Beberapa hari lalu, saat membaca postingan di beberapa media online ternama, saya tersenyum saat membaca judulnya yang kurang lebih seperti ini; "Aliansi Mahasiswa Desak KPK Usut Tuntas Kasus BLBI". Dalam hati saya berkata, akhirnya setelah sekian lama mati suri, ternyata masih ada adek-adek mahasiswa yang masih memiliki hati nurani serta menolak lupa terhadap salah satu mega skandal yang masih belum menemui titik terang di negeri ini.
Untuk itu, saya ucapkan kepada para mahasiswa tersebut; BRAVO!
Lanjutkanlah perjuangan kalian, karena negeri ini memang sepertinya sengaja melupakan skandal yang telah merugikan negara sebesar 147,7 triliun. Ngerti kan kenapa namanya kasus mega skandal. Karena memang segitu besarnya dana yang diterima oleh 48 obligor penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Yang lebih parah lagi, 22 obligor diantaranya sukses menerima Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh pemerintah, walaupun mereka baru membayar 30% dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70% dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.
Oleh karena itu saya mengajak para mahasiswa untuk kembali turun ke jalan, menuntut penuntasan skandal ini. Tuntas sampai keseluruhan obligor-obligor pengemplang dana negara tersebut diperiksa oleh lembaga (yang sampai hari ini saya masih percaya integritas mereka) antirasuah bernama Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebagai gambaran, berikut saya akan jelaskan ke-22 obligor yang telah saya sebutkan di atas. Kenapa hanya 22 orang? Karena mereka-merekalah yang kewajiban hutangnya terhadap negara sudah dianggap LUNAS.
Nama yang pertama saya sebutkan adalah sosok taipan paling tersohor di negara kita, yaitu Sudono Salim atau Liem Sioe Liong. Saya yakin kita-kita semua masih ingat oleh sosok 'teman dekat' orde baru pemilik bank BCA tersebut. Kenapa nama Liem Sioe Liong yang pertama kali saya sebutkan? Karena beliau adalah penerima BLBI dengan jumlah terbanyak. 52,7 triliun bro! Sebanyak itu duit semua apa daun tuh ya? Banyak bangeeetttt!
Padahal duit sebanyak itu kalau dialokasikan untuk dana pendidikan, saya yakin kita gak akan ketinggalan jauh-jauh amat sama Finlandia.
Melihat jumlah yang 'diserahkan' negara pada mbah Liem, rasa-rasanya para obligor yang lain seperti tidak kelihatan. Walaupun demi hukum semua harus diusut dengan tuntas. Posisi runner-up disusul oleh Sjamsul Nursalim (BDNI). Walaupun sama-sama Salim, namun mereka berdua tidak ada hubungan kekerabatan. Selanjutnya ada Usman Admadjaya (Bank Danamon), Bob Hasan (Bank Umum Nasional), Nirwan Bakrie (Nusa Nasional), Sudwikatmono (Bank Surya), Ibrahim Risjad (Risjad Salim Internasional), Hasyim Joyohadikusumo (Papan Sejahtera).
Kenal sama nama-nama tersebut? Oke, saya lanjutkan ya.
Pada posisi Sembilan ada Husodo Angko Subroto (Sewu Internasional), Siti Hardiyanti Rukmana (Bank Yama), The Tje Min (Bank Hastin), Nyoo Kok Siong & Honggo Wendratmo (Papan Sejahtera), Thee Nin Khong (Baja Internasional), Iwan Suhardiman (Bank Tamara), Mulianto & Hadi Tanaga (Bank Indo Trade), Andi Hartawan (Baja Internasional), Soeparno Adiyanto (Bumi Raya Utama), Sofyan Wanandi (Bank Danahutama), Hendra Liem (Bank Internasional), Phillip S Widjaya (Bank Mashil), dan terakhir adalah Ganda Eka Handria (Bank Sanho).
Urutan nama-nama tersebut berdasarkan besarnya jumlah dana bantuan yang mereka dapat. Dari ke-22 obligor yang telah dinyatakan lunas ini saja, negara dirugikan sebesar 106,6 triliun rupiah. Padahal jika duit tersebut dikembalikan untuk negara, minimal bisa mengurangi hutang negara yang jumlahnya ribuan triliun itu lho. Setidaknya, pemimpin negara kita bisa memetik keutungan politis (apalagi jika berniat mencalonkan kembali tahun depan) jika berhasil menuntaskan skandal ini. Tapi kenapa pemerintah terkesan tidak serius ya?
Wallahualam bishawab!