbata-bata.   Tiba-tiba Deniar merasa ada yang berdesir dalam hatinya. 

"Den.. Deniar,  jadwal kelas tari Jawa besok... Bukan sekarang.., "tambah Sisil dengan suara bergetar.  Deniar terkesiap.

"Ayo anak-anak.. Kita mulai.., " suara Mbak Sinta tiba tiba memecahkan lamunannya. 

Deniar tidak sempat berpikir panjang lagi , dan ketika gamelan berbunyi ia pun menggerakkan tubuh dengan penuh penjiwaan. 

Sampai pulang Deniar sudah melupakan semua kejadian itu.  Tubuhnya terasa begitu lelah hingga sampai di rumah sesudah mandi dia langsung tidur. 

Gedung Wilwatikta tampak begitu indah hari ini. Ada panggung berhiaskan lampu dan bunga- bunga berwarna-warni.  Para orang tua sudah duduk dengan rapi menantikan pertunjukan terindah dari putra-putri mereka.  Deniar mengintip di balik panggung.  Mama dan papa sudah siap di sana. 

"Siap anak-anak.., " kata Mbak Sinta memberikan komando. Para penari sudah berjajar rapi di belakang panggung. Sampai saatnya gamelan berkumandang penaripun muncul.  Tepuk tangan penonton begitu meriah.  Deniar dan teman-teman menari dengan penuh penjiwaan.  Senyum tak pernah lepas dari wajah mereka.

Di tengah tariannya tiba-tiba Deniar melihat seorang anak seusianya duduk di pojok. Anak itu menatap dan tersenyum kepadanya. Ada selendang melingkar di pinggangnya. Sekejap,  anak itu melambaikan tangan lalu lenyap. 

Deg...  Deniar tahu dia adalah Sofia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun