Daun kering jatuh menerpa wajahku, tapi bukan gerai rambutmu
Kususuri jalanan dan gang, mencari huruf-huruf namamu jika ada yang tinggal
Sebagai tanda ada mu di hamparan bumi dan mimpi
Sementara langkahku kian letih.
Kopi ini tak berasa lagi, aroma wangi nafasmu meniupnya saat panas
Aku buru-buru menghirupnya seperti aku tak pernah sabar mengecup keningmu
Menyatukan empat lengan kita di bawah tabir rembulan.
Jika  engkau merupa langit, sedang aku menjadi batuan dan tertanam di bumi
Sebuah sajak begitu panjang yang kujadikan sebuah buku
Namun engkau tak kan pernah sempat  membacanya.
Engkau telah menguap bagai  kepul asap terakhir rokok ku, setelah itu aku harus kembali dalam kesadaran utuh