Nama        : Sang Ayu Made Oka Purwantini
NIM Â Â Â Â Â Â Â Â : 2313021003
No Presensi   : 22
Rombel       : 33
Istilah Tri hita karana ditemukan pertama kali oleh Dr. I Wayan Merta Suteja dalam Konferensi Daerah I Badan Pekerja Umat Hindu Bali di Perguruan Dwijendra Denpasar, pada  tanggal 11 November 1966. Pada Konferensi itu dilaksanakan berdasarkan kesadaran umat Hindu akan dharmanya untuk berpartisipasi dalam pembangunan bangsa guna mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila. Falsafah Tri hita karanasebagai kearifan lokal masyarakat Bali berkelindan dengan kitab suci Bhagavad- gt. Dalam sloka III.10 disebutkan bahwa Tuhan (Prajapati) menciptakan manusia (praj) melalui proses yajna (pengorbanan). alam lingkungan (kmadhuk) diciptakan Untuk mendukung kehidupan manusia agar bisa tumbuh dan berkembang selayaknya sekarang ini.
Tri hita karana (THK) merupakan konsep universal, secara terminologi berasal dari bahasa Sansekerta, yang terdiri dari 3 kata yakni tri yang artinya tiga, hita yang artinya kebahagiaan dan karana yang artinya sebab atau penyebab. Jadi tri hita karana merupakan tiga penyebab adanya kebahagiaan hidup manusia yang bersumber dari hubungan harmonis dengan tuhan, antar sesama dan dengan alam sekitar. Tri hita karana berlandaskan 3 cara yakni Bhakti, Tresna dan asih. Bhakti merupakan bentuk penghormatan atau pengabdian yang diberikan secara tulus ikhlas. Tresna merupakan bentuk kesetiaan dan pemujaan. Asih merupakan bentuk cinta atau sayang baik dengan tuhan, sesama maupun alam sekitar. Inti dari kebahagiaan adalah hubungan yang harmonis baik secara teologis, social maupun ekologi. Bentuk harmoni ini seperti kebajikan, keindahan dan kebenaran. Agar hidup sejahtera dan bahagia, manusia harus melakukan pengorbanan sehingga terbangun harmoni dengan Tuhan, sesama, dan lingkungan alam. Ada tiga bagian dari tri hita karana yakni
1. Prahyangan, prahyangan merupakan hubungan harmonis dengan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia merupakan ciptaan tuhan. Â Bahkan menurut agama hindu, dalam diri manusia terdapat atman yang merupakan pricikan kecil dari tuhan yang maha esa. Dalam kehidupan sendiri, tuhan tidak hanya menciptakan manusia melainkan ia juga yang merawat dan melindungi manusia. Â Oleh sebab itu manusia haruslah memiliki rasa terimakasih kepada tuhan karena telah diciptakan di dunia ini. Bentuk rasa terimakasih ini dapat berupa sujud bakti kepada tuhan yang maha esa dan terapkan dalam penyembahan puja dan puji kepada tuhan yang maha esa. Adapun implementasi dalam menerapkan bagian tri hita karana yang prahyangan yakni:
- Melaksanakan ibadah dengan tulus ikhlas
- Mengamalkan nilai-nilai agama
- Melaksanakan yoga bhakti
2. Pawongan, Prahyangan merupakan hubungan harmonis dengan sesama manusia. Manusia merupakan makhluk sosial. Manusia tidak akan bisa bertahan tanpa bantuan dari manusia lainnya. Mereka memerlukan bantuan serta kerjasama dari orang lain. Oleh karena itu manusia perlu memiliki hubungan yang harmonis dengan sesamanya. Karena dengan terciptanya hubungan harmonis maka akan memperkuat tali persaudaraan dan dapat menciptakan keamanan serta kedamaian lahir batin. Bentuk harmonis yang dimaksud adalah dengan saling asah, asih dan asuh. Maksudnya harus saling menghargai, mengasihi dan membimbing. Hubungan ini tidak hanya di terapkan pada lingkungan keluarga saja tetapi juga diterapkan pada masyarakat.
3. Palemahan, palemahan merupakan hubungan yang harmonis dengan alam sekitar. Tidak hanya hubungan harmonis dengan tuhan dan sesamanya. Manusia juga harus memiliki hubungan harmonis dengan alam semesta. Manusia mendapatkan bahan makanan berasal dari alam semesta. Oleh karena itu manusia pasti ketergantungan terhadap alam, dan manusia haruslah bertemikasih kepada alam sekitar karena sudah menyediakan bahan keperluan keperluan dalam kehidupan. Manusia dapat menjaga kondisi dan situasi lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan tetap menjaganya tetap asri. Ada beberapa tindakan yang menerapkan konsep tri hita karana pawongan:
- Membersihkan lingkungan agar tidak kotor
- Tidak boleh menebang hutan sembarangan
- Tidak boleh memburu hewan secara liar
Lingkungan yang bersih, rapi dan terjaga akan menciptakan keindahan bagi penikmatnya. Keindahan ini akan membuat jiwa manusia menjadi tenang dan nyaman.
