WARENHUIS SAKSI KEMAJUAN PERDAGANGAN KOTA MEDAN
Oleh: Rangga Handoko dan Yulli Amalia
Bangunan itu terletak di sudut Jalan Ahmad Yani VII, Medan, Sumatera Utara. Dahulu bangunan ini dikenal sebagai supermarket pertama di Kota Medan. Gaya eropa bercat putih, megah dan didalamnya tersaji berbagai macam dagangan, pernak-pernik, perhiasan dan interior utamanya bagi golongan bangsawan untuk dapat membeli barang-barang mewah. Tempat yang penulis maksud adalah "Warenhuis" supermarket pertama yang menampilkan kemegahan dan kemewahan di Kota Medan dengan julukan Kota Melayu Deli.
Dalam beberapa hari terakhir penulis berkesempatan menjelajahi pusat Kota Medan yang berada di Jalan Kesawan dan sekitarnya. Dalam perjalanan menjelajahi kota penulis menamati banyak terjadi pembangunan dan tata ruang kota di Medan. Akan tetapi menjadi pusat perhatian penulis adalah saat memperhatikan bangunan-bangunan bersejarah yang tampak usang. Warenhusi menjadi salah satu bangunan bersejarah yang tampak sudah usang dan tak terawat. Penulis tertarik memberikan potret tentang Warenhuis ini karena sejarah dan kejayaannya di masa lampau.Â
Warenhuis
Warenhuis merupakan sebuah toserba (toko serba ada) tertua yang ada di kota Medan, dan berlokasi tepat di Jalan Ahmad Yani VII, tepatnya di pusat kota. Toko 2 (dua) lantai ini dibangun pada tahun 1918 oleh sebuah perusahaan dagang yang bernama N.V. Medan's Warenhuis dan dirancang oleh Gerard Bos pada tahun 1918. Bangunan seluas 8000m2 ini pertama kali dibangun atau peletakan batu pertamanya dilaksanakan pada tahun 1919 dan selesai dibangun pada tahun 1920 di era kepemimpinan Baron Mackaay sebagai Walikota Medan pada saat itu. Pembangunan Warenhuis menelan biaya sampai 200.000 Gulden.Â
Warenhuis berdiri untuk menjawab kebutuhan masyarakat elit di Medan pada saat itu yang masyarakatnya sangat multikultural. Bukan saja ditempati oleh orang Melayu, Karo, Simalungun, Jawa, Tionghoa, Arab, India, tetapi juga oleh orang orang Eropa. Toko ini menyediakan berbagai macam barang barang mewah yang dapat dibilang di-impor langsung dari benua biru, seperti perhiasan, barang barang interior mewah, hingga wine yang boleh dibilang tuak bagi orang Eropa. Hal ini dapat dilihat dari arsip arsip koran lama Belanda yang beberapa kali mengiklankan barang barang yang dijual di Warenhuis.
Tidak sampai situ, Kota Medan dibuat bak Eropa versi lite tentu dapat dilihat dari bentuk dan gaya bangunan mirip dengan The Harrods. Sebuah pusat perbelanjaan ternama yang berada di kota London. Kemiripan ini dapat dilihat dari bentuknya yang sama yaitu gedung dengan bentuk letter L, dan juga pintu masuknya yang sama sama terletak di sudut bangunan.Gedung ini juga dilengkapi dengan chandelier yaitu lampu gantung yang begitu besar yang terletak di tengah tengah bangunan. Bangunan ini dahulu juga dihiasi lampu gantung kecil di sekitarnya. Tak ayal, Gedung inipun dilindungi oleh kaca patri yang begitu mewah, dugaan diimpor dari Prancis atau Itali.
Pada masanya Warenhuis melambangkan kedigdayaan dan kemegahan Eropa di Kota Medan. Warenhuis adalah tempat yang hanya dapat dimasuki oleh kalangan elit saja. Lister Eva Simangunsong seorang Sejarawan dan Dosen di Universtas Negeri Medan, menyatakan bahwa lahirnya Warenhuis merupakan tanda atau simbol dari kemajuan perdagangan kota Medan yang berlangsung sejak lama. Selain itu, Warenhuis dapat dikatakan pula sebagai saksi kemajuan perdagangan di kota Medan
Keadaan ini ditandai dengan berdirinya beberapa gedung perusahan-perusahan yang menunjang kemajuan Kota Medan. Pembangunan fasilitas publik juga tidak lepas untuk membantu perkembangan kota medan kala itu sebut saja balai kota, kantor pos dan stasiun kreta api. Secara implisit bangunan bersejaharah seperti warenhuis pada masanya memberikan dampak di Kota Medan pada sektor perdangan.
