Ingin kulipat sebuah senja untukmu, kelak senja itu menjelma malam tempat kusemai ribuan puisi. Kelak kau akan tahu, kata-kata telah mengalirkan kisahnya. Di bawah temaram mekar menjadi diksi, berbait rasa yang ia aduk senja itu. Mungkin secangkir kopi lebih dari cukup melahirkan anak-anak kata. Dari riuh angin, dari bias cahaya dan awan, mungkin dari genangan di sudut matanya. Syair paling mahir mengaduk dan menghantarkan secangkir kisah, secangkir perih yang merupa secawan duka.
Mungkin juga sebaliknya, tetapi jemariku lebih mahir menggurat_gurat luka. Tak ada yang indah dari sebilah senja direrumputan ilalalang, deru angin dan camar_camar pulang. Letih. Batuan karang penuh luka itu berdiri menantang ombak. Entah siapa yang lebih tegar, entah siapa yang kalah. Itulah hidup, dalam irama semu,sendu dan ragu
Kelak senja akan pudar, kata-kata merubah takdirnya. Tetapi puisi adalah misteri, syair mengalir bersama air, karang-karang mungkin tumbang. Tetapi, guratan senja akan punya kisahnya, dalam batin. Antara nyanyian-nyanyian sunyi itu, menjadi ruh.Â
Ku dengarkan saja kata jiwaku, ruh ku yang senantiasa digenggam tuhan, karena hidup tak lebih tak kurang, seperti pohon. Tak perlu mencengkram dalam. Waktu, angin menggugurkan semua dedaunan, mengeringkan kulitmu, rapuh ke dalam dan tumbang.Tetapi senja tetap punya cerita untuk dipuisikan.
Casa De Esta, Juli 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H