"Mboten nopo, Â Bu.. " jawab saya. Â Lha wong saya sendiri lupa.Â
Sampai akhirnya saat habis lebaran bu Jajan ke rumah mau mengembalikan uang itu.Â
"Mboten sisah, pun, " kata saya. Â Bu Jajan sekali lagi mengucapkan terima kasih. Â Dan besoknya saat berjualan Bu Jajan menunjukkan pada saya keranjang barunya sambil berkata, " Uang yang kemarin dari Bu Yuli, saya pakai buat keranjang ini," katanya senang.
 Semenjak itu tiap saya beli selalu diberi bonus. Duh..Tidak enak rasanya
"Sudah, Â Bu.., Â " tolak saya. Â Tapi bu Jajan tetap memaksa.
"Kersane ta.. ," selalu itu jawabnya sambil memaksa memberikan  bonus ke piring saya.
Akhirnya dengan uang lima ribu rupiah saya dapat kue begitu banyak. Â Bu Jajan seolah selalu mencari cara agar bisa membayar hutangnya.
Awal bulan ketika saya gajian saya berniat memberikan sesuatu pada bu Jajan. Â Uang? Â Jelas tidak mau. Â Akhirnya saya belikan tepung terigu dan minyak goreng yang saya masukkan dalam kresek.
Paginya Bu Jajan menerima kresek itu dengan gembira. Â Setelah mengucapkan terima kasih, Â ia kembali menjajakan dagangannya.
Esoknya kami semua bangun kesiangan sehingga tidak mendengar teriakan bu Jajan seperti biasanya.  Dan betapa terharunya saya ketika mau membuka pintu  pagar, ternyata sudah tergantung dengan manisnya satu kresek kecil berisi othok- othok,  pastel dan pisang goreng di pintu pagar . Ini pasti gara -gara tepung dan minyak kemarin, pikir saya. Saya yakin besok dan lusa pasti ada bonus-bonus lagi. Tak apalah,  berarti saya harus siap tepung dan minyak lagi buat saya berikan pada Bu Jajan.
Agak ruwet sedikit memang. Tapi bukankah dengan memberi hidup akan terasa lebih berarti? Â Barangkali itu juga yang ada dalam pikiran bu Jajan.