Saksi Kemajuan Perdagangan
Kota Medan yang dijuluki dengan Melayu Deli merupakan kota yang diisi oleh berbagai golongan etnis, suku dan budaya. Kota Medan juga termasuk kota metropolitan dengan kemajemukannya. Hal ini ditandai dengan ada perindustrian, adanya sirkulasi pereknomian yang tinggi, terdapat perusahan-perusahan bertaraf internasional dan adanya pusat pemerintah.Â
Jika kita kilas balik pada sejarah di abad ke-19 dan 20 Kota Medan sebagai pusat perdagangan di daerah Sumatera Timur. Kebijakan konsesi yang dilakukan oleh pihak kesultanan kala itu membuat pihak-pihak swasta membuka lahan perkebunan untuk menambah pundi-pundi keuntungan.Â
Selain kedatangan pihak swasta, banyak juga bangsa Eropa yang datang silih berganti di kota ini. Suksesnya perkebunan yang berada di Sumatera Timur, membuat Kampung Medan Putri menjadi pusat transaksi di daerah Sumatera Timur. Medan kemudian bertransfromasi yang semula bernama kampung Medan Putri, berubah menjadi Gementee Medan dengan keheterogenitasnya. Kemajuan inilah yang kemudian mendirikan fasilitas publik di kota Medan, untuk membuat masyarakat pendatang ini betah, dan merasakan layaknya berada di kampungnya sendiri. Salah satu yang lahir dari transformasi ini ialah Warenhuis.
Sayangnya, kejayaan ini tidak berlangsung begitu lama. Warenhuis yang baru berdiri pada tahun 1920 berhenti beroperasi pada tahun 1942. Hal ini terjadi karena buntut dari penyerahan Hindia Belanda kepada Jepang pada masa itu. Lister Eva juga mengatakan kedatangan Jepang yang hadir dengan powernya, tidak ingin menjatuhkan pamornya dengan meneruskan kembali upaya-upaya yang dilakukan bangsa Eropa di tanah jajahannya. Kebijakan yang dibuat oleh pihak Jepang justru diteruskan oleh pihak pemerintah kota Medan. Hal ini merupakan sebuah kekeliruan besar yang disayangkan oleh beberapa pihak. Mungkin banyak masyarakat Medan hari ini yang tidak tahu mengenai sejarah bangunan ini.Â
Warenhuis beseerta dengan kejayaannya telah menjadi tonggak permulaan adanya sirkulasi perdagangan di Kota Medan. Berawal dari bangunan tua ini perindustrian mulai menapaki kakinya di pusat Kota Medan. Jika kita membaca sejarah bahwa perdagangan yang terjadi di dalam Warenhuis ini telah menarik banyak pihak. Aktivitas di Warenhuis tidak hanya sebatas perdagangan semata. Akan tetapi sudah terjadi perbincangan bisnis yang pada akhirnya mengarah pada pendirian perindustrian di Medan.
Pemugaran Warenhuis
Meskipun sudah ditetapkan menjadi cagar budaya oleh pihak pemko Medan, tetapi sampai detik ini belum ada upaya-upaya untuk melakukan pemugaran gedung Warenhuis. Cara cara seperti mentranformasikan gedung ini menjadi pujasera, seperti yang terjadi di gedung kantor pos lama dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali Warenhuis di benak masyarakat Medan. Selain itu, Warenhuis juga bisa dijadikan sebagai Museum Perdagangan Kota Medan untuk semakin mensadarkan masyarakat Medan akan sejarah "rumah" mereka.
Warenhuis saat ini memang hanyalah sebuah gedung usang yang mungkin membuat orang tak lagi penasaran ketika melihatnya, tetapi gedung ini adalah sebuah kebanggaan yang pernah dimiliki kota Medan. Gedung ini merupakan sebuah piala yang pernah diraih oleh kota Medan akibat aktivitas perniagaan yang pernah terjadi di daerah ini. Memugarkannya adalah keharusan yang dilakukan oleh pemko Medan untuk kembali menghidupkan memori kolektif masyarakat Medan terhadap kotanya.
Penulis adalah Mahasiswa Sejarah di Universitas Negeri Medan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H