"Halo. Suka baca cerita seram, ya?" sapa Devina ramah.Â
Poppy mendongak dari buku Stephen King yang sedang dibacanya. "Iya, Kak." Ia mengangguk dan tersenyum, menatap kedua kakak kelas yang berdiri di hadapannya.
Wulan mengulurkan tangan. "Aku Wulan, kelas 2. Ini Devina, teman sekelasku."
"Aku Poppy, Kak. Kelas 1." Poppy menjabat tangan keduanya.
"Mau gabung di Klub Misteri kita, nggak?" Devina langsung menawarkan.
"Memangnya di sekolah kita ada klub seperti itu ya, Kak?" tanya Poppy.
"Ini baru mau kita bentuk." Wulan tertawa. "Kebetulan tadi kami lihat kamu sedang membaca novel horror, jadi kami pikir kamu mungkin tertarik."
"Aku tertarik, Kak," sahut Poppy bersemangat, "syaratnya apa?"
Devina dan Wulan duduk di bangku kantin di sisi Poppy. "Karena kita baru hendak memulai, nggak perlu pakai syarat, deh," ujar Devina, "kita lakukan kegiatan aja."
"Kegiatannya apa aja, Kak?" tanya Poppy.
"Kami sudah merencanakan," jelas Devina, "setiap bulan kita akan pergi ke tempat-tempat angker untuk saling bertukar cerita seram, sekaligus mengadakan pemilihan Ketua Klub untuk periode satu bulan. Setiap bulan, posisi ketua akan diganti bersamaan dengan kunjungan kita ke tempat berikutnya. Lokasi yang pertama akan kita kunjungi adalah... Gudang Jeritan."
"Gudang Jeritan itu apa, Kak?" tanya Poppy bingung.
"Oh iya, kamu kan baru masuk ke sekolah ini. Jadi belum tahu ya, Pop?" Wulan mulai bercerita. "Gudang Jeritan itu letaknya di belakang sekolah kita. Bangunannya kecil dan terpisah dari gedung utama. Dulu gudang itu digunakan untuk menyimpan alat-alat kebersihan. Sampai pada suatu hari... ada murid-murid yang meninggal di dalamnya saat terjadi kebakaran..."
"Iih...seram, Kak..." Poppy membelalakkan mata. "Lalu kenapa setelah itu dinamakan Gudang Jeritan?"
"Karena," bisik Devina, "di malam-malam tertentu, sering terdengar suara-suara jeritan dari dalamnya. Murid-murid yang melaksanakan kegiatan ekskul sampai malam sering mendengarnya."
Poppy terpana ngeri sekaligus takjub.
"Besok malam kita pergi ke sana," ujar Wulan, "masing-masing harus menyiapkan satu buah cerita seram, ya!"
"Lalu cara untuk menentukan siapa ketuanya bagaimana, Kak?" tanya Poppy.
"Jadi begini," lanjut Wulan, "siapa yang cerita seramnya bisa membuat kita semua menjerit paling keras, dialah yang akan menjadi Ketua Klub."
"Lalu tugas ketua itu apa aja, Kak?" tanya Poppy lagi.
Devina menjawab, "Ketua Klub berhak untuk menentukan peraturan klub atau memberikan perintah kepada anggota lainnya selama masa jabatannya berlangsung. Tetapi harus perintah yang bertujuan untuk kebaikan bersama."
***
Malam itu, Devina, Wulan dan Poppy duduk membentuk lingkaran di dalam gudang sekolah yang gelap dan suram. Bayangan-bayangan aneh yang bergerak-gerak pada dinding gosong kehitaman akibat nyala lilin yang ditempatkan di tengah-tengah mereka membuat suasana semakin seram dan meresahkan.Â
"Baik, kita mulai aja cerita seramnya." Devina membetulkan posisi duduknya. "Boleh aku yang mulai duluan?"
"Oke!" sahut yang lain.
Devina memulai. "Sepasang suami istri yang baru saja menikah, membeli sebuah rumah dengan harga murah dari internet. Pada malam pertama mereka tidur di rumah itu, mereka mendengar suara menggaruk-garuk pelan yang berasal dari dalam lantai di bawah tempat tidur mereka. Seperti suara cakar binatang pengerat yang sedang berusaha membuat lubang.Â
Keesokan siangnya, sang suami membongkar lantai di bawah tempat tidur; khawatir mungkin ada tikus atau binatang lain yang bersarang di bawah lantai kamarnya. Setelah lantai dibuka, ternyata didalamnya tidak ada apa-apa. Hanya tanah padat dan tak ada lubang apapun. Lalu akhirnya ia memasang kembali ubin lantai kamarnya dan kembali menempatkan tempat tidur di atasnya.Â
Kemudian malam harinya, saat baru saja hendak tertidur, mereka kembali diganggu oleh suara menggaruk-garuk. Tetapi kali ini, asal suaranya bukan dari dalam lantai. Melainkan dari ... bawah tempat tidur! Mereka dapat merasakan getaran di bagian bawah tempat tidur mereka; seperti sedang dicakari oleh kuku-kuku tajam dari ujung ke ujung.Â
Suami istri itu sangat ketakutan. Makhluk apa kiranya yang berada di  bawah  tempat tidur mereka?  Kemudian terdengar suara bisikan yang berkata: "Terimakasiiih ... terimakasiihh sudah membebaskankuuu ...".  Dan tiba-tiba, dari bawah tempat tidur, muncul sepotong tangan berkuku tajam yang menyambar ke arah mereka!"
"Waaaaa!" Â semua berseru; tetapi tidak terlalu keras. Lalu tertawa.
"Sekarang giliranku," ucap Wulan sembari berdehem sedikit. "Seorang pemuda bernama Udin yang pulang kembali ke kampung setelah lama merantau ke kota, bertemu dengan sahabat lamanya, Supri. Untuk merayakan pertemuan kembali mereka, Udin dan Supri berniat untuk berbuat usil, seperti saat mereka kecil dulu.Â
Mereka berencana hendak mengejutkan orang-orang yang lewat di dekat sebuah pohon besar yang dikenal angker sejak dulu di kampung itu. Dan mereka berdua pun bersembunyi di balik pohon besar itu, menunggu orang-orang yang akan lewat. Pertama giliran Udin. Saat seorang ibu lewat di depan pohon besar, ia melompat ke jalan sambil berteriak, membuat ibu itu terlompat kaget dan sontak berlari tunggang langgang.Â
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak di balik pohon, gembira karena dapat merasakan kegembiraan lagi seperti saat mereka kecil. Kemudian setelah itu tiba giliran Supri. Seorang bapak terlihat datang tergesa dari kejauhan. Saat ia sudah berada di depan pohon besar, Supri melompat dari baliknya sambil berteriak kencang.Â
Sang Bapak menjerit terkejut, "Waaaa!! Haa... S... Suppriii... WAAAAAHH!" Â Dan ia lari terbirit-birit. Supri terpingkal-pingkal menertawakan bapak tersebut. Udin pun keluar dari persembunyiannya di belakang Supri dan bertanya keheranan,Â
"Kok... bapak itu aneh, ya? Kan dia sudah lihat kalau ini kamu, Pri, lalu kenapa masih ketakutan ya?" Â Supri berhenti tertawa. Dan berbalik perlahan menghadap ke arah Udin; menampakkan wajahnya yang putih pucat dengan kedua mata yang cekung dan gelap. "
Mungkin karena... aku ini sudah mati, Din..."Â
 "Wuaaaaaaa!" semua berteriak lebih keras. Tetapi kemudian tertawa bersama-sama.
"Sekarang giliranku ya, Kak," ujar Poppy.
"Silakan, Pop."
"Di sebuah sekolah," Poppy memulai, "ada dua orang murid nakal yang sering melanggar peraturan. Berulang kali mereka mendapat teguran dari guru dan kepala sekolah, bahkan sampai orangtua mereka pun sudah dipanggil ke sekolah. Namun tetap saja tingkah laku mereka tidak berubah. Nasihat dari orang tua yang menginginkan mereka untuk berubah menjadi anak yang baik, juga tak pernah mereka pedulikan. Pada suatu hari saat jam pelajaran sedang berlangsung, mereka menyelinap ke dalam gudang sekolah untuk merokok. Karena asyik bercanda, mereka tak menyadari ada sebuah puntung rokok yang masih menyala terjatuh ke lantai; dimana banyak terdapat bahan-bahan yang mudah terbakar. Kemudian api berkobar dengan cepat - menutup jalan keluar. Teriakan minta tolong mereka tak terdengar karena letak gudang yang terpisah di belakang gedung sekolah. Dan akhirnya ... kedua murid itu pun meninggal terbakar di dalam gudang."
"AAAAHHHH!" Devina dan Wulan menjerit-jerit sambil berguling-guling di lantai, seperti menahan sakit yang amat sangat.
"AAAAHHH!! TIDAAAAKK!! AAAAGGGHHHHHHH!"
Poppy mengamati pemandangan itu dengan hati sedih.
"Dan karena jeritan Kakak-Kakak adalah yang paling keras setelah mendengar ceritaku barusan, berarti aku yang menang," ucap Poppy, "Kak Devina, Kak Wulan, sebagai Ketua Klub, aku perintahkan kalian untuk pergi dengan damai. Pergilah ke tempat dimana kalian seharusnya berada, dan jangan mengganggu murid-murid di sekolah ini lagi."
Dan gudang itu mendadak hening.Â
Kosong. Â
Poppy melangkah keluar sembari menepis debu dari rok abu-abunya, dan berjalan dengan tenang meninggalkan Gudang Jeritan.Â
Tugasnya di tempat itu telah selesai.
END.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H