tabir malam menakdirkan diri kepada gugusan bintang
lembar cakrawala  membentang, mencari kata-kata
Memaknai diri. Kelopak hari terus berguguran. Jatuh
Pergantian dan metamerfosa hidup antara cahaya dan redup
samudera dengan batu karang dan ombak menghempas
cadas waktu, jalanan panjang tanpa batas tanpa simpul
penghentian itu, tuhanlah menjadikan ada dan tiada
**
Di meja.
Berserakan bangkai pusi dan kopi, asap mengepul menyatu rasa
Menggurat gambaran mayapada. Mencari-cari arah mata angin
Dilangit  penuh misteri, pada angin dengan rahasia malam
wujud kesunyian hakiki, memunguti serpih-serpih waktu,
Menikam semua jejak-jejak semu
Kata tiada  sakti karena jemawa diri kadang membuang rasa
tanpa disadari.
**
terlalu banyak, begitu luas harus berbenah. Ketidak sempurnaan adalah
takdir hakiki. Kesempurnaan hanya milik Nya, yang memiliki semesta raya
kita hanyalah butiran-butiran yang bertabur manik dosa,
Jangan pernah menyabdakan diri. Maka jemawa mekar sempurna
Sadarilah, kita mencari dan mencintai diri, membenahi  dan berbenah
Walau tabir takdir akan menghilir, seperti garis putus untuk diikuti
**
Bersyukur, tafakur dan membiakkan kerendahan
mencintai semesta raya
Karena kepada Nya lah segala kita rebahkan.
Jangan minta kesempurnaan sesama. Jangan membandingkan
Jangan membangun rumah-rumah dipenuhi keluh dan kesah
berlayarlah di samudera iman, berpedoman kepada tuhan
Bandung, Pemaknaan diri 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H