Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Rumah di Tikungan Jalan (Sebuah Cerita di Masa Kecil)

25 Januari 2021   14:26 Diperbarui: 25 Januari 2021   14:41 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Terserah,  kamu percaya atau tidak. Tapi kakakku pernah membuktikannya sendiri.  Suatu malam,  ketika pulang dari rumah temannya dan melewati depan rumah itu,  tiba-tiba ada asap mengepul dari cerobongnya.  Bayangkan..., Siapa yang mau memasak malam-malam? "kata Rino meyakinkan.

" Pastinya itu bangsa mahluk halus.  Kan di TV juga pernah diterangkan bahwa di sekitar kita ada mahluk mahluk tak kasat mata? " kata Jojon sok tahu. Dia adalah penggemar berat acara TV yang mengulas dunia gaib.

"Bisa jadi di situ tinggal nenek sihir yang setiap malam selalu membuat ramuan.  Ingat suara tertawa tadi malam? " kata Marwan meyakinkan.

" Ya,  nenek sihir,  yang membuat ramuan supaya bisa muda kembali,  dimana salah satu bahannya adalah anak anak kecil terutama yang gendut, " tambah Rino sambil memandang Marwan lucu.

"Yang bener kamu ini.., " kata Marwan  sambil meninju pundak Rino. Pipi gembilnya memerah karena tersinggung.

Tiba-tiba bel berbunyi,  bergegas kami berbaris di depan kelas untuk segera mengikuti pelajaran selanjutnya.

***

Malam ini langit begitu mendung.  Beberapa kali terdengar suara gemuruh pertanda hari akan hujan.  Sesudah sholat Isyak kami bergegas pulang.  Hari ini Ustad Ahmad tidak hadir karena ada pernikahan saudaranya. 

"Cepat sedikit.., " kataku demi mendengar suara gemuruh yang demikian keras.  Kami mempercepat langkah.  Tiba-tiba saja sesampai di belokan tepat di depan rumah itu,  hujan turun dengan derasnya.  Tanpa dikomando kami mencari tempat berteduh. Dan celakanya satu-satunya tempat berteduh adalah halaman rumah itu.

Hujan turun semakin deras.  Tubuh kami mulai menggigil,  entah karena dingin,  atau karena rasa takut.  Marwan kulihat paling keras gigilannya.  " Kamu demam,  Wan? " goda Rino.  Aku mendelik pada Rino. Aku merasa gurauannya sangat keterlaluan malam ini.

  Tiba-tiba... "Dhuarrr.! " suara petir langsung mengagetkan kami. Diiringi dengan matinya semua lampu jalan.  Kini Marwan benar benar menangis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun