Temen gua pernah nanya ke gua. "Yuk, kenapa orang gak suka kalau ditanya pertanyaan sensitif?". Sensitif seperti apa? Gua balik bertanya. Dia jawab ya sensitif sama pertanyaan-pertanyaan agama atau pertanyaan yang berhubungan sama keyakinan secara umum.
Gua mikir cukup lama. Tapi gua bisa relate juga sama pertanyaannya.
Dulu gua anak muda yang naif. Gua pikir dunia berputar di sekeliling gue. Gue pikir dengan gua berbuat baik, orang juga akan berbuat baik sama gue. Kalau toh ada yang jahat, biarlah Tuhan yang membalas, atau keyakinan gua secara agamis bilang, doakan dia agar dia jadi lebih baik.
Lalu, gua tumbuh besar di tanah rantau. Nyatanya bekal ideologi yang gua bawa dari Indonesia gak selayaknya gua percaya secara membabi-buta. Orang gak selamanya baik sama lo. Ada juga saatnya mereka tusuk lo dari belakang.
Gua turun pada kesimpulan bahwa gua jadi korban, karena gua gak dewasa. Gua sakit, karena gua naif. Disaat itulah gua menyatakan perang atas kenaifan dan dogmatisme belaka.
Tentu, pengalaman yang gua rasakan adalah sebuah keniscayaan. Kita semua akan pada saatnya merasakan kerasnya hidup. Pertanyaannya adalah kapan. Sampai kapan lo mau terus tidur dalam indahnya mimpi lo dan bangun ke realita dunia?
Dalam konteks kita sekarang, pertanyaanya adalah kenapa banyak orang lebih memilih setia pada kepercayaan mereka secara buta, tanpa mempertanyakan asal-usulnya dan alasannya mereka percaya. Kenapa banyak orang lebih baik tidak tahu dibanding tahu? Kenapa mereka memilih melihat gelap dibanding cahaya?
Sekarang gua tanya sama lo. Kenapa lo percaya sama Tuhan yang lo sembah? Gua yakin 95% orang yang baca ini jawabannya pasti ya gitu-gitu aja. Kalau nggak ngasih gua analogi ciptaan sekitar yang bisa kita lihat, paling lo jual gua ayat-ayat kitab. Udahlah, gausah naif dan berharap gua yakin sama alesan-alesan lo. Kalau lo aja gabisa yakinin saudara seiman, gimana lo mau yakinkan orang yang beda iman?
Masalah gua adalah banyak orang yang menolak berargumen dengan logika. Sementara kalau mereka masuk ke ranah logika, banyak hal yang mereka percaya menjadi tidak masuk akal. Ini yang jadi masalah.
Kalau kepercayaan anda adalah kepercayaan yang benar, dan kalau logika membawa kepada kebenaran, maka kenapa anda takut untuk membuktikan keyakinan anda secara logis?
Tanya. Tanya. Tanya. Itu resep umat manusia kepada kejayaan dan ilmu. Kita hidup di era ini, di segala kemewahan ilmu pengetahuan dan teknologi karena nenek moyang kita yang terus-menerus bertanya. Jangan karena kepercayaan dogmatis bilang lo lebih baik tidak bertanya, lalu lo percayai itu dengan mata tertutup dan telinga disumpal. Buktikan dulu, baru lo bisa percaya. Dan lain kali ada orang lain bertanya, lo bisa menjawab secara lugas.
Entah ini fenomena atau bagaimana, tapi ini luar biasa. Setiap hari gua lihat di luar sana, makin hari makin banyak yang makin murka. Ketika logika mereka ditanya, mereka lebih baik berteriak dengan angan-angan tinggi di atas sana.
Menurut saya anda naif untuk selalu percaya membabi-buta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H