“Selamat tidur Clara.”
Suara itu sepertinya aku kenal, namun sulit ku berkata, mataku terus terpejam, entah sampai kapan aku akan terus terpejam. Aku begitu lemah.
****
Plak.
Ia kembali menampariku setelah menendang-nendang tubuhku, aku yang tak berdaya begitu pasrah. Di pikiranku kini hanya ada Desal, Cokro, Citra yang terlihat begitu cemas dan teman - teman koas ku yang lain. Oh, Ya Allah apa yang mereka khawatirkan ternyata benar, aku tertangkap basah. Bahkan ku tak sanggup melawan, aku maki diriku sendiri, menangis terisak karena aku yang begitu lemah.
“Clara.” Salah seorang dari mereka membuyarkan lamunan sesaatku.
“Kau begitu rapuh Clara, jilbabmu bersimbah darah, apa kau cukup kuat menahan semua ini.” Dia kembali menarik jilbabku kewajahnya, aku terus menunduk semakin dalam, aku malu akan ketidakberdayaanku.
Mereka berjumlah 3 orang, mereka semua perempuan, dan yang jelas aku mengenal mereka, mereka temanku di fakultas kedokteran. Perempuan pertama bernama Zeta, ia paling kuat dan pintar berkelahi, ia sering sekali menentang orang-orang yang tidak seprinsip dengannya walau itu dosennya sekalipun. Yang badannya paling kecil adalah Maria, ia cantik, banyak orang yang tertarik padanya, namun tak kusangka ia tega melakukan ini semua terhadapku, dan yang terakhir adalah Adelia, ia adalah dalang dari semua kejadian yang menimpa kami semua, aku yakin itu karena aku tahu Adelia tak menyukai orang-orang berjilbab lebar sepertiku, dan ia jelas-jelas membenci diriku.
Yang terlihat disekelilingku adalah tiga orang wanita yang senantiasa mengangguku, kursi-kursi rapuh, keranda mayat, meja-meja berdebu, dan beberapa tempat tidur yang tak terpakai lagi sehingga salah satu dari empat kaki penyangga tempat tidur itu sudah mengalami korosi, catnya mengelupas bahkan sudah hilang tak berbekas. Aku tahu sekarang, aku berada di gudang rumah sakit.
“Claraaa.” Adelia berteriak, ia membuat telingaku sakit.
“Sejak kapan kau menghilangkan kemampuan bicaramu.” ia berbicara begitu karena dari tadi aku sama sekali tak menghiraukan apa yang ia ucapkan. Ia kemudian mendekatiku dan memaksa ku melihat wajahnya yang penuh make-up.