Dari data diatas, jelas kita lihat bahwa infratruktur bukanlah faktor penyebab pertumbuhan ekonomi suatu negara. Nyatanya, jika kita meneruskan analisa kita pada data infrastruktur di seluruh dunia dan pertumbuhan ekonominya, fakta dari data---data tersebut lebih mendukung pandangan yang menyebutkan bahwa infrastruktur adalah hasil pertumbuhan ekonomi. Bukan sebaliknya. Ketika ekonomi sebuah negara berkembang, pemerintah mampu mengakumulasi lebih banyak kekayaan dari pendapatan pajak, dan pada hasilnya, pemerintah mampu menginvestasikan kekayaan itu pada proyek infrastruktur. Maka dari itu, kita bisa simpulkan bahwa proyek infrastruktur tidak memiliki korelasi yang jelas terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara.
Beberapa dari anda pasti memiliki pertanyaan. "Jadi apa yang menstimulus pertumbuhan ekonomi sebuah negara ?" Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus melihat perbandingan pertumbuhan antara Tiongkok dan India pada keadaan ekstrim.
Pada periode tahun 1966--1976, Tiongkok menjalankan kebijakan "Cultural Revolution" yang bertujuan untuk mengindustrialisasi Tiongkok secara cepat. Sayangnya kebijakan ini banyak menghasilkan kematian dan penindasan. Diperkirakan sekitar 750,000 -1.5 Juta orang menjadi korban kebijakan pemerintah. Jelas dengan keadaan politik yang tidak stabil, ekonomi sebuah negara akan mengalami periode fluktuatif. Pemilik usaha akan ragu membuka usaha ditengah ketidakpastian keamanan, investor maupun penghutang luar negeri-pun tidak akan memberi investasi maupun pinjaman kepada Tiongkok.
Di periode yang sama (1966--1976), India berada di bawah kepemimpinan Indirs Ghandi, cucu dari Mahatma Gandhi. India pada saat itu menerapkan kebijakan ekonomi yang reformis: pemberantasan korupsi, penyusutan birokrasi, menaikan suku bunga, dsb. India pada saat itu adalah salah satu destinasi investasi yang menggiurkan bagi investor asing.
Tetapi, jika kita lihat perbandingan pertumbuhan ekonomi kedua negara pada periode tersebut (Grafik 1), Tiongkok mengungguli India dalam hal pertumbuhan GDP dengan jumlah rata-rata 2.2% per tahun. Padahal keadaan ekonomi di Tiongkok sedang dalam keadaan tidak pasti/aman dibandingkan India. Kita bisa simpulkan bahwa Tiongkok memiliki keuntungan sistematis di faktor lain dalam hal pertumbuhan ekonominya. Jelas keuntungan itu tidak kita lihat pada sektor infrastruktur, seperti yang telah dijabarkan diatas. Jadi apakah keuntungan itu?
Jika kita lihat persentase jumlah keaksaraan penduduk Tiongkok dan India pada Grafik 2, jelas kita lihat bahwa Tiongkok memiliki keuntungan sistematis dari kemampuan penduduknya dalam membaca dan menulis. Dengan penduduk yang mampu menerima dan menyampaikan informasi, Tiongkok memiliki penduduk yang jauh lebih cakap beradaptasi dalam sistem ekonominya; Penduduk Tiongkok jauh lebih mudah dilatih ulang untuk masuk ke sektor industri yang lain.
Anomali
Sebagian dari pembaca pada tahap ini akan menyimpulkan bahwa Indonesia belum perlu ataupun mampu membangun infrastruktur yang komprehensif demi perkembangan ekonominya. Kita-pun telah menyimpulkan bahwa tidak ada korelasi yang jelas antara pembangunan infrastruktur dengan perkembangan ekonomi sebuah negara. Pada titik ini, sebagian dari pembaca-pun akan menyimpulkan bahwa yang dibutuhkan Indonesia adalah pembangunan manusianya. Indonesia perlu membenahi dan berinvestasi pada sektor pendidikan.
Namun, sebagian pengkritik saya akan berargumen bahwa penduduk Indonesia sudah cakap dalam kemampuan membaca dan menulis. Mereka kemungkinan besar akan melawan argumen saya dengan data pada di grafik 3.