"Astaghfirullah..! " sebuah teriakan yang sangat kukenal berbunyi keras di telingaku. Rupanya ibukku sedang mencuci baju!
 "Iwaaan,  tobaaat aku, " dengan gemas ibuk mengambil gayung dan mengguyurku berkal- kali.  Hancur sudah layang-layang kebanggaan di punggungku.  Aku megap-megap karena guyuran air yang bertubi-tubi.  Teman-teman yang melihat kejadian itu tertawa terpingkal-pingkal. Saat itu tiba-tiba aku sangat takut pada ibuk karena aku tak pernah melihat beliau semarah itu.Â
 Sampai di rumah ibuk hanya diam saja tidak menghiraukan aku.  Dalam dua hari beliau tidak menegurku.  Ibuk hanya menyiapkan makan,  bersih-bersih lalu masuk kamar. Aku rindu sekali diajak bicara, bahkan dimarahi Ibuk.  Sesekali aku melihat beliau menitikkan air mata saat berdoa sehabis sholat.
 Ya Tuhan,  aku benar-benar menyesal membuat ibukku merasa demikian sedih.
 Sejak itu aku tak pernah lagi berburu layang-layang. Bayangan ibuk yang menangis dengan masih mengenakan mukena selalu hadir dalam benakku. Sungguh,  aku kasihan sekali pada ibukku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H