Mohon tunggu...
Rusj
Rusj Mohon Tunggu... Wiraswasta - Semoga bermanfaat.

Biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Hukum

UNCAC Terkejut dengan Revisi UU KPK

2 Oktober 2019   02:13 Diperbarui: 2 Oktober 2019   03:22 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UNTED NATION COALITION AGAINTS CORRUPTION

Tak sedikit orang-orang yang mendukung revisi KPK mengaduk-aduk pemikiran dan logika masyarakat Indonesia. Mulai dari sang menteri Yasona Laoly sampai dengan Profesor Romli Artasasmita.

Orang-orang "pintar" ini biasanya menunjuk orang yang berseberangan, yang notabene mahasiswa dan pegiat anti korupsi, sebagai seolah orang-orang bodoh, tidak mengerti. Bahkan disaat lain mereka menuduh belum membaca (isi revisi UUKPK).

Atau jurus lain dengan merendahkan kapasitas atau kapabilitas mereka, dengan menunjuk posisi seperti "Emang saya dan anggota DPR itu orang-orang yang bodoh?". Disaat lain menunjuk lawan dengan kata-kata yang berkonotasi lebih rendah seperti "adik saya", "murid saya dulu", dsb.

Strategi perang yang jika didalam dokumen "Psychological warfare" ala CIA ada dibawah bab "Implicit and explicit terror", MEMPERMALUKAN, MENGEJEK, MENGHINA pribadi seseorang. Mengurangi pengaruh seseorang dengan menunjuk kelemahannya.

  • Shame, ridicule and humiliate the "personal symbols"...
  • Reduce the influence of individuals in tune with the ..., pointing out their weaknesses

Strategi yang biasa digunakan ini merupakan teror psikologi untuk memenangkan peperangan. Dengan ini seolah-olah perdebatan selanjutnya tidak perlu karena lawan sudah kalah.

Inilah salah satu strategi yang biasa digunakan, dan cukup efektif saya kira, disaat masyarakat kita yang tak terbiasa dengan berfikir kritis dan memuja kedudukan UNTUK MENGALIHKAN PERSOALAN DARI SUBSTANSI MASALAH. 

Strategi lain yang biasa digunakan adalah "penggelinciran" dan juga menggunakan "argumen yang tidak 'apel to apel' atau relevan" dan juga "penyembunyian" argumen atau fakta yang dibutuhkan.

Sebagai contoh, saat seorang Masinton mengambil hasil jajak pendapat bahwa hasilnya masyarakat mendukung revisi UUKPK. Akan tetapi ketika kita kritisi, jajak pendapat tersebut dilakukan sebelum DPR membahas apa isi revisi tersebut.

Penyembunyian akan fakta bahwa yang dijajak adalah soal perlu tidaknya revisi, bukan soal isi revisi. Disini terjadi penyembunyian fakta, sekaligus penipuan bahwa seolah jajak pendapat tersebut menyetujui keseluruhan revisi baik kepentingannya maupun isinya.

Argumen yang tak relevan (apel to apel) juga pernah digunakan oleh seorang Fahry hamzah, ketika dia tidak setuju dengan OTT. Ia menuduh seolah ott itu sama dengan menuduh bahwa orang Indonesia itu bangsa pencuri.

Opini kedua yang ia bentuk adalah bahwa ott adalah sebagai kegagalan siatem. Argumen yang digunakan (pertama) selain tidak relevan, juga dipaksakan untuk memenangkan argumen yang lain.

Sedangkan argumen kedua juga mengandung "flaw" bahwa seolah kegagalan sistem itu adalah kegagalan kpk, padahal kalau kita kritisi akan panjang karena proses kegagalan bukanlah satu simpul. Sehingga lagi-lagi masyarakat ditipu dan digelincirkan secara dangkal fan sumir.

Demikianlah strategi-strategi yang sering sekali digunakan oleb wakil rakyat dan para pejabat untuk MENTEROR PEMIKIRAN MASYARAKAT demi menggolkan agenda mereka, alih-alih menyelesaikan persoalan substansial. Dalam hal pemberantasan korupsi, HAL YANG SUBSTANSIAL JUSTRU TIDAK PERNAH DIBAHAS, SEPERTI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS.

Bagaimana membuat sistem dan prosedur yang transparan didepan publik, bagaimana publik mendapatkan akses akuntabilitas terhadap proses juga tak pernah dibahas. Pemerintahan dan legislasi seolah "black box", dimana masyarakat dipaksa percaya begitu saja.

Ditengah tumpang-tindih teror psikologi dan penipuan rasionalitas yang dilancarkan oleh sebagian masyarakat sebagai "pendukung korupsi" yang akhirnya mengundang pro-kontra ditengah masyarakat, saya mencoba menteror (tapi bukan mencoba menggelincirkan saya kira) dengan sebuah pernyataan dari lembaga internasional UNCAC (United Nations Coalition Againts Corruption) mengenai KEKHAWATIRANNYA ATAS PELEMAHAN LEMBAGA KPK didepan Revisi UUKPK saat ini.

