Mohon tunggu...
Yukie H. Rushdie
Yukie H. Rushdie Mohon Tunggu... -

Peace...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebuah Refleksi dari Stadion Bukit Jalil: Protes dan Antiklimaks

27 Desember 2010   04:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:21 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam buku Sartono tadi ada diceritakan suatu "saat dramatik" ketika Rifangi berdebat, di depan umum, tentang agama, dengan seorang penghulu. Ia "kalah". Kita tidak tahu bagaimana isi debat besar itu, dan bagaimana ia kalah. Tapi, yang pasti, Rifangi tetap meyakini pandangannya, hingga akhirnya melahirkan hasil positif: berkembangnya "Rifangiisme" yang gigih mencoba mensterilkan ruang sejarah ketika mengarungi waktu.

***

BENANG merah dari "ilmu Gus Dur", dissenters, dan kondisi aktual dari nasib timnas Garuda di Piala AFF tadi, cukup nyata untuk dibentangkan di sini. Dari Gus Dur, ada satu pelajaran bahwa protes itu tidak akan ada artinya apa-apa kalau malah membuat kita lupa pada apa yang seharusnya kita lakukan, sekaligus meliburkan alat pikir untuk menciptakan hal baru sebagai teladan. Dari kaum dissenters, ada buah yang bisa dinikmati bahwa kita memang tidak boleh membiarkan sebuah ketidakpuasan di hati, lalu -- sebagaimana Haji Rifangi -- siap menanggung segala risiko dari kebenaran yang tengah diperjuangkannya dengan menyuguhkan bukti-bukti nyata.

Dalam konteks timnas di Bukit Jalil kemarin, nyata benar bahwa protes yang dilayangkan itu sama sekali bukan bagian dari "strategi". Terbukti, aksi protes itu bukannya meruntuhkan konsentrasi pemain-pemain Malaysia (yang justru makin termotivasi), tapi malah melahirkan situasi antiklimaks di tubuh Laskar Garuda sendiri. Pemahaman dan pemanfaatan yang akurat terhadap makna "protes" pun, ternyata, memang bukan soal kecil dan mudah. Butuh proses pendewasaan dan pematangan tersendiri...

* Yukie H. Rushdie, kolumnis dan eseis, tinggal di Bandung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun