Â
Sepulang sekolah, Ibu Guru memanggil Hana ke Ruang Guru.Â
"Hana, kenapa kemarin kamu tidak menyampaikan pesan Ibu untuk Mira?" tanya Ibu Guru, "acara tes pemilihan murid itu penting sekali, lho. Ibu sampai harus menjemput Mira ke rumahnya. Apa kamu lupa lagi untuk menyampaikannya?"
Hana diam tertunduk. Tak berani menatap wajah Ibu Guru.
"Hana," ucap Ibu Guru lembut, "Ibu tahu, kamu bukannya lupa menyampaikan pesan-pesan itu. Ibu bisa mengatakan ini, karena Ibu tahu  kamu adalah murid yang baik dan cerdas. Dan anak yang cerdas, tidak mungkin lupa pesan dari gurunya."
Hana masih diam. Tak tahu hendak menjawab apa.
"Hana," lanjut Ibu Guru, "Kenapa kamu dengan sengaja tidak menyampaikan pesan-pesan dari Ibu kepada Mira? Jawab yang jujur, Ibu tidak akan marah."
Akhirnya Hana mengangkat wajahnya. "Saya minta maaf, Ibu Guru. Itu semua karena nilai-nilai Mira selalu paling bagus di kelas. Mira selalu saja menjadi juara. Saya tidak bisa  menyamai prestasi Mira."
Ibu Guru tersenyum. Lega mendengar kejujuran Hana.Â
"Hana," ucap Ibu Guru, "iri hati itu adalah sifat yang tidak baik. Kalau kamu ingin menyamai nilai-nilai dan prestasi Mira, berarti kamu harus belajar lebih giat lagi. Bersainglah dengan cara yang baik dan sehat. Bukan dengan cara mencari-cari kesalahan Mira dan membuatnya tampak buruk di mata teman-teman dan guru-guru. Kamu mengerti, Hana?"
Hana mengangguk. Ia merasa sangat menyesal telah melakukan hal-hal tidak baik kepada Mira.