Tri hita karanamemiliki tujuan untuk mewujudkan harmoni teologis, sosial, dan ekologis. Memberikan kemudahan dan mendukung pencapaian tujuan hidup manusia (Tri Warga), yaitu mewujudkan kebajikan dan berpegang teguh pada kebajikan untuk meraih kekayaan dan memenuhi keinginan. Menciptakan kebahagiaan dalam kehidupan dan meraih Kebahagiaan dalam bentuk surga, moksha, atau nirvana.
Mengingat nilai-nilainya yang bersifat universal, istilah Tri Hita Karana berkembang luas dan menjadi landasan filosofi berbagai tatanan kehidupan. Pada hari Kamis, tanggal 11 Oktober 2018 di Bali diadakan Tri hita karana (THK) Forum on Sustainable Development. Pada forum tersebut, Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia memberitahukan mengenai filosofi Tri Hita Karana. Forum Tri Hita Karana tersebut merupakan konferensi terbesar di dunia dengan tema "Blended Finance and Innovation for Better Business Better World". Presiden Jokowi menggugah kesadaran para peserta dan delegasi bahwa pembangunan berkelanjutan seharusnya bermuara pada kebahagiaan. Dengan pernyataan tersebut memperjelas pandangan filosofi Tri Hita Karana mengenai keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam merupakan kunci kebahagiaan.
Bagi masyarakat hindu di Bali Tri Hita Karanadianggap  sebagai filsafat hidup  Tri Hita Karana sebagai filsafat sama dengan sikap hidup. Artinya, Tri Hita Karana berkaitan dengan usaha untuk mendalami makna dan nilai-nilai suatu realitas yang terkait dengan pengalaman manusia dalam bidang parhyangan, pawongan, dan palemahan untuk menjadikan manusia sebagai insan yang arif dan bijaksana. Tri hita karana sebagai filsafat mengacu pada metode, yang meliputi cara berpikir mendalam, hati-hati, dan teliti dalam memikirkan seluruh pengalaman manusia. Tri Hita Karana sebagai filsafat berkaitan dengan kelompok persoalan ber-parhyangan, ber-pawongan, dan ber-palemahan. Pada dasarnya, sebagai filsafat Tri Hita Karana merupakan kelompok teori atau sistem pemikiran, yang memuatmengenai pengetahuan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan lingkungan alam. Tri Hita Karana sebagai filsafat mengacu kepada analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah parhyangan, pawongan, dan palemahan. Menganalisis bermakna menetapkan arti secara keseluruhan dan memahami keterhubungan di antara arti-arti tersebut. Tri Hita Karana sebagai filsafat merupakan usaha untuk memperoleh pendangan yang menyeluruh tentang parhyangan, pawongan, dan palemahan dengan mengambil teori-teori ilmu, etika, maupun agama sehingga mendapatkan pemahaman yang bersifat holistik. Tri Hita Karana merupakan asas kerohanian bagi masyarakat Bali yang juga bermakna sebagai pandangan hidup masyarakat Bali. Tri Hita Karana memuat konsep dasar tantang kehidupan yang diinginkan karena dianggap baik secara tekstual dan terbukti secara empirik. Tri Hita Karana sebagai filsafat hidup atau pandangan hidup berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan sosial, seperti rela berkorban, memberikan pelayanan terbaik, dan kasih sayang. Tri Hita Karana tidak saja sebagai filsafat praktis, tetapi juga filsafat kritis; yang memuat seperangkat ide untuk mengkritisi suatu kondisi dan melakukan perbaikan agar sesuai dengan kondisi yang diidealkan oleh Tri Hita Karana.
Penerapan tri hita karana tidak hanya di lingkungan masyarakat, bahkan penerapan tri hita karana juga dapat diterapakan dalam kenegaraan seperti, penerapan tri hita karana dalam 4 pilar kebangsaan. Namun, meskipun bisa diterapkan di dalam kenegaraan penerapan tri hita karana juga memicu tantangan tersendiri yakni Dalam penerapan Tri hita karana dalam mewujudkan 4 pilar kebangsaan juga akan mengalami beberapa tantangan mulai dari tantangan globalisasi hingga penerapanya. Menjaga keseimbangan tradisional di tengah arus globalisasi menjadi Tantangan utama yang harus dihadapi dalam menjalankan filosofi Tri Hita Karana. Dengan kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang pesat, nilai-nilai lokal sering kali dihadapkan pada tekanan untuk beradaptasi dengan norma-norma global yang berbeda. Pengaruh budaya luar yang masuk dapat mengancam keseimbangan antara Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H