Teror ini saya lakukan dengan menandingkan kualitas pendukung Revisi yang banyak didukung seperti para anggota DPR kita, juga beberapa ahli seperti Prof Romli dengan UNCAC. Sangat lucu jika kemudian seorang Profesor Romli mengatakan bahwa lembaga UNCAC itu tak paham akan isi Revisi tersebut, atau bahkan belum membaca.

Mengapa saya lakukan? Karena ditengah-tengah miskin dan malasnya masyarakat kita dalam berfikir kritis, simply cara ini cukup efektif tanpa memutarbalikkan fakta. 

***

UNCAC KHAWATIR PELEMAHAN KPK

PERNYATAAN KOALISI UNCAC TENTANG ANCAMAN TERHADAP INDEPENDENSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI INDONESIA KPK

27 September 2019 -

Kami, organisasi masyarakat sipil yang bertanda tangan di bawah ini, telah memantau perkembangan di Indonesia terkait revisi undang-undang yang mengatur lembaga anti-korupsi Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi atau yang secara lokal dikenal sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kami berbagi keprihatinan serius dari kelompok-kelompok pengawas korupsi masyarakat sipil terkemuka Indonesia mengenai implikasi amandemen UU KPK baru-baru ini, yang membahayakan independensi lembaga anti-korupsi dan merusak kemampuannya untuk secara efektif mencegah, menyelidiki dan menuntut korupsi.

Indonesia menandatangani Konvensi PBB Menentang Korupsi (UNCAC) pada tanggal 18 Desember 2003 dan meratifikasinya pada tanggal 19 September 2006. Pasal 6 dan 36 dari UNCAC mengharuskan setiap Negara Pihak untuk memastikan keberadaan badan anti-korupsi yang khusus dalam mencegah korupsi dan memberantas korupsi. melalui penegakan hukum yang harus diberikan independensi yang diperlukan dan mampu menjalankan fungsinya secara efektif dan tanpa pengaruh yang tidak semestinya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk pada tahun 2003. Selama 16 tahun kerja badan anti-korupsi, KPK telah menangani banyak kasus korupsi besar yang melibatkan para pemain berpengaruh dari sektor swasta, peradilan, legislatif dan juga eksekutif dan menangkap beberapa politisi senior atas tuduhan korupsi.

KPK telah melakukan upaya pencegahan dan penuntutan di Indonesia secara efektif dan secara luas dianggap sebagai badan anti-korupsi terkemuka di wilayah ini. Pekerjaan pencegahan yang dilakukan oleh KPK telah mencapai penghematan keuangan negara yang signifikan di Indonesia dan KPK telah menikmati tingkat kepercayaan publik yang tinggi, menurut organisasi masyarakat sipil Indonesia.

Mengingat rekam jejak yang kuat dari KPK, kami terkejut dengan upaya untuk melemahkan perannya. Pada bulan September 2019, pemerintah Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat memilih komisioner KPK baru dan merevisi undang-undang yang mengatur KPK dengan cara yang tampaknya secara substansial melemahkan independensi KPK. Lebih jauh, proses mengadopsi perubahan-perubahan ini menunjukkan kelemahan serius, kelompok-kelompok pengawas korupsi Indonesia telah menemukan bahwa perubahan-perubahan berikut secara khusus menyusahkan otonomi, kemandirian, dan legitimasi KPK:

  • Di bawah undang-undang yang baru, KPK bukan lagi otoritas independen tetapi badan pemerintah eksekutif, tindakannya diawasi oleh badan pengawas baru.
  • Anggota dewan pengawas baru KPK, yang harus mengesahkan kegiatan penyadapan, pencarian dan penyitaan KPK, harus memiliki usia minimum 55 tahun dan dipilih oleh Presiden, dalam konsultasi dengan DPR. Struktur ini menciptakan risiko tinggi intervensi politik dan kemungkinan akan merusak efektivitas dan independensi badan.
  • Revisi undang-undang KPK diadopsi hanya dalam beberapa hari dan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Diskusi tentang amandemen antara DPR dan pemerintah dilakukan secara tertutup tanpa melibatkan KPK atau publik. Dewan Editorial The Jakarta Post telah menggambarkan perubahan sebagai "serangan legislatif" pada KPK, dilaksanakan melalui salah satu tagihan tercepat dalam sejarah untuk disahkan menjadi undang-undang.

Kami menyerukan kepada eksekutif dan legislatif Indonesia untuk menjunjung tinggi Prinsip Jakarta tentang kemandirian dan keefektifan lembaga-lembaga anti-korupsi, yang dirancang atas undangan KPK, UNODC dan UNDP oleh para pakar dari seluruh dunia.

Kami mendukung dan mendorong kelompok masyarakat sipil Indonesia, yang menanggapi perkembangan yang mengkhawatirkan ini, telah mengumumkan bahwa mereka akan menentang perubahan undang-undang KPK di Mahkamah Konstitusi. Kami berharap putusan Mahkamah akan membantu memastikan bahwa KPK dapat melanjutkan perang melawan korupsi di Indonesia secara efektif dan independen.

Ditandatangani oleh Koalisi UNCAC, atas nama organisasi anggotanya:

  • Albanian Institute of Science
  • Center for Development and Democratization of Institutions, Albania
  • Institute for Democracy and Mediation, Albania
  • Asociacin Civil por la Igualdad y la Justicia (ACIJ), Argentina
  • Fundacin Poder Ciudadano, Argentina
  • Armenian Lawyers' Association
  • Freedom of Information Center, Armenia
  • Transparency International Anticorruption Center NGO, Armenia
  • Transparency International -- Austrian Chapter
  • Bahrain Transparency Society
  • BRAC Insitute of Governance and Development (BIGD), BRAC University, Bangladesh
  • Rights Jessore, Bangladesh
  • South Asian Institute of Advanced Legal and Human Rights Studies (SAILS), Bangladesh
  • Transparency International Bangladesh (TIB)
  • Centres for Civic Initiatives (CCI), Bosnia and Herzegovina
  • Center for Investigative Reporting (CIN), Bosnia and Herzegovina
  • Center for the Study of Democracy, Bulgaria
  • ABUCO (TI Burundi)
  • Transparency International Cambodia
  • Centre for Law and Democracy, Canada
  • Costa Rica Integra (CRI)
  • GONG, Croatia
  • Ligue Congolaise de lutte contre la Corruption, LICOCO, Democratic Republic of Congo
  • Participacion Ciudadana, Dominican Republic
  • Sherpa, France
  • TI France
  • Institute for Development of Freedom of Information (IDFI), Georgia
  • TI Georgia
  • CiFAR -- Civil Forum for Asset Recovery, Germany
  • Transparency International
  • Transparency International Germany (Transparency International Deutschland e. V.)
  • Ghana Integrity Initiative
  • Eurasian Integrity Youth Academy, Greece
  • Vouliwatch, Greece
  • Asociacin para una Sociedad ms Justa (ASJ), Honduras
  • Commonwealth Human Rights Initiative, India
  • Gram Bharati Samiti (GBS), India
  • Manav Pragati Sansthan, Rajgarh, India
  • 5th Pillar, India and USA
  • Indonesia Corruption Watch
  • Transparency International Italia
  • Jordan Transparency Center
  • Africa Centre for Open Governance, Kenya
  • Kosova Democratic Institute
  • Riinvest, Kosovo
  • Syri i Vizionit, Kosovo
  • Centre to Combat Corruption & Cronyism (c4), Malaysia
  • Malaysian Society for Transparency and Integrity (TI Malaysia)
  • Mexicanos contra la Corrupcin y la Impunidad
  • CReDO -- Resource Center for Human Rights, Moldova
  • TI Moldova
  • Civic Alliance, Montenegro
  • Transparency Maroc
  • Transparency International Nepal
  • Wildlife Justice Commission, The Netherlands
  • 21st Century Community Empowerment for Youth and Women Initiative, Nigeria
  • Africa Network for Environment and Economic Justice (ANEEJ), Nigeria
  • Civil Society Legislative Advocacy Centre (CISLAC), Nigeria
  • Partnership for Justice, Nigeria
  • Socio-economic Rights and Accountability Project (SERAP), Nigeria
  • Zero Corruption Coalition (ZCC), Nigeria
  • Pakistan Institute of Legislative Development and Transparency-PILDAT
  • Transparency International Pakistan
  • The Coalition for Accountability and Integrity-AMAN (Transparency Palestine)
  • Fundacja im. Stefana Batorego, Poland
  • Transparency International Korea (South)
  • Transparency International -- North Macedonia
  • Romanian Academic Society
  • CIVICUS: World Alliance for Citizen Participation, South Africa
  • Institute for Security Studies, South Africa
  • UMTAPO Centre, South Africa
  • Access Info Europe, Spain
  • Transparency International Sri Lanka
  • Protimos
  • Transparency International Sweden
  • I WATCH, Tunisia
  • Africa Freedom of Information Centre, Uganda
  • Anti-Corruption Coalition Uganda
  • Transparency International Uganda
  • Water Governance Institute (WGI), Uganda
  • AntAC, Ukraine
  • Transparency International Ukraine
  • Article 19, United Kingdom
  • Bingham Centre for the Rule of Law, United Kingdom
  • Christian Aid, United Kingdom
  • Corruption Watch, United Kingdom
  • Global Witness, United Kingdom
  • Tearfund, United Kingdom
  • Transparency International UK
  • Center for International Human Rights, Northwestern Pritzker School of Law, USA
  • Global Financial Integrity, USA
  • Government Accountability Project, USA
  • Towards Transparency, Vietnam
  • Yemeni Observatory for Human Rights
  • Transparency International Zimbabwe
  • Anti-Corruption Trust of Southern Africa, Zimbabwe, Namibia, and South Africa
  • Institute of Public Finance

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun