Jarum-jarum waktu mengiris langit jingga
Menetes darah dari celah kabut senja
Tertawa bisu, mentari terkubur di ufuk jauh
Lalu malam merajut bayangmu yang pudar.
Hidup ini seutas jarum yang memintal duka
Menikamkan duri, merobek jiwa
Namun jua jarum itu yang perlahan
Menyulam luka, menutup celah yang hampa.
Kita dulu melambungkan benang-benang doa
Menjuntai ke angkasa kelabu,
Namun basah ia, tak kuat menahan rindu
Lalu putus dalam sunyi yang menggema.
Rindu ini mengering seperti bara
Namun, cinta mengukir jejak di jantung waktu
Dan kita, sepasang tukang tenun yang setia
Menambal kembali hari-hari yang terkelupas.
Ternyata, luka adalah bentuk lain dari keindahan
Yang hanya kau dan aku pahami,
Saat senyummu menjelma jarum
Menjaga hidup dari rapuhnya takdir.
Bandung, 29 September